in

Eddy Boekoesoe, Hasrat Memberdayakan Masjid

Alumnus HMI Cabang Palu dan FISIP Untad Palu serta Pembina Indonesia Care, Iqbal Setyarso. Foto Media Alkhairaat
Alumnus HMI Cabang Palu dan FISIP Untad Palu serta Pembina Indonesia Care, Iqbal Setyarso. Foto Media Alkhairaat

Oleh Iqbal Setyarso, alumnus HMI Cabang Palu dan FISIP Universitas Tadulako Angkatan 1992, Pembina Indonesia Care

Kemarin, 7 April 2022, saya mendapat pesan WhatsApp dari seseorang. Beliau pada usia sepuh, 85 tahun, masih memperlihatkan optimisme dan semangatnya yang tinggi untuk menunjukkan kepedulian atas ekonomi umat. Hal itu diekspresikan dengan kata-kata, “Sebelum Allah memanggil saya, biarlah saya berkesempatan mengajak kaum muda muslim ikut mengatasi kemiskinan umat. Itu lebih karena orang umumnya orang melihat satu cara mengawetkan komoditas dengan mengeringkannya.”

Lulusan Terakhir
Ya, kakek kelahiran Gorontalo, Februari 1937, ini bersyukur bisa belajar di pendadaran anak-anak muda Indonesia dalam Akademi Pimpinan Perusahaan (APP). Namanya Eddy O. M. Boekoesoe. Dia belajar angkatan ketiga. APP dimulai 1950-an atas inisiatif Kementerian Perindustrian. APP mentransformasikan teknik dan knowledge industri modern. Kurikulum yang dipakai di dalamnya ala Barat (Amerika). Justru sesudah Eddy, APP mengubah kurikulumnya. Praktis, Pak Eddy Boekoesoe adalah lulusan terakhir APP.

Baca Juga :  Taiganja, Semangat Pelestarian pada Logo Munas XI KAHMI

Pak Eddy Boekoesoe mengatakan, ia amat bersyukur “mencicipi” cita rasa industri Timur saat diperjalankan seorang kawannya yang juga kakak kelasnya di APP, Gobel, ke Jepang. “Saya mengenal industri Jepang itu islami, tapi saya tidak bisa mengunakan lebih jauh karena keterbatasan pengetahuan saya tentang Islam,” tiru Pak Eddy, seperti pernah dikatakan Thayeb Mohammad Gobel.

Maka, Pak Eddy juga menjelaskan bahwa dia ditugaskan ke Jepang untuk memahami mengenai karakter industri Jepang. Dia sendiri mengaku, juga kurang menguasai Islam kecuali sebatas rukun Islam dan rukun iman. “Saya baru mendalami Islam justru setelah Pak Gobel berpulang.”

Eddhy O. M. Boekoesoe. Dokumentasi pribadi
Eddy O. M. Boekoesoe. Dokumentasi pribadi

Eddy dan Refleksinya
Pak Eddy Boekoesoe pun berefleksi. “Allah sayang pada bangsa Indonesia. Teknologi pengeringan, yang sebenarnya bisa menjadi solusi, dijawab hanya dengan satu cara. Mengeringkan dengan sinar matahari. Kalau matahari tertutup awan, berbagai komoditas dikeringkan,” ujarnya.

Baca Juga :  Ketika KAHMI Masuk Masjid Menjadi Gerakan

Saat itu, banyak hasil perkebunan berjamur. Misalnya, kakao karena tidak dikeringkan dengan teknologi fermentasi, yang disebut white cacao. Panen kakao (cokelat) kita alih-alih diserap pasar justru tidak ada yang beli. Petani kakao pun frustrasi karena cokelatnya tak terbeli. Pemerintah membuat kebijakan hanya mengekspor white cacao. Dalam waktu cukup lama, kondisi pengeringan yang lebih higienis tak kunjung muncul inovasinya.

Pak Eddy dengan latar belakang pengalaman mengeringkan aneka komoditas, seperti kelapa dan kayu, pun berpikir dan berharap apa yang diyakininya bisa ditularkan untuk generasi muda muslim agar bisa ikut mentransformasikan teknologi pengeringan.

Eddy dan Komitmen Transformasi
Saat saya merespons pandangan Pak Eddy dengan komitmen ingin mentransformasikan pengetahuan dan pengalamannya dalam industri modern berbasis industri Barat (Amerika) dan Timur (Jepang), ia siap berbagi untuk itu. “Saya siap berdialog dengan kaum muda muslim. Siap dieksplorasi tentang apa saja terkait industri modern,” ujarnya lugas.

Baca Juga :  Memulihkan Kekuatan Kader

Pak Eddy merasa berbahagia saat saya katakan sedang memfasilitasi kawan-kawan alumni HMI. Untuk itu, beliau juga siap berdialog tentang industri modern dan pembanguan ekonomi umat. Hal itu juga membuatnya senang saat saya jelaskan kemungkinan untuk menjajaki sinergi dengan Dewan Masjid Indonesia (DMI) Wilayah Sulteng. “Saya optimistis ekonomi umat bisa terbantu kalau teknologi pengeringannya juga baik karena banyak komoditas alam ini bisa diperdagangkan asal sudah melalui proses pengeringan,” kata Pak Eddy.

Perbincangan terakhir saya by phone dengan Pak Eddy seperti kuat harapannya untuk berbagi tentang berbagai hal, ekonomi secara umum atau industri modern. Saya kira, kita sebagai organisasi intelektual muslim tak ada salahnya memberi kesempatan Pak Eddy Boekoesoe untuk menerima tawarannya untuk sharing pengetahuan dan pengalamannya.

Sumber :

Fatah S

Berkarier di industri media sejak 2010 dan menjadi penulis buku.