in ,

Ombudsman Temukan Malaadministrasi Tata Kelola-Pengawasan Izin Hutan

Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto (tengah), saat penyerahan Hasil Kajian Sistemik Tata Kelola dan Pengawasan IPPKH/P2KH di Gedung ORI, Jakarta, pada Kamis (6/1/2022). Dokumentasi Ombudsman
Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto (tengah), saat penyerahan Hasil Kajian Sistemik Tata Kelola dan Pengawasan IPPKH/P2KH di Gedung ORI, Jakarta, pada Kamis (6/1/2022). Dokumentasi Ombudsman

Kahminasional.com, Jakarta – Ombudsman Republik Indonesia (ORI) telah rampung menyusun Kajian Sistematik Tata Kelola dan Pengawasan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) atau Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (P2KH) dan Pengawasan yang Integratif.

“Maksud dan tujuan dari kajian ini adalah untuk memperoleh penjelasan mengenai alur proses IPPKH/P2KH dari penerbitan sampai pada pengawasan terhadap IPPKH/P2KH dari pemberi izin serta tanggung jawab atas kewajiban dari pemegang P2KH,” ujar Anggota ORI, Hery Susanto, dalam keterangan tertulis, Kamis (6/1).

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), ORI mencatat, jumlah IPPKH yang diterbitkan meningkat setiap tahunnya, terutama kegiatan pertambangan dan non-pertambangan. IPPKH yang terbit pada 2018 sebanyak 49.235.50, lalu menjadi 66.311.87 pada 2019, 81.224.47 pada 2020, dan pada 2021 sebanyak 104.401.71.

Hery menambahkan, temuan ORI tentang IPPKH dalam hasil kajian terdiri dari aspek tata kelola dan pengawasan. Dalam aspek tata kelola, didapati setidaknya lima potensi malaadministrasi, yakni penundaan berlarut dalam IPPKH, tidak seragamnya persyaratan permohonan rekomendasi gubernur mengenai IPPKH, serta kurangnya aksesbilitas informasi proses permohonan IPPKH dan belum optimalnya penggunaan sistem Online Single Submission (OSS) IPPKH/P2KH.

Baca Juga :  Bupati Asahan Siap Dikritik KAHMI demi Pembangunan Daerah

Kemudian, belum adanya penyebarluasan informasi geopasial tematik (IGT) kehutanan terkait peta IPPKH dalam kebijakan satu peta (KSO) dan informasi waktu nyata (realtime) kuota IPPKH. Terakhir, sosialisasi yang belum menyeluruh soal perubahan kebijakan dan prosedur teknis pada kebijakan yang baru.

“Sedangkan dalam aspek pengawasan, Ombudsman RI menemukan adanya alokasi anggaran yang tidak memadai dan potensi hasil pengawasan yang tidak indepeden, adanya keterbatasan sumber daya manusia (SDM) petugas pengawas sehingga memperlama prosedur telaah kawasan, dan kendala pelaksanaan kewajiban terutama rehabilitasi daerah aliran sungai (DAS),” tuturnya.

“Hal ini terjadi karena beberapa kendala, yaitu penyediaan lahan rehabilitasi, jangka waktu penilaian yang diniliai terlalu singkat, serta kurang optimalnya tugas dan kewenangan BPDASHL (Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung) dalam pengawasan,” sambung Ketua Bidang Kesehatan Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) ini.

ORI lantas memberikan hasil kajian statistik tersebut, termasuk sejumlah saran, kepada lima instansi terkait di Ruang Abdurahman Wahid, Gedung Ombudsman, Jakarta, beberapa saat lalu. Lima instansi tersebut adalah KLHK, Kementerian Investasi/BKPM, Badan Informasi Geopasial (BIG), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Baca Juga :  Ismail Wahid Terpilih sebagai Koorpres KAHMI HST

“Ombudsman RI memberikan saran perbaikan/tindakan korektif kepada lima kementerian agar dapat ditindaklanjuti selama 30 hari kerja,” tandasnya.

Penyerahan hasil kajian sistemik dihadiri Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM, Yuliot; Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK, Ruandha Agung Sugardiman; dan Direktur PNBP SDA dan Kekayaan Negara Dipisahkan Kemenkeu, Kurnia Chairi.

Berikut rekomendasi ORI kepada masing-masing instansi:
1. KLHK dan Kementerian Investasi/BKPM
– Menetapkan persyaratan yang spesifik, mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan sesuai ketentuan berlaku soal P2KH yang dituangkan dalam standar operasional prosedur (SOP) pada setingkat provinsi melalui DMPTSP.
– Melakukan harmonisasi SOP, terutama mengenai jangka waktu pelayanan terkait pertimbangan teknis dan telaah fungsi kawasan dalam rangka intergrasi dan transformasi menisme perizinan ke sistem OSS.
– Melakukan percepatan proses tranformasi dan intergrasi IPPKH/P2KH ke dalam ISS yang dapat diakses secara transparan dan mudah oleh pemohon.
– Mempercepat tahapan sosialisasi terkait teknis pelayanan P2KH berdasarkan ketentuan dan kebijakan yang baru ditunjuk bagi pelaksana di lapangan.

Baca Juga :  Empat Pesan Ariza untuk KAHMI-FORHATI Maluku

2. KLHK dan BIG diminta berkoordinasi secara intensif dalam melakukan percepatan penyediaan dan penyebarluasan IGT Peta IPPKH.

3. KLHK dan Kemenkeu diminta berkoodinasi secara intensif dalam menyediakan kembali alokasi dana dekonsentrasi yang memadai bagi Dinas Kehutanan.

4. KLHK dan Kementerian ESDM
– Melakukan evaluasi dan pemantauan efektivitas pelaksanaan MoU/Nota Kesepakatan Peningkatan Koordinasi Pelaksanaan Tugas Bidang Lingkungan dan Kehutanan dan Bidang ESDM.
– Menindaklanjuti MoU dengan membuat rencana kerja per bidang guna memperkuat koordinasi dan kolaborasi mengenai sharing data kewilayahan.

5. KLHK
– Memperjelas makna kalimat sumber dana lain yang tidak mengikat pada Pasal 415 ayat (2) dan 418 ayat (4) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor 7 Tahun 2021.
– Menyusun rencana strategi dengan melakukan koordinasi dan rekonsiliasi serta permutakhiran data IPPKH/P2KH beserta kewajiban yang melekat di dalamnya.
– Meningkatkan kepatuhan pemegang IPPKH/P2KH untuk melaksanakan penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS dengan optimasi tugas kewengan dan dimiliki BPDASHL.

Sumber :

Fatah S

Berkarier di industri media sejak 2010 dan menjadi penulis buku.