in

Masjid sebagai Pusat Recovery Palu (dan Sekitarnya)

Alumnus HMI Cabang Palu dan Fakultas Ekonomi Universitas Tadulako, Aslamudin Lasawedi. Dokumentasi pribadi
Alumnus HMI Cabang Palu dan Fakultas Ekonomi Universitas Tadulako, Aslamudin Lasawedi. Dokumentasi pribadi

Oleh Aslamudin Lasawedi, Alumnus HMI Cabang Palu dan Fakultas Ekonomi Universitas Tadulako

Tidak sebentar memulihkan ekses gempa Palu–plus likuefaksi dan tsunami. Padahal, terjadinya sudah cukup lama, 28 September 2018. Hingga kini, jejak terpaan bencana itu masih ada. Dari berbagai kehilangan, yang pasti warga Palu dan sekitarnya kehilangan sumber penghasilan. Karena kondisinya, meskipun bukan pemalas, sebagian penyintas yang kehilangan sumber penghasilan masih menggantungkan uluran tangan kita yang mampu. Di sejumlah alternatif penciptaan lapangan kerja, masjid menjadi salah satu sasaran untuk mengaktivasi ikhtiar penciptaan lapangan kerja.

Mengapa masjid? Apa urgensi masjid sehingga dipilih menjadi sasaran aktivasi? Akan melakukan apa di masjid? Kita buka lembaran sejarah masjid di Indonesia dan masjid di zaman Nabi. Masjid pada masa lalu–kalau kita berkilas balik–Masjid Raya Aceh (Aceh), Masjid Raya Demak (Jawa Tengah), atau di tanah Melayu seperti Masjid Agung Deli (Sumatera Utara) menunjukkan peran keumatan yang cukup beragam. Pada masa Nabi pun masjid menjadi sentra berbagai aktivitas. Mulai belajar Islam, latihan bela diri, sampai bisnis–meskipun praktiknya untuk area berdagang tersedia khusus yang dibedakan dari area beribadah. Masjid-masjid pada masa kekhilafahan Turki Usmani malah memiliki area bisnis di lahan masjid. Bahkan, Grand Bazaar disebut pembelanja mania sebagai Tanah Abang-nya Turki (diinisiasi Sultan Mehmed II mulai 1455, telah berusia 500 tahun dan masih dimanfaatkan hingga kini).

Baca Juga :  Qulubuhum Syatta
Grand Bazaar di Istanbul, Turki. Foto Youramazing.com
Grand Bazaar di Istanbul, Turki. Foto Youramazing.com

Berangkat dari Wakaf
Perlu kesungguhan dalam mengembangkan usaha rakyat semacam Grand Bazaar ini. Selain mengisinya dengan produk pilihan yang representatif, juga representatif tempatnya: eye catching bagi calon pembelanja, jemaah maupun nonjemaah.

Memang belum lama ini, Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Wilayah Sulteng mengiisiasi DMIMart sebagai bentuk perhatian untuk masjid. KAHMI pun hadir dengan ber-Musyawarah Nasional (Munas) di Palu pada November mendatang. KAHMI–sebagai organisasi dengan tidak kurang 13 juta anggota dari alumnus berbagai perguruan tinggi–jika berkaca pascasejarah masjid Nusantara zaman masih berdirinya kerajaan, Masjid Turki, bahkan masjid zaman Rasulullah, sangat mungkin menginisiasi gerakan wakaf yang bekerja sama dengan pihak perbankan nasional, misalnya Bank Muamalat atau Bank Syariah Indonesia (BSI).

Baca Juga :  Dia Pendekar HMI, Dia Pendekar Bangsa

Gerakan wakaf ini kalau sudah terhimpun, untuk apa? Dana umat ini bisa diinvestasikan ke usaha-usaha produktif, mulai yang skala kaki lima hingga menengah ke atas di Majelis KAHMI di setiap kabupaten/kota/provinsi se-Indonesia.

Dana investasi itu bisa diwujudkan “KAHMI Dinar”, digalang via platform digital atau bekerja sama dengan usaha emas pecahan kecil dari 0,050 hingga 1 gram. Mereka hanya kita minta mengubah logo saja menjadi “KAHMI Gold”, target pasarnya disebut captive market kader HMI se-Indonesia. UMKM yang digagas itu uangnya dari infak, sedekah, wakaf dari anggota KAHMI. Ini menjadi wujud amal usaha KAHMI untuk pemberdayaan umat. Sederhananya, model kerjanya seperti yang dikerjakan Dompet Dhuafa, cuma ini lebih spesifik atau lebih khusus ke pemberdayaan ekonomi umat. Jangan lupa, dalam konteks UMKM. Konteksnya UMKM. Lewat platform yang sama, kita pengurus KAHMI membuka akses untuk merintis usaha pariwisata syariah dan kesehatan syariah.

Pariwisata Syariah dan Rumah Sakit Syariah
Kita bisa juga bicara parawisata syariah dan kesehatan syariah, seperti klinik syariah atau rumah sakit syariah. Kenapa? Lantaran Palu merupakan juga pusat aktivitas Alkhairaat di Indonesia Timur. Saya melihat peluang pengembangan pariwisata syariah dan rumah sakit syariah. Keduanya menstimulus sejumlah usaha terkait lainnya. Pariwisata membuka ruang usaha pendukung, dari kuliner, merchandise berupa aneka cendera mata khas Palu.

Baca Juga :  Tak Ada Alasan, Penundaan Pemilu Akan Menjadi Skandal Politik dan Catatan Kelam Penganjurnya

Yang cukup kompleks, bersinergi dengan Alkhairaat, yang berpusat di Palu. Rumah sakit-rumah sakit Sulteng secara gradual, secara sistemik menjadi rumah sakit syariah. Modernitas kian memudahkan, transaksi bisa dilakukan dengan platform digital yang diinisiasi KAHMI. Rumah sakit menjadi entitas yang terkoneksi dengan ekosistem syariah. Unit-unit aktivitas supporting lainnya mengikuti, apotek, alkes, laboratorium, asuransi kesehatan syariah.

KAHMI Gold bersinergi dengan perbankan bisa meng-custome dengan simbol khusus dan berbobot handling friendly sebagai alat pembayaran transaksi, yang akan berputar cepat dan segera menjadi kebiasaan para anggota KAHMI untuk mereka gunakan sendiri atau diwakafkan. Wakaf logam mulia menjadi amal usaha KAHMI untuk umat. Dari Palu untuk Indonesia. Yakin usaha sampai!

Sumber :

Fatah S

Berkarier di industri media sejak 2010 dan menjadi penulis buku.