in

Tak Ada Alasan, Penundaan Pemilu Akan Menjadi Skandal Politik dan Catatan Kelam Penganjurnya

Oleh: Denny JA, Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia (LSI)

Jakarta, 5 Maret 2022

(Disarikan dari Berita Satu, Jawa Pos, Republika, Sindonews, GATRA, VOI, ViVanews, IndonesiaToday, dll)

“Karena tak cukup alasan, sebaiknya para politisi menghentikan manuvernya untuk menunda pemilu, dari tahun 2024 ke 2027. Memperpanjang- panjang kekuasaan tanpa alasan yang cukup akan dicatat sejarah sebagai skandal politik,” Demikian dinyatakan Denny JA dalam tulisan di akun Facebooknya Denny JA_World.

Tentu saja konstitusi dapat diamandemen agar memberi keabsahan menunda pemilu, atau menambah durasi jabatan presiden menjadi tiga periode. Tapi tanpa alasan yang cukup, manuver itu akan berbalik menjadi catatan kelam yang mencoreng nama penganjurnya dalam catatan sejarah Indonesia.

-000-

Ujar Denny, “Sila pertama demokrasi itu menyelenggarakan pemilu secara reguler. Rakyat berhak memilih dan mengganti pemimpinnya secara reguler lewat pemilu.

Tentu saja karena situasi darurat, pemilu dapat ditunda. Misalnya kasus yang terjadi di Ukraina saat ini.

Hanya untuk permisalan saja. Katakanlah ini sudah dijadwalkan jauh hari sebelumnya. Pemilu Ukraina secara reguler misalnya akan diselenggarakan 7 hari dari sekarang (11 Maret 2022). Masuk akal jika pemilu di negara itu ditunda.

Ukraina sedang diserang. Perang terjadi. Prioritas utama penduduk di sana untuk survival. Mustahil mereka bisa berencana menyelenggarakan pemilu seperti di era normal.

Suasana darurat memang dibolehkan menunda pemilu. Tapi itu haruslah alasan yang cukup, masuk akal, bisa diterima common sense seperti kasus Ukraina sekarang.”

Namun, sambung Denny JA, “Di Indonesia, menjadikan Covid- 19 untuk menunda pemilu di tahun 2024, dua tahun dari sekarang, itu justu bertentangan dengan data. Alasan itu ditolak oleh fakta yang sangat terang benderang.

Jelas sudah. Clear. Bukti menujukkan situasi covid-19 di Indonesia, juga di dunia justru sekarang semakin aman.

Denny menunjukan data. Di bulan Maret 2022, jumlah kematian karena Covid-19 bertambah sedikit. Denny merujuk data dari Worldometer.

Puncak kematian per hari di Indonesia terjadi di bulan Agustus 2021. Saat itu di Indonesia yang mati per hari sebanyak sekitar 2000 orang.

Tapi di bulan Febuari dan Maret 2022, , yang mati per hari karena covid sudah jauh, jauh, jauh menurun. Yang mati per hari hanya di bawah 500 orang.

Penyebabnya karena prosentase penduduk Indonesia yang divaksin sudah lebih banyak. Juga dari Worldometer, penduduk Indonesia hingga awal Maret 2022, yang sudah divaksin minimal sekali sebanyak 69 persen. Yang sudah divaksin dua kali sebanyak 50 persen.

Baca Juga :  Sedikit Pelurusan tentang HYMNE HMI

Bahkan di tahun 2022, ini sudah menjadi trend dunia. Kita bersama memasuki era endemik. Covid-19 masih akan panjang bersama kita. Tapi ini babak akhir era pandemik, yang berubah menjadi endemik.

Yang tertular Covid-19 tetap banyak. Tapi yang mati karena Covid-19 jauh, jauh dan jauh lebih sedikit. Covid-19 akan menjadi sejenis flu. Yang tertular Flu saat ini juga sangat banyak. Tapi yang mati karena flu jauh lebih sedikit.

Di tahun 2022, Covid sudah melewati puncaknya. Apalagi di tahun 2024, dua tahun dari sekarang.

Tak masuk akal Covid-19 dijadikan alasan untuk menunda sila pertama demokrasi. Sila pertama reformasi. Yaitu pemilu yang diselenggarakan secara reguler.

Ujar Denny, “kondisi ekonomi juga tak pernah sah dijadikan alasan menunda ekonomi. Apalagi bahkan Menteri Keuangan dan Ekonomi Sri Mulyani menyatakan ekonomi Indonesia terus membaik.

-000-

Denny JA memberi saran. “Era media sosial merekam semua pernyataan politisi. Hendaknya para politisi berhati- hati jika berbicara di publik. Apalagi jika bermanuver untuk “makar” terhadap sila pertama demokrasi dan reformasi.

Para politisi itu yang seolah membela Jokowi justru sebenarnya menjerumuskan Jokowi. Sejarah justru akan paling menyalahkan Jokowi karena ia dianggap tak cukup berbuat (not doing enough) mencegah para pendukungnya bermanuver menunda pemilu.”

Denny juga mengutip hasil survei. Aneka survei sudah pula dibuat. Jelas hasilnya: mayoritas publik (65-80 persen) menentang penundaan pemilu.

Upaya politisi menunda pemilu dengan amandemen UUD 45 segera mendapatkan perlawanan publik. Akan terjadi kemarahan publik yang meluas karena merasa periode kekuasaan ingin dipanjang- panjangkan tanpa alasan memadai.

Perhatian kita untuk perang melawan Covid-19 segera terganggu oleh perlawanan rakyat melawan para politisi yang dianggap “makar” terhadap cita-cita reformasi.

Tegas Denny: “Superman sudah mati. Tak ada politisi yang sedemikian kuatnya dapat membungkam akal sehat dan rasa keadilan masyarakat luas.

Katakanlah para politisi itu berhasil mematahkan perlawanan rakyat, tapi sejarah terus bergerak. Di era politisi itu tak lagi berkuasa, rakyat akan membuat museum bagi mereka yang dianggap berkhianat dengan cita- cita reformasi.

Apakah pemilu tak boleh ditunda? Tegas Denny: Yess! Pemilu dilarang ditunda, kecuali jika ada alasan yang sangat darurat. Untuk kasus Indonesia saat itu, tak cukup alasan darurat menunda pemilu.

Upaya membenar- benarkan penundaan pemilu, atau menambah jabatan presiden tiga periode, hanya berakhir dengan skandal politik, pungkas Denny***
(Disarikan dari Berita Satu, Jawa Pos, Republika, Sindonews, GATRA, VOI, ViVanews, IndonesiaToday, dll)

Baca Juga :  Prof. Yahya Muhaimin dalam Kenangan...

“Karena tak cukup alasan, sebaiknya para politisi menghentikan manuvernya untuk menunda pemilu, dari tahun 2024 ke 2027. Memperpanjang- panjang kekuasaan tanpa alasan yang cukup akan dicatat sejarah sebagai skandal politik,” Demikian dinyatakan Denny JA dalam tulisan di akun Facebooknya Denny JA_World.

Tentu saja konstitusi dapat diamandemen agar memberi keabsahan menunda pemilu, atau menambah durasi jabatan presiden menjadi tiga periode. Tapi tanpa alasan yang cukup, manuver itu akan berbalik menjadi catatan kelam yang mencoreng nama penganjurnya dalam catatan sejarah Indonesia.

-000-

Ujar Denny, “Sila pertama demokrasi itu menyelenggarakan pemilu secara reguler. Rakyat berhak memilih dan mengganti pemimpinnya secara reguler lewat pemilu.

Tentu saja karena situasi darurat, pemilu dapat ditunda. Misalnya kasus yang terjadi di Ukraina saat ini.

Hanya untuk permisalan saja. Katakanlah ini sudah dijadwalkan jauh hari sebelumnya. Pemilu Ukraina secara reguler misalnya akan diselenggarakan 7 hari dari sekarang (11 Maret 2022). Masuk akal jika pemilu di negara itu ditunda.

Ukraina sedang diserang. Perang terjadi. Prioritas utama penduduk di sana untuk survival. Mustahil mereka bisa berencana menyelenggarakan pemilu seperti di era normal.

Suasana darurat memang dibolehkan menunda pemilu. Tapi itu haruslah alasan yang cukup, masuk akal, bisa diterima common sense seperti kasus Ukraina sekarang.”

Namun, sambung Denny JA, “Di Indonesia, menjadikan Covid- 19 untuk menunda pemilu di tahun 2024, dua tahun dari sekarang, itu justu bertentangan dengan data. Alasan itu ditolak oleh fakta yang sangat terang benderang.

Jelas sudah. Clear. Bukti menujukkan situasi covid-19 di Indonesia, juga di dunia justru sekarang semakin aman.

Denny menunjukan data. Di bulan Maret 2022, jumlah kematian karena Covid-19 bertambah sedikit. Denny merujuk data dari Worldometer.

Puncak kematian per hari di Indonesia terjadi di bulan Agustus 2021. Saat itu di Indonesia yang mati per hari sebanyak sekitar 2000 orang.

Tapi di bulan Febuari dan Maret 2022, , yang mati per hari karena covid sudah jauh, jauh, jauh menurun. Yang mati per hari hanya di bawah 500 orang.

Penyebabnya karena prosentase penduduk Indonesia yang divaksin sudah lebih banyak. Juga dari Worldometer, penduduk Indonesia hingga awal Maret 2022, yang sudah divaksin minimal sekali sebanyak 69 persen. Yang sudah divaksin dua kali sebanyak 50 persen.

Baca Juga :  Ugal-ugalan Ibu Kota Baru

Bahkan di tahun 2022, ini sudah menjadi trend dunia. Kita bersama memasuki era endemik. Covid-19 masih akan panjang bersama kita. Tapi ini babak akhir era pandemik, yang berubah menjadi endemik.

Yang tertular Covid-19 tetap banyak. Tapi yang mati karena Covid-19 jauh, jauh dan jauh lebih sedikit. Covid-19 akan menjadi sejenis flu. Yang tertular Flu saat ini juga sangat banyak. Tapi yang mati karena flu jauh lebih sedikit.

Di tahun 2022, Covid sudah melewati puncaknya. Apalagi di tahun 2024, dua tahun dari sekarang.

Tak masuk akal Covid-19 dijadikan alasan untuk menunda sila pertama demokrasi. Sila pertama reformasi. Yaitu pemilu yang diselenggarakan secara reguler.

Ujar Denny, “kondisi ekonomi juga tak pernah sah dijadikan alasan menunda ekonomi. Apalagi bahkan Menteri Keuangan dan Ekonomi Sri Mulyani menyatakan ekonomi Indonesia terus membaik.

-000-

Denny JA memberi saran. “Era media sosial merekam semua pernyataan politisi. Hendaknya para politisi berhati- hati jika berbicara di publik. Apalagi jika bermanuver untuk “makar” terhadap sila pertama demokrasi dan reformasi.

Para politisi itu yang seolah membela Jokowi justru sebenarnya menjerumuskan Jokowi. Sejarah justru akan paling menyalahkan Jokowi karena ia dianggap tak cukup berbuat (not doing enough) mencegah para pendukungnya bermanuver menunda pemilu.”

Denny juga mengutip hasil survei. Aneka survei sudah pula dibuat. Jelas hasilnya: mayoritas publik (65-80 persen) menentang penundaan pemilu.

Upaya politisi menunda pemilu dengan amandemen UUD 45 segera mendapatkan perlawanan publik. Akan terjadi kemarahan publik yang meluas karena merasa periode kekuasaan ingin dipanjang- panjangkan tanpa alasan memadai.

Perhatian kita untuk perang melawan Covid-19 segera terganggu oleh perlawanan rakyat melawan para politisi yang dianggap “makar” terhadap cita-cita reformasi.

Tegas Denny: “Superman sudah mati. Tak ada politisi yang sedemikian kuatnya dapat membungkam akal sehat dan rasa keadilan masyarakat luas.

Katakanlah para politisi itu berhasil mematahkan perlawanan rakyat, tapi sejarah terus bergerak. Di era politisi itu tak lagi berkuasa, rakyat akan membuat museum bagi mereka yang dianggap berkhianat dengan cita- cita reformasi.

Apakah pemilu tak boleh ditunda? Tegas Denny: Yess! Pemilu dilarang ditunda, kecuali jika ada alasan yang sangat darurat. Untuk kasus Indonesia saat itu, tak cukup alasan darurat menunda pemilu.

Upaya membenar- benarkan penundaan pemilu, atau menambah jabatan presiden tiga periode, hanya berakhir dengan skandal politik, pungkas Denny***

Sumber : Denny JA