in

Menimbang Pindahnya Ibu Kota Negara (Bagian 2)

Alumnus HMI Cabang Palu, lulusan Universitet Lyon (Prancis) dan IPB, dosen Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Palu dan pengkaji pertimbangan lingkungan Program Food Estate, Muhammad Nur Sangadji. Foto Independensi.com
Alumnus HMI Cabang Palu, lulusan Universitet Lyon (Prancis) dan IPB, dosen Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Palu dan pengkaji pertimbangan lingkungan Program Food Estate, Muhammad Nur Sangadji. Foto Independensi.com

Oleh Muhammad Nur Sangadji, Alumnus HMI Cabang Palu, lulusan Universitet Lyon Prancis, dan IPB; Dosen Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Palu; serta Pengkaji Pertimbangan Lingkungan Program Food Estate

Seharusnya–alam bawah sadar saya mengatakan–saya menjuduli artikel bagian kedua ini Berharap Datangnya Sejahtera. Jadilah, judul ini tetap sekuel kedua: Menimbang Pindahnya Ibu Kota Negara. Bayangkan apabila Ibu Kota Negara Indonesia sudah resmi di Kalimantan, penerbangan dari Papua untuk mewakili Merauke dan penerbangan dari Aceh untuk mewakili Sabang, terasa seimbang. Sabang dan Merauke sengaja dipilih untuk menggambarkan keutuhan NKRI sebagai satu kesatuan yang kokoh. Lagu kebangsaan Dari Sabang sampai Merauke menyatakan itu.

Perasaan adil untuk kemudahan akses ke ibu kota negara tercipta. Paling tidak untuk daerah timur yang selama ini terasa timpang akibat jarak. Diksi sambung-menyambung menjadi satu itulah Indonesia makin terasa oleh jangkauan dan ibu kota menjadi perekat kebanggaan itu. Keterbukaan akses ini mendambakan lahirnya efektivitas dan efisiensi aliran barang dan jasa antarpulau Nusantara. Artinya, ekonomi biaya tinggi menemukan satu solusi yang memadai, yaitu jarak dan waktu.

Pertanyaannya, apa yang bakal berubah? Pasti relasi antarbirokrasi dan antara birokrasi dengan dunia usaha dan masyarakat. Di ibu kota baru ini akan tumbuh permukiman dan perumahan baru untuk menampung para birokrat pindahan dari Jakarta. Di sini juga akan muncul hotel, restoran, dan pusat-pusat belanja baru untuk interaksi dan transaksi baru. Penyediaan (supply) dan permintaan (demand) mengalami perubahan pola. Aliran barang dan jasa harian yang selama ini bertumpu di Jawa akan bergeser ke wilayah terdekat. Mungkin efeknya tidak mematikan produsen di Jawa, tetapi pasti menghidupkan produsen sekitar Kalimantan. Hal terpenting adalah perhitungan cermat terhadap daya dukung dan daya tampung untuk multisektor.

Baca Juga :  Menimbang Pindahnya Ibu Kota Negara (Bagian 1)

Efek Akseleratif
Berkait urusan rantai pasok, pulau-pulau terdekat bisa mengambil peran dan manfaat. Sulawesi dan khususnya Sulawesi Tengah termasuk yang terdekat. Selama ini, suplai barang berupa bahan baku pangan telah berlangsung. Kehadiran ibu kota baru dapat mengakselerasi dalam kecepatan serapan maupun kuantitasnya.

Daerah hinterland untuk ibu kota baru, yang selama ini dianggap tertinggal, dapat dipacu berkembang. Sulawesi dan Nusa Tenggara masuk dalam lingkaran pertama. Maluku dan Papua ada di lingkaran kedua. Ibu kota membutuhkan apa dan wilayah-wilayah ini memberikan apa atau sebaliknya dalam ikatan interkonektivitasnya.

Perlahan tetapi pasti, semua negara di dunia akan punya kantor kedutaan di Kalimantan. Itu artinya selain petinggi negaranya, rakyat dan usahawannya pasti berseliweran kian ke mari. Kebutuhan sekunder tetapi penting untuk komunitas ini adalah rekreasi. Ini akan menggairahkan sektor pariwisata. Kawasan pariwisata yang menjual keaslian ekologi dan kebudayaan bisa menjadi incaran. Bali, yang selama ini sudah terkenal, pastilah terus terjaga. Namun, objek baru, terutama di wilayah timur Indonesia, akan diserbu karena jangkauannya makin dekat. Bertemu dengan rasa ingin tahunya para petualangan mondial.

Baca Juga :  Ketika KAHMI Masuk Masjid Menjadi Gerakan

Atmosfir Baru Pembangun Optimisme
Sekarang tinggal berbenah dengan serius. Beberapa objek wisata yang sudah cukup populer bisa menjadi pemicu. Sebutlah Tana Toraja di Sulawesi Selatan, Raja Ampat di Papua, Kepulauan Togean dan Danau Poso di Sulawesi Tengah, serta objek wisata sejarah dan pulau-pulau kecil di Maluku dan Maluku Utara. Semua butuh energi saling support.

Dalam pariwisata itu, kekuatan promosi menjadi kata kunci. Namun, merawat potensi adalah substansi dan keamanan menjadi napas gerakannya. Promosi yang bagus dengan objek yang menarik tidak akan bermakna apa-apa apabila orang tidak merasa aman bepergian. Dan keamanan terbaik adalah keamanan partisipatif, yakni keamanan yang semua warga merasa bagian dari tanggung jawab mereka. Aparatur yang responsif bertemu dengan warga yang aktif (active citizenship) akan melahirkan keharmonisan yang berkelanjutan. Ini penting karena keamanan adalah penentu penghabisan.

Baca Juga :  Manuskrip Kuno tentang Perang Akhir Zaman (Bagian 1)

Belum lama ini ada peringatan perjalanan diterbitkan di situs web Departemen Luar Negeri AS bertanggal 25 April 2022. Ini adalah peningkatan kewaspadaan level 2 dari empat level peringatan. Warganya diingatkan untuk mempertimbangkan kembali bepergian ke Sulawesi Tengah dan Papua karena kerusuhan sipil. Demikian tertulis di Peringatan Perjalanan AS (diakses detik.com pada Kamis, 28 April 2022).

Kita pasti kaget, tetapi tak perlulah panik. Jadikanlah sebagai pemicu untuk berbenah dengan serius agar tujuan besar bernegara (la raison d’etre d’une nation) benar-benar terwujud, dirasakan manfaatnya oleh seluruh rakyat Indonesia. Di negeri yang aman, tentram, sejahtera, dan diridai Ilahi Rabbi (baldatun, thayyibatun wa Rabbun gafur).

Sumber :

Fatah S

Berkarier di industri media sejak 2010 dan menjadi penulis buku.