in

Ramadan sebagai bulan transformasi (1)

Oleh Shamsi Ali, Direktur Jamaica Muslim Center New York. Istimewa

Oleh Shamsi Ali, Direktur Jamaica Muslim Center New York

Umumnya ketika kita bersentuhan dengan Ramadan, maka yang terbetik pertama kali dan jelas di kepala adalah puasa dan ragam amalan lainnya. Yang teringat adalah puasa di siang hari dengan meninggalkan makan minum, hubungan suami istri, dan banyak kesenangan dunia lainnya. Juga teringat tarawih di malam hari serta ragam ibadah lainnya, termasuk tilawah Al-Qur’an, dzikrullah, dan seterusnya.

Sangat sedikit di antara kita yang menyadari bahwa di samping signifikansi Ramadan dengan berbagai amalan ritual itu, Ramadan juga menjadi bulan yang sangat penting bagi terjadinya transformasi kehidupan manusia. Mungkin tidak berlebihan jika saya labeli bulan Ramadan sebagai bulan transformasi (month of transformation). Bulan yang sangat esensial bagi umat manusia untuk melakukan perubahan mendasar (foundational change) dari suatu keadaan kurang baik ke kedaan yang lebih baik bahkan terbaik.

Berbicara tentang transformasi atau perubahan mendasar juga berbicara tentang sesuatu yang memang menjadi tuntutan dasar kehidupan. Alam semesta, termasuk manusia di dalamnya, secara alami dan secara konstan mengalami perubahan. Tidak ada yang statis kecuali pencipta (Khalik). Sebaliknya, semua ciptaan (makhluk) secara alami pasti mengalami perubahan.

Baca Juga :  Sinergi Pengelolaan Energi dan Sumber Daya Alam sebagai Dasar Kemajuan Bangsa serta Sustainability Living

Dari sinilah jika saya menerjemahkan Ramadan sebagai bulan ketakwaan (syahru at-taqwa), maka saya terjemahkan sebagai bulan transformasi karena ketakwaan yang sesungguhnya adalah kemampuan melakukan perubahan dari suatu keadaan yang kurang/tidak baik menuju kepada keadaan yang baik dan lebih baik.

Dimulai dengan iqra’

Perubahan mendasar atau transformasi dalam segala lininya bermuara dari satu titik poin, yaitu cara pandang (mindset) yang tersimpulkan dalam kata iqra’, seperti yang disampaikan pertama kali kepada baginda Rasulullah saw. Dengan iqra’ inilah seseorang akan memperluas wawasan atau cara pandang untuk memudahkan terjadinya transformasi dalam segala lini kehidupannya.

Pada Ramadan kali ini ada lima transformasi penting yang kita harapkan terjadi dalam kehidupan kita sebagai manusia, baik tataran personal maupun kehidupan atau kolektif (jama’i).

Pertama, urgensi menjadikan Ramadan sebagai bulan transformasi iman. Transformasi iman yang kita maksudkan di sini adalah bahwa melalui bulan Ramadan, kita melakukan tajdid imani (pembaruan iman): dari iman yang mungkin berkarakter pasif ke berkarakter aktif.

Keimanan yang berkarakter pasif itu seringkali karena memang keimanan yang taken for granted. Keimanan seperti ini pada umumnya adalah keimanan dihasilkan melalui kelahiran (birth) dan/atau lingkungan. Kita merasa beriman karena terlahir dari orang tua beragama Islam atau karena kebetulan hidup di komunitas muslim.

Baca Juga :  Peluruhan Lailatul Qodr

Keimanan pasif ini tidak membawa ke mana-mana. Mungkin itulah yang selama ini terlabelkan dengan “Islam KTP”. Iya, mukmin, tetapi hati/jiwa dan karakter/amalnya jauh dari nilai dan ajaran Islam dan keimanan.

Di sinilah pentingnya melakukan transformasi imani. Salah satu bentuk keimanan digambarkan dalam QS. Ibrahim: 24. “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah memberikan contoh kalimat yang baik bagaikan pohon yang baik. Akarnya kuat dan rantingnya tinggi ke atas langit, memberikan buah-buahnya setiap saat dengan izin Tuhannya“.

Kedua, urgensi menjadikan Ramadan sebagai bulan transformasi hati dan kejiwaan. Transformasi yang maksudkan di sini adalah pentingnya kembali melakukan pembersihan hati (qalb) dan jiwa (nafs).

Jika kita telusuri berbagai ayat maupun hadis tentang kehidupan manusia, maka hati dan jiwa menjadi pusat kehidupan. Warna dan bentuk kehidupan manusia ditentukan oleh warna dan bentuk hati dan kejiwaan manusia. Ini yang tersimpulkan dalam hadis Rasulullah saw, “Sesungguhnya pada diri manusia ada segumpal darah: yang jika baik akan baik seluruh amalannya, tetapi jika rusak, maka rusaklah pula seluruh amalannya. Itulah hati.”

Baca Juga :  Hanya Ada Tiga Jalan Untuk Menunda Pemilu

Kita mengenal bahwa hati itu adalah pusat nurani (cahaya batin) yang menjadi rujukan utama kehidupan. Hanya saja hati yang tidak terjaga akan terkontaminasi dengan berbagai kotoran kehidupan yang pada akhirnya terjangkiti penyakit bahkan tertutup. Ketika mengalami situasi sakit dan tertutup, maka hati yang awalnya mampu mengendalikan perilaku manusia ke arah ketakwaan, terambil alih oleh hawa nafsu yang buas. Hawa nafsu yang buas karena gagal terkendali oleh hati ini menghasilkan fujuur (kejahatan-kejahatan).

Di sinilah Ramadan memainkan peranan signifikan untuk membenahi dan membersihkan kembali hati dan jiwa manusia. Pembersihan hati atau jiwa yang lebih populer dalam bahasa Al-Qur’an dengan tazkiyah. Itulah sesungguhnya yang kita maksud dengan transformasi hati dan jiwa di bulan Ramadan karena sejatinya Ramadan memang adalah bulan tazkiyah melalui pengampunan. Dengan pengampunan itu hati semakin bersih, sehat, dan membawa dampak positif dalam kehidupan. (Bersambung)

Sumber :

Fatah S

Berkarier di industri media sejak 2010 dan menjadi penulis buku.