in

Pemuda, Ekonomi, dan Pendidikan

Oleh Sirly Nur Amelia, mahasiswa Jurusan Ekonomi Universitas Bangka Belitung

Menyongsong era digitalisasi dan serba cepat, penyesuian diri dalam membaca keadaan zaman sangat penting untuk dilakukan. Terlebih, pemuda sebagai next generation yang akan bergelut dengan dunia baru ini. Bagi generasi Z dan generasi milenial, era digital adalah ruang kehidupan kedua dan platform di mana semua ekspresi berkecimpung di dalamnya. Bicara pendidikan, sosial, ekonomi, informasi, komunikasi, dan cakupan lainnya, semua dikemas dalam alam maya.

Setiap generasi mempunyai perubahan dan arah atau tujuannya masing-masing, yang dapat memengaruhi kehidupan setiap insan. Siap atau tidak, manusia pasti akan mengikut pada pergeseran zaman dan teknologi. Ada yang mengikuti dan menghadapi dengan positif, ada pula merasa terbawa arus sehingga kehilangan jati dirinya sebagai manusia.

Generasi Z adalah penduduk yang lahir pada kurun tahun 1997-2012, sedangkan generasi milenial lahir pada rentang tahun 1981-1996. Generasi Z lahir dan tumbuh di antara perkembangan teknologi sehingga sejak usia dini sudah beradaptasi dengan teknologi digital.

Generasi Z terbiasa dengan keberadaan dan manfaat teknologi bahkan smartphone sudah menggantikan permainan tradisional. Banyak generasi Z yang bahkan baru lahir telah dibuatkan akun media sosial oleh orang tuanya. Bagi generasi Z, kemajuan teknologi bukanlah hal besar. Sedangkan generasi milenial lahir dan dibesarkan pada masa peralihan, di mana generasi milenial harus beradaptasi dengan teknologi digital di tengah perkembangan hidupnya.

Baca Juga :  Pemkab Konut Siap Bersinergi dengan HMI-KAHMI Majukan SDM

Bicara Gen Z dan milenial, tentu arahnya adalah pemuda. Generasi produktif yang hidup di saat ini. Mau dibawa ke mana arah bangsa ini? Tentu jawabannya ada di tangan pemuda. Sejauh mana pemuda ini berkiprah dalam menatap masa depan. Terlebih, harapan kepada generasi muda semakin besar lantaran pada 2030, Indonesia akan menikmati bonus demografi. Pada era ini, komposisi penduduk Indonesia didominasi usia produktif. Lalu, sudah siapkah pemuda di Bangka Belitung?

Untuk menjadi sosok pemuda yang produktif, tentu harus diikuti dengan proses pendidikan yang matang dan juga power ekonomi yang siap. Apabila tingkat pendidikan masih rendah dan daya saing ekonomi masih lemah, maka kita gagal menghadapi fase yang satu ini. Bicara ekonomi dan pendidikan merupakan dua mata sisi yang sangat urgen. Apabila ekonomi itu seperti bara api, maka pendidikan laksana embun.

Hari ini, masalah ekonomi adalah momok dan belenggu yang menghantui pemuda. Tentunya warning bagi pemuda untuk tidak menghabiskan waktunya sia-sia. Sebesar 80 persen generasi muda duduk di kafe, siang dan malam. Kekurangan yang mereka miliki karena dipengaruhi oleh perkembangan teknologi itu sendiri. Kekurangan setiap masa di mana yang pertama, gen Z memiliki kecanduan yang lebih terhadap internet; kedua, kurang pengalaman di dunia kerja; ketiga, tidak loyal; keempat, memiliki idealisme yang tinggi; dan yang terakhir, menyukai hal-hal yang instan.

Baca Juga :  RPDU Komisi IX DPR RI & IDI, Menguji Undang-Undang di Rumah Legislasi

Kelemahan yang paling kental dari Gen Z adalah pertama, berjam-jam di internet apalagi buat eksis media sosial. Sebagian besar penghuni Instagram, ya, gen Z. Milenial masih 50:50 bahkan mungkin kurang juga. Ada yang eksis juga di Instagram, ada yang tidak peduli sama sekali. Kedua, gen Z di Indonesia kelihatannya ekstrem. Ini musibah yang lebih besar. Oleh karena itu, selalu mengharapkan para sarjanawan agar tidak menjadi pengemis intelektual dan menghabiskan waktu sia-sia tanpa berbuat untuk pengembangan diri yang lebih baik dan berguna untuk dirinya dan daerah.

Ini bukanlah suatu hal yang kebetulan. Tentu berdasarkan fakta dan fenomena yang bisa kita perhatikan. Kecenderungan menghabiskan waktu secara percuma telah menjadikan mereka candu dengan hal yang tidak produktif. Para generasi muda sebenarnya memilki kekuatan (strength) yang mumpuni untuk mengembangkan dan meningkatkan perekonomian. Para pemuda memiliki modal yang besar, yaitu ide-ide kreatif dan inovatif, yang dapat direalisasikan dalam perindustrian. Para pemuda di era digital ini juga memiliki kelebihan, yaitu menguasai teknologi, dan dapat dikolaborasikan dengan ide-ide kreatif yang mereka miliki.

Baca Juga :  Kompas Etis Kepemimpinan

Di sinilah peran pendidikan menunjang proses ide-ide pemuda dalam membentuk karakter pejuang sekaligus memberi arah bagi mereka untuk menemukan jati dirinya. Pendidikan memang tidak menjamin kesuksesan seseorang, tetapi pendidikan mampu mengubah karakter dan pandangan. Oleh karenanya, pemuda, ekonomi, dan pendidikan adalah aset yang sangat penting dalam menunjang arah masa depan, baik acuannya sebagai individu maupun masyarakat luas.

Sudah saatnya kita sebagai pemuda jangan terbelenggu oleh kultur malas yang menjadi penyakit jiwa. Lebih baik menjadi harimau satu kali saja daripada menjadi kambing selamanya. Dari air kita belajar ketenangan, dari batu kita belajar ketegaran, dari kupu-kupu kita belajar berubah lebih baik, dan dari padi kita belajar rendah hati.

Sumber :

Fatah S

Berkarier di industri media sejak 2010 dan menjadi penulis buku.