in ,

Tiga Tahap Penyederhanaan Birokrasi Pemkab Gowa

Bupati Gowa yang juga Sekretaris Jenderal APKASI, Adnan Purichta Ichsan (kiri), dalam Kajian Reboan #14 bertema "Reformasi Birokrasi; Harapan, Tantangan, dan Problematika Penyetaraan Jabatan Struktural dan Fungsional ASN" pada Kamis (3/2/2022). Tangkapan layar Zoom/LMD MN KAHMI
Bupati Gowa yang juga Sekretaris Jenderal APKASI, Adnan Purichta Ichsan (kiri), dalam Kajian Reboan #14 bertema "Reformasi Birokrasi; Harapan, Tantangan, dan Problematika Penyetaraan Jabatan Struktural dan Fungsional ASN" pada Kamis (3/2/2022). Tangkapan layar Zoom/LMD MN KAHMI

Kahminasional.com, Jakarta – Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Gowa, Sulawesi Selatan (Sulsel), telah melakukan penyederhanaan birokrasi.

Dalam Kajian Reboan #14, Bupati Gowa, Adnan Purichta Ichsa, menyatakan, ada tiga tahap yang dilakukan pihaknya. Pertama, menyederhanakan struktur organisasi.

“Seperti tertuang dalam Permenpan RB 25/2021,” katanya dalam webinar “Reformasi Birokrasi; Harapan, Tantangan, dan Problematika Penyetaraan Jabatan Struktural dan Fungsional ASN” yang digelar Lembaga Kajian Strategis MN KAHMI, Kamis (3/2).

Dalam tahap ini, ungkap Adnan, sebanyak 296 jabatan eselon IV (85,06%) di Pemkab Gowa sudah dialihkan ke jabatan fungsional.

“Ini untuk percepat penyederhanaan birokrasi seperti semangat yang disampaikan Bapak Presiden,” jelas Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) itu.

Baca juga: Bupati Gowa soal Reformasi Birokrasi ala Jokowi: Sesuai Perkembangan Zaman

Kedua, penyetaraan jabatan dari struktural ke fungsional sesuai Permenpan RB 17/2021.

“Kami sudah lantik 260 pejabat fungsional pada 31 Desember 2021,” ujar politikus Partai Demokrat itu.

Baca Juga :  Penyetaraan ASN, Pemkab Gowa Temukan Tiga Masalah

Terakhir, tambah Adnan, Pemkab Gowa sedang menyusun mekanisme kerja pasca-penyetaraan jabatan.

Selain sesuai instruksi Presiden, menurutnya, penyederhanaan birokrasi juga bertujuan menjawab tantangan zaman.

Baca juga: Ada Masalah Hukum dalam Kebijakan Penyetaraan Birokrasi Jokowi

Pangkalnya, mayoritas penduduk Indonesia saat ini didominasi generasi milenial, generasi Z, dan generasi Alpha. Mereka memiliki karakter yang berbeda dengan pendahulunya, baby boomer dan generasi X.

Tantangan Birokrasi
Meskipun demikian, terang Adnan, terdapat beberapa tantangan dalam melakukan reformasi birokrasi. Pertama, teknologi dan era society 5.0.

“Sekarang kita semua menuju digitalisasi. Kita bersyukur ada pandemi Covid-19. Salah satu hikmahnya adalah semua orang katakan industri 4.0, tapi implementasi masih jauh. Tapi, begitu ada pandemi Covid-19, kita semua dipaksa untuk menuju revolusi industri 4.0 dan sekarang sudah berjalan,” tuturnya.

Baca Juga :  Resmi Dibuka, Pendaftaran Pekan Olahraga Pra-Munas KAHMI & Dies Natalis Ke-75 HMI

Tantangan berikutnya, milenial dan pandemi Covid-19.

Adnan menambahkan, ada tiga indikator untuk mewujudkan birokrasi berkelas dunia pada 2024. Yakni, melakukan transformasi secara struktural, kultural, dan digital.

Berikutnya, adaptasi dalam kebijakan dan kompetensi. Terakhir, mengadopsi sistem dan teknologi.

“Daerah yang mau melakukan reformasi birokrasi dan mampu kategori birokrasi kelas dunia 2024 harus memenuhi tiga indikator ini,” ucapnya.

Transformasi Birokrasi
Perkembangan zaman lalu menuntut adanya transformasi birokrasi. Sebelumnya, organisasi pemerintahan diciri-cirikan dengan hierarki yang panjang, bersifat top-down, instruksi yang detail, bermental silo atau fokus pada “kotak dan garis”.

Baca juga: Koorpres KAHMI: Good Governance Harus Diwujudkan Secara Serius

Saat ini, lanjut Adnan, birokrasi harus menjadi organisasi yang fleksibel. Karakteristiknya, perubahan cepat dan sumber daya fleksibel.

Kedua, kerja tim yang bertanggung jawab pada hasil. Ketiga, kepemimpinan yang mampu mengarahkan dan menggerakkan.

Baca Juga :  Bupati Gowa soal Reformasi Birokrasi ala Jokowi: Sesuai Perkembangan Zaman

“Kepala Dinas tidak boleh hanya duduk di kursinya. Dia harus mampu mengarahkan dan menggerakkan,” tegasnya.

Terakhir, harus fokus pada aksi, bukan “kotak dan garis”.

Perubahan struktur tersebut, diakui Adnan, menyebabkan adanya jetlag antara pegawai lama yang milenial dengan para senior, umumnya baby boomer dan generasi X.

“Masih adanya resistensi dan kekhawatiran yang berlebihan bagi pihak yang enggan berubah, tidak mau keluar dari zona nyaman karena sudah ‘mendarah daging’,” bebernya.

Oleh karena itu, Adnan mendorong pemerintah pusat menurunkan persyaratan suatu jabatan agar lebih mudah ditempati para aparatur milenial. Dengan begitu, transformasi birokrasi dapat lebih mudah terwujud.

“Kami harapkan ke depan syarat kepala dinas diturunkan,” pintanya. “Sehingga ini terjadi persaingan di dalam memberikan inovasi dalam pelayanan kepada seluruh lapisan masyarakat sehingga yang tidaknya enggak mau berubah mau berubah karena pesaingnya banyak.”

Sumber :

Fatah S

Berkarier di industri media sejak 2010 dan menjadi penulis buku.