in

Komodifikasi Buah Lokal dan Peluang Mendongkrak Ekonomi Sulteng

Alumnus HMI Cabang Palu dan FISIP Untad Palu serta Pembina Indonesia Care, Iqbal Setyarso. Istimewa
Alumnus HMI Cabang Palu dan FISIP Untad Palu serta Pembina Indonesia Care, Iqbal Setyarso. Istimewa

Oleh Iqbal Setyarso, Alumnus HMI Cabang Palu dan FISIP Universitas Tadulako serta Pembina lembaga kemanusiaan Indonesia Care Jakarta

Sulawesi Tengah menjadi tempat Munas XI KAHMI. Insyaallah pada November 2022 mendatang. Panitia daerah (Tiara, sebutan untuk penyelenggara Munas di Palu) tentu tengah berjibaku menyukseskannya. Untuk itu, menyelenggarakan sejumlah langkah konsolidasi, baik konsepsi maupun gagasan-gagasan teknis. Salah satu wujudnya, menggelar diskusi via Zoom Meeting dengan sejumlah elemen alumni di beberapa daerah. Saya cuplik beberapa bagian seputar diskusi ini, khususnya tentang komodifikasi buah-buahan lokal sebagai salah satu ikhtiar meningkatkan ekonomi daerah dalam konteks Sulawesi Tengah.

Di antara perbincangan, ada yang menyinggung lontaran pertanyaan dari alumni HMI luar Sulteng. “Apakah sudah ada frozen pisang Sulawesi Tengah?” tanya seorang dari luar Kota Palu. Pertanyaan itu direspons Ketua FORHATI Sulteng, Rostiati Rahmatu. “Belum ada, tapi saya bisa siapkan. Saya siapkan pisang setengah matang, saya bungkus, dan saya berikan untuk antum,” jawab perempuan yang biasa disapa Kak Ros itu. Namun, tawaran itu kurang direspons penanya, Ros pun tidak melanjutkan tawaran itu. Meskipun dikatakannya sejumlah komoditas, khususnya pisang, telah menjadi objek riset mahasiswanya bahkan ada mahasiswanya sukses memasarkan produk buah dengan sentuhan teknologi.

Komoditas Unggulan
Saya pun menelusuri jejak digital tentang “pisang”. Disebutkan di sebuah situs web, pisang merupakan buah-buahan yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Pisang memiliki cita rasa yang enak, harganya murah, dan mudah diolah menjadi produk yang bernilai komersial. Di Indonesia, ada ratusan jenis pisang yang tumbuh dari Sabang sampai Merauke. Namun, potensi pisang yang besar ini belum dimanfaatkan secara maksimal untuk meningkatkan ekonomi Indonesia. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Fadjry Djufry menyampaikan, ada banyak jenis pisang di Indonesia dan amat variatif. “Pisang cavendish, barangan, pisang tanduk, raja emas, kepok tanjung, dan lain-lain. Masing-masing wilayah Indonesia memiliki karakteristik pisang berbeda-beda,” demikian kata Fadry.

Sebagai buah lokal Indonesia, khususnya Sulteng, berpotensi menjadikan pisang komoditas ekspor unggulan karena setiap tahun trennya meningkat. Demand-nya tidak hanya di Asia, termasuk di Jepang dan negara lain,” kata Fadjry lagi di forum Bincang Buah Tropika Online #SeriPisang yang digelar Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika (Balitbu Tropika), Rabu (28/4/2021).

Baca Juga :  Non-profit Wajib Merapat! Bantuan Senilai ±150jt Per Bulan Khusus Yayasan Non-profit

Rostiati mengungkap kesediaannya untuk berbagi pengetahuan, khususnya pisang, sekaligus berhasrat mentransformasi knowledge, baik dalam budi daya maupun pascapanennya. Apa yang ia ceritakan itu berkait dengan rencana empowering untuk peningkatan ekonomi lokal. Kekayaan buah-buahan lokal Sulteng dengan sentuhan teknologi, termasuk dengan teknologi sederhana (dan tepat guna), seharusnya digarap simultan untuk peningkatan ekonomi daerah ini.

Policy Pro Rakyat & Inisiatif Masyarakat
Disebutkan pula, Balitbangtan melalui Balitbu Tropika terus berupaya menghasilkan inovasi teknologi dan varietas-vatietas unggul. Salah satunya melalui convensional beeding telah menghasilkan pisang INA 03 yang tahan penyakit layu fusarium. Ini kerap disebut penyakit panama pada pisang, yang disebabkan Fusarium oxyporum f.sp cubense (FOC) dan merupakan penyakit paling berbahaya yang menyerang tanaman pisang dan menyebabkan kerugian lebih dari 35%.

Balitbangtan juga mendukung program Kementerian Pertanian (Kementan) dalam pembangunan kawasan hortikultura, seperti kampung pisang untuk pengembangan pisang dari hulu ke hilir, termasuk industri pengolahan pisang. “Produk turunan pisang masih banyak yang belum kita eksplor agar memberi nilai tambah,” kata Fadjry.

Kementan secara jelas mengeluarkan kebjakan, di antaranya membentuk kawasan buah bernilai ekonomi tinggi, sebagaimana dinyatakan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo. “Kita dorong adanya kerja sama antara Kementerian Pertanian, pemerintah daerah, dan perbankan. Ke depan, dapat dibentuk kampung manggis, kampung durian, dan sentra buah lainnya,” tegasnya. Jelas itu sebuah keberpihakan pro rakyat yang pantas didukung seluruh rakyat.

Disebutkan pula, Direktur Buah dan Florikultura, Liferdi Lukman, menjelaskan arah kebijakan Direktorat Jenderal Hortikultura tahun 2020-2024, yaitu meningkatkan daya saing hortikultura melalui peningkatan produksi, peningkatan akses pasar, dan ekspor didukung oleh sistem budi daya modern yang ramah lingkungan, berkelanjutan, serta peningkatan nilai tambah produk untuk peningkatan kesejahteraan petani.

Baca Juga :  Empat MW Paparkan Kesiapan Jadi Tuan Rumah Munas KAHMI

Untuk mengimplementasikan arah kebijakan tersebut, terangnya, ada tiga strategi pengembangan hortikultura 2021-2024, yaitu pengembangan kampung hortikultura (buah-buahan, sayuran, dan tanaman obat); penumbuhan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) hortikultura; serta memperkuat digitalisasi pertanian melalui pengembangan sistem informasi.

“Kampung buah adalah pengembangan komoditas buah-buah dalam wilayah administrasi terfokus dalam satu desa. Luasannya minimal 10 hektare per desa. Buah yang kita kembangkan adalah buah yang cocok, yang sesuai dengan agroekosistem di desa tersebut,” terangnya.

Menurut Liferdi, pihaknya akan mengalokasikan anggaran pembiayaan apabila masyarakat betul-betul serius dan antusias untuk melaksanakan kampung buah tersebut. Selain itu, harus ada dukungan dan komitmen tinggi dari pemerintah daerah setempat.

Salah satu contoh kisah sukses kampung buah adalah Kampung pisang berbasis korporasi di Tanggamus, Lampung, yang dikembangkan sejak 2017 dengan mengandeng PT Great Giant Pineapple (GGP). Awalnya, kampung pisang ini hanya seluas 10 hektare, sekarang sudah berkembang hampir 400 hektare dan dikelola 800 petani. Kampung pisang ini bisa berkembang karena konsep korporasi dengan menggandeng mitra industri.

Pada 2021, kampung pisang akan dikembangkan di Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tenggara (Aceh), Lampung Barat (Lampung), Cianjur dan Bogor (Jawa Barat), Grobogan (Jawa Tengah), dan Blitar (Jawa Timur) dengan luas keseluruhan 280 hektare. Selanjutnya, pengembangan kawasan pisang sebagai pendukung pengembangan pangan lokal di Minahasa (Sulawesi Utara), Bantaeng (Sulawesi Selatan), Mamuju Tengah (Sulawesi Barat), Halmahera Timur (Maluku Utara), serta Pulang Pisau dan Kapuas (Kalimantan Tengah).

Prospektif
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura, Bambang Sugiarto, mengatakan, produksi pisang di Indonesia pada 2020 sebesar 8.182.756 ton atau meningkat 12,4% dari tahun sebelumnya. Pisang merupakan komoditas unggulan ekspor Indonesia yang selalu didorong dalam kerja sama internasional. Potensi tujuan ekspor pisang Indonesia adalah Jepang, Timur Tengah, Malaysia, Korea, Belanda, China, Australia, dan China.

Nilai ekpor pisang terbesar ke Jepang, yaitu US$1,348 juta pada tahun 2020. Namun, share Indonesia di pasar Jepang hanya 0,16%. “Kami mohon penelitian terkait permasalahan kenapa kita tidak mampu bersaing ke Jepang. Selain harga, juga karena faktor lalat buah. Ini menjadi kendala dalam mengekspor pisang, padahal Jepang pasarnya sangat bagus,” terangnya.

Baca Juga :  Public Ethics Management

Untuk mendorong peningkatan ekspor pisang, Bambang berharap, pengembangan 71 kawasan hortikultura pisang seluas 1.300 hektare diarahkan untuk tujuan ekspor. Pengembangan kawasan pisang tersebut harus didorong untuk menggunakan pestisida hayati agar bisa dikendalikan sejak awal sehingga tidak ada bahan kimia pada pisang dan bebas dari lalat buah.

Pihaknya juga mendorong pengembangan pisang-pisang khusus, misalnya pisang raja, barangan, raja bulu, pisang mas kirana, dan lain-lain. Menurut Bambang, salah satu kendala mengapa pisang barangan tidak bisa masuk pasar internasional karena ada bintik-bintik sehingga kurang disukai, padahal rasanya sangat enak. Untuk itu, ia berharap, Balitbu Tropika melakukan penelitian untuk menghilangkan bintik-bintik pada pisang barangan.

Pada kesempatan berbeda, Luthfiany Azwawie, Head of Product Management and Marketing PT Sewu Segar Nusantara (PT SSN), memaparkan prospek pemasaran pisang untuk pasar modern dan tradisional. PT SSN merupakan perusahaan distribusi dan pemasaran buah-buahan segar di Indonesia dengan merek Sunpride.

Mengingat demikian besar prospek komoditas buah ini, secara nasional Indonesia yang telah menggaungkan Tahun Buah dan Sayur Internasional (pada tahun lalu, 2021), perlu melihatnya sebagai kesungguhan pemerintah. Di sisi lain, prospek ini perlu menjadi stimulan masyarakat untuk menangkap ini sebagai jalan mendongkrak ekonomi rakyat Sulteng dan rakyat Indonesia pada umumnya. Mungkin tak terlalu kencang gaung Tahun Buah dan Sayur Internasional ini. Melaluai peran intelektual pertanian–salah satunya Universitas Tadulako–kembali digaungkan di Munas KAHMI.

Selamat menyantap buah lokal dan sayuran segar produksi masyarakat Palu dan sekitarnya. Lewat ajang ekspo UMKM–sebagai fasilitas yang didedikasikan panitia Munas KAHMI–masyarakat bisa memanfaatkannya sekaligus sebagai ajang exposing produk buah dan sayuran khas Sulteng.

Sumber :

Fatah S

Berkarier di industri media sejak 2010 dan menjadi penulis buku.