in

Ramadan sebagai bulan transformasi (4)

Direktur Jamaica Muslim Center New York, Shamsi Ali. Istimewa

Oleh Shamsi Ali, Direktur Jamaica Muslim Center New York

Umat Islam meyakini bahwa Islam adalah agama yang mencakup segala aspek dan lini kehidupan manusia. Menyentuh kehidupan material-fisika, batin-rohaniah, hingga ke pemikiran dan intelektualitas. Islam juga mencakup kehidupan individual (fardi) dan kolektif (jama’ai). Intinya, Islam adalah agama yang syamil, kaamil, dan mutakaamil (sempurna, lengkap dan saling melengkapi), sebagaimana sering diekspresikan oleh para ulama kita.

Kelima, transformasi akliah. Salah satu hal penting yang menjadi perhatian Islam adalah aspek akliah (pemikiran, intelektuliatas, dan keilmuan) manusia. Bahkan, sesungguhnya sisi ini, dalam ajaran Islam, menjadi fondasi bagi semua segmen kehidupan. Keimanan (keyakinan) pun, dalam pandangan Islam, mutlak terbangun di atas keilmuan yang benar. Hanya dengan keilmuan yang benar, akidah dan implementasinya dalam ubudiah dan muamalat akan benar dan diterima di sisi Allah Swt.

Di awal seri tulisan ini ditekankan bahwa akliah menjadi fondasi terjadinya transformasi dalam segala aspek kehidupan manusia karena sesungguhnya esensi terpenting dari akliah adalah mindset (cara pandang) kemanusiaan kita. Cara pandang yang benar akan terjadi upaya perubahan mendasar ke arah kehidupan yang benar pula. Hitam putihnya arah hidup (life orientation) pada umumnya diwarnai cara pandang seseorang.

Baca Juga :  Narasi Kewiraan nan Menyemangati

Dalam perspektif Islam, sesungguhnya hal ini begitu sesuatu yang baru. Rasulullah saw sendiri memulai tugas mulia kerisalahan (kerasulan) dengan perintah membaca (iqra). Iqra di sini bukan sekadar membaca huruf-huruf Al-Qur’an, melainkan “buka pikiranmu, perluas wawasanmu, jauhkan pandanganmu, dan perdalam pemahamanmu”.

Dalam dunia keilmuan, sebenarnya iqra menjadi fondasinya. Membaca adalah langkah pertama dari perjalanan panjang keilmuan. Maka, segalanya bermula dari bacaan, yang dalam bahasa Al-Qur’an, memakai beberapa bentuk terminologi. Selain iqra, juga memakai kata tilawah (utlu maa uhiya ilaika min Kitaabi Rabbik). Kedua kata itu memiliki makna “membaca” dengan konotasi yang berbeda.

Semua konotasi bacaan, baik qira’ah maupun tilawah, ini menjadi hal penting untuk ditransformasikan pada bulan Ramadan. Dari membaca huruf-huruf Al-Qur’an, buku-buku, dan literasi, hingga pada pengembangan keilmuan dan pemikiran yang sophisticated (canggih). Memang diakui umat Islam mengalami keterbelakangan yang sangat di semua tingkatan qira’ah dan tilawah itu.

Baca Juga :  Strategi merebut kekuasaan ala komunis

Literasi umat Islam sangat rendah. Dunai Islam masih mengalami illiterasi yang sangat rendah. Indonesia sebagai negara Islam terbesar dunia, konon kabarnya tingkat pendidikannya masih sangat rendah. Rendahnya pendidikan itu menjadikan mindset masyarakat sangat pendek (sempit), yang berdampak dalam karakter dan pilihan-pilihan hidupnya. Itu tampak ketika pemilihan presiden (pilpres), misalnya, masyarakat lebih terbuai bantuan sosial (bansos) ketimbang ide-ide besar untuk perubahan yang lebih mendasar.

Secara umum, dalam dunia keilmuan dan pemikiran, dunia Islam jauh tertinggal. Kerap kali kebanggaan umat menjadi sekadar historical pride (kebanggan masa lalu): pernah di masa lalu umat ini mencapai puncak ketinggian dalam keilmuan dan peradaban. Kini, dengan segala ketidaksenangan umat kepada Amerika dan dunia Barat, diakui bahwa universitàs-universitas terbaik dunia maupun research (penelitian) dan inovasi tinggi masih ada di negara-negara itu.

Baca Juga :  Merindukan Imamul Mujahidin

Intinya, Ramadan merupakan momentum terbaik untuk melakukan perubahan mendasar dalam cara pandang, keilmuan, dan pemikiran yang akan berdampak pada karakter dan pilihan hidup kita. Di bulan inilah diturunkan Al-Qur’an sebagai “peta perjalanan hidup”, yang semuanya bermula dari iqra. Sehingga, bulan Ramadan memang harus menjadi bulan perenungan (reflection) dan perubahan yang mendasar menuju cara pandang, keilmuan, dan pemikiran yang lebih berkemajuan.

Umat akan mampu mengubah ragam cara pandang yang masih sering terkungkung oleh rigiditas hanya dengan transformasi akliah. Dengan transformasi akliah pula umat akan mampu bangkit dalam keilmuan dan pemikiran yang akan menjadi jalan berkembang suburnya inovasi dan karya.

Ilmu, inovasi, dan karya inilah yang disebut tsamaraat (buah-buah) keimanan sebagai terjemahan dari Islam yang rahmah bagi alam semesta. Semoga! (Bersambung)

Sumber :

Fatah S

Berkarier di industri media sejak 2010 dan menjadi penulis buku.