in

Sosok Bang Harry di Mata Viva Yoga

Viva Yoga Mauladi (kanan) dalam salah satu kesempatan berfoto bersama Harry Azhar Aziz. FOTO: Ist

Kahminasional.com – Jakarta, Sabtu, 18 Desember 2021, adalah hari berduka bagi keluarga besar HMI, tak terkecuali Anggota Presidium MN KAHMI Viva Yoga Mauladi. Hari itu di mana keluarga besar HMI kehilangan kader terbaiknya, Harry Azhar Azis.

Bang Harry  sapaan akrabnya, adalah salah seorang Presidium MN KAHMI. Beliau juga Ketua/ Anggota Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI).

Viva Yoga Mauladi menuliskan kesannya terhadap sosok Bang Harry. Menurutnya, mantan Ketua Umum PB HMI itu telah selesai tugasnya di Bumi. Jejak langkah, Bang Harry, kata Viva Yoga, telah terhenti seiring nafas terakhirnya, yang lepas dari raga.

“Perjalanan Bang Harry untuk bertemu Tuhannya tidak dapat diceritakan kepada kita. Bersifat privat. Tapi saya yakin, Bang Harry akan menempuh jalan terang, tanpa hambatan. Bertemu dengan Tuhannya di rumah surgawi yang indah tiada tara,” tutur Viva Yoga.

Wakil Ketua Umum PAN ini berkisah pengenalannya dengan Bang Harry. Sejak aktif di HMI Cabang Denpasar, awal tahun 1990-an, Viva Yoga mengaku mengenal sosok politisi Partai Golkar itu. “Tapi lewat cerita senior dan ulasan di buku, terutama tentang cerita HMI menerima asas Tunggal Pancasila tahun 1985. Bang Harry adalah Ketua Umum PB HMI waktu itu,” papar Viva Yoga.

Kala itu, seluruh organisasi politik, kepemudaan, mahasiswa, dan kemasyarakatan, harus menerima Pancasila sebagai asas organisasinya. Kondisi internal HMI pun begitu panas, dinamis, dan heroik. Penuh konfliktual sehingga muncul gerakan HMI MPO (Majelis Penyelamat Organisasi).

Baca Juga :  Ariza Mau Munas KAHMI Berikutnya di Sulut, Ini Alasannya

“Salah seorang tokoh HMI MPO, salah satunya berasal dari HMI Cabang Denpasar, Jamaluddin Karim. Penuh pergulatan pemikiran dan aksi lapangan,” kenang Viva Yoga.

Pasca pengurus PB HMI, 2000-an, Viva Yoga berkesempatan bertemu Bang Harry di kantor Majelis Nasional KAHMI, Jalan Johar 1, Menteng, Jakarta Pusat. Bertemu pelaku sejarah asas tunggal di HMI.

Oleh Mbak Anieswati M Kamaluddin, Presidium MN KAHMI kala itu, Viva Yoga diminta untuk mendampingi Bang Harry, yang baru saja menginjak kembali Indonesia usai menyelesaikan kuliah S2 di Universitas Oregon dan S3 di Oklahoma State University, Amerika Serikat.

Selama 10 tahunan Bang Harry meninggalkan Indonesia untuk melanjutkan pendidikan, yang menjadi komitmen bersama kawan-kawannya untuk tidak masuk di politik.

“Kami kemudian membikin lembaga kajian, Institute for Transformation Studies (IntranS). Bergabung juga Alfan Alfian, Sadun, dan lainnya. Dari sinilah saya intensif bertemu dan diskusi dengan Bang Harry. Banyak cerita dan episode peristiwa,” tutur Viva Yoga.

Tentang proses konflik asas tunggal di HMI, Bang Harry banyak cerita dan mengungkapkan fakta-fakta sejarah.

“Saya bertanya ke Bang Harry. Beberapa pertanyaan yang pernah saya tanyakan juga  ke Pak Dahlan Ranuwihardjo, mantan Ketum PB HMI. Pak Dahlan Ranuwihardjo adalah tokoh HMI yang memindahkan kantor PB HMI dari Yogjakarta ke Jakarta, yang juga berasal dari Tentara Pelajar/ TP),” kata Viva Yoga.

Baca Juga :  Koorpres: Lebih Sulit Putuskan Tuan Rumah Munas XI KAHMI daripada Piala Dunia

Pertanyaan itu, apakah perdebatan asas yang berujung konflik internal bersifat ideologis atau administratif? Jika ideologis, apakah nilai Islam bertentangan/ tidak dengan nilai Pancasila sebagai ideologi negara?

Jika administratif, apakah pembahasan asas di sidang MPK, di Kopo Bogor, untuk menyusun draf materi kongres tidak sesuai AD ART/ tidak?

Jawaban Pak Dahlan dan Bang Harry, ujar Viva Yoga, adalah sama. Konflik tidak bersifat ideologis, tapi administratif saja. Tapi wacana publiknya dibawa ke ranah ideologis.

Bahkan, kata Bang Harry, “Gerakan HMI MPO tidak akan terjadi jika selaku Ketua Umum PB HMI, saya mengabulkan dan menuruti tuntutan ‘kawan-kawan itu’ untuk mereshufle sekjen, bendahara umum, ketua Bidang Pembinaan Aparat Organisasi (PAO), dan ketua Bidang Perkaderan dan Anggota (PA). Tapi saya tidak mau.”

“Yang dimaksud ‘kawan-kawan itu’ adalah inisiator gerakan HMI MPO. Itulah Bang Harry. Keras seperti cadas,” kenang Viva Yoga.

Karena tidak kunjung ada komitmen HMI menerima asas Pancasila, jadwal kongres tertunda. Seharusnya 1985 menjadi 1986. Sikap pemerintah yang otoriter, koersif, dan restriktif memicu konflik internal HMI.

Baca Juga :  Sesalkan Pembakaran Ponpes Lombok Timur, KAHMI Imbau Semua Pihak Menahan Diri

Bang Harry bertemu Bang Abdul Gafur, Menpora RI, untuk mempersiapkan Kongres HMI. Melalui Bang Abdul Gafur, pemerintah tetap kukuh tentang kebijakannya soal asas Pancasila.

“Harry, HMI harus menerima asas Pancasila di kongres. Kalau tidak, sampai kiamat HMI tidak boleh kongres,” cerita Bang Harry ke saya atas sikap Menpora itu.

“Saya sangat dilematis, Yoga. Sikap alumni HMI di pemerintahan juga pasti terancam jika HMI tidak menerima Pancasila. Saya menentang sikap kekuasaan yang sangat otoriter, melanggar demokrasi dan nilai kemanusiaan. Kalau HMI tidak menerima Pancasila, mungkin saja akan dibubarkan pemerintah,” kata Viva Yoga seperti yang diceritakan Bang Harry padanya.

Namun, ucapnya, di balik kerasnya sikap Bang Harry, ada nurani dan kelembutan hati untuk menata kepentingan keluarga besar HMI.

Buktinya terlihat di Kongres ke-16 HMI yang diselenggarakan di Padang, Sumatera Barat, 24-31 Maret 1986. Walaupun di kongres ini asas Islam diganti Pancasila, namun Islam dijadikan sebagai sumber nilai HMI.

“Nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI diganti Nilai Identitas Kader (NIK). Ganti bungkus saja. Isi tetap tak berubah,” papar Viva Yoga.

“Semoga Bang Harry damai dan bahagia dengan kehidupan barunya. Damai dan Bahagia di persinggahan terakhir di bumi, di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta,” doa Viva Yoga.

Sumber :