Shamsi Ali Arsip - KAHMI Nasional https://www.kahminasional.com Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam Sat, 20 Apr 2024 13:50:58 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.5.2 https://www.kahminasional.com/assets/img/2021/11/favicon-kahmi-nasional-48x48.png Shamsi Ali Arsip - KAHMI Nasional https://www.kahminasional.com 32 32 202918519 Islam dan hak asasi manusia https://www.kahminasional.com/read/2024/04/20/9617/islam-dan-hak-asasi-manusia/ Sat, 20 Apr 2024 13:50:58 +0000 https://www.kahminasional.com/?p=9617 Oleh Shamsi Ali, Direktur Jamaica Muslim Center New York Hari Kamis, 18 April 2024 kemarin, saya diundang untuk menjadi salah seorang pembicara dalam sebuah diskusi panel tentang hak-hak dasar (human rights) kaum Uighur di China. Acara bertemakan “Disrupting Uighur Genocide” ini diadakan selama dua hari dengan pembahasan di semua aspek yang dianggap perlu. Sejarah Uighur, […]

Artikel Islam dan hak asasi manusia pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
Oleh Shamsi Ali, Direktur Jamaica Muslim Center New York

Hari Kamis, 18 April 2024 kemarin, saya diundang untuk menjadi salah seorang pembicara dalam sebuah diskusi panel tentang hak-hak dasar (human rights) kaum Uighur di China. Acara bertemakan “Disrupting Uighur Genocide” ini diadakan selama dua hari dengan pembahasan di semua aspek yang dianggap perlu. Sejarah Uighur, politik China dan dunia global, aspek ekonomi, hingga ke aspek media, khususnya media sosial. Saya dan beberapa tokoh agama Abrahamic (Islam, Kristen, dan Yahudi) menjadi pembicara dalam sesi yang membicarakan peranan komunitas dan tokoh-tokoh agama dalam membela hak-hak asasi kaum Uighur.

Selain aktivis, akademisi, serta tokoh-tokoh agama dan masyarakat, acara ini juga dihadiri para aktivis komunitas Uighur di Amerika, termasuk beberapa mantan korban :kamp-kamp konsentrasi China. Beberapa peserta di antaranya bahkan datang dari Eropa, seperti Jerman dan Inggris.

Yang menarik adalah mayoritas peserta yang hadir adalah komunitas Yahudi. Apalagi, acara ini dilaksanakan di 92nd Y (Lexington & 92nd Street) di Manhattan, New York. 92nd Y dikenal sebagai pusat komunitas Yahudi yang sarat dengan edukasi dan kultur. Saya sendiri pernah diundang menjadi pembicara di tempat ini dalam sebuah diskusi tentang prospek relasi Yahudi-Islam. Diskusi itulah yang sesungguhnya menjadi trigger utama diterbitkan buku kami, Sons of Abraham: Issues that Unite and Divide Jews and Muslims.

Suasana yang kental dengan keyahudian ini menjadikan presentasi saya kental dengan isu human rights (HAM) dan human dignity (karamah insaniah). Walaupun moderator berkali-kali mengingatkan segala permasalahan yang ada di dunia, kiranya setiap pembicara harus fokus pada isu-isu kemanusiaan kaum Uighur dan tidak menjalar ke mana-mana. Namun demikian, nurani saya tidak bisa dibohongi dan ditekan. Karenanya, presentasi saya sarat dengan relevansi hak-hak dasar bangsa Palestina saat ini.

Pertanyaan yang mendasar dalam diskusi panel itu adalah apa alasan utama sehingga agama/keyakinan Anda memperjuangkan HAM dan kemuliaan manusia? Lalu, apa yang seharusnya komunitas, khususnya tokoh-tokoh agama, lakukan untuk memastikan HAM dan kemuliaan manusia terjaga?

Dalam presentasi yang cukup singkat itu, saya sampaikan beberapa dasar urgensi HAM dan kemuliaan manusia menjadi sangat penting dalam ajaran Islam. Pertama, didasarkan kepada dua aspek relasi keagamaan dalam Islam, hablun minallah dan hablun minannas.

Saya melihat aspek hablun minallah merupakan penekanan pada penjagaan hak-hak vertikal (dengan pencipta), sedangkan hablun minannas menekankan penjagaan hak-hak horizontal (dengan sesama makhluk, khususnya manusia). Sehingga, beragama yang benar adalah ketika agama memproteksi kedua aspek hak-hak itu.

Kedua, diyakini bahwa setiap manusia merupakan representasi dari fitrah (kesucian) Dia Yang Mahasuci. Manusia diciptakan di atas fitrah dan terlahirkan dengan identitas dasar fitrah. Karenanya, menghargai manusia merupakan perhargaan kepada Tuhan. Merendahkannya juga merupakan perilaku merendahkan Tuhan.

Ketiga, Islam mengajarkan bahwa setiap manusia secara inheren (mendasar) diberikan kemuliaan (karamah) oleh Allah: “Sungguh Kami (Allah) muliakan anak cucu Adam (Al-Qur’an)”. Karenanya, hak kemuliaan manusia (karamah insaniah) tidak boleh diambil dan direndahkan oleh siapa pun.

Keempat, sesungguhnya semua manusia terlahir dengan jaminan kebebasan. Islam mengajarkan kebebasan sebagai dasar dari keberagamaan. Keyakinan kita kepada laa ilaaha illallah secara esensi mengajarkan bahwa supremasi dan pengagungan itu tunggal, hanya kepada Allah Swt. Tauhid adalah dasar dari segala kebebasan, termasuk kebebasan dari perbudakan sesama makhluk, kebebasan dalam keyakian agama dan ibadah, kebebasan berbicara dan berekspresi, bahkan kebebasan dari hawa nafsu diri sendiri.

Kelima, Islam juga mengajarkan hak hidup dan kepemilikan (al-milkiyah), termasuk di dalamnya hak waris. Sejujurnya semua ini menjadi keunikan Islam karena semuanya diatur secara jelas dalam agama. Satu hal yang istimewa dalam Islam bahwa kepemilikan itu mencakup untuk pria dan wanita. Hak memiliki properti wanita, misalnya, telah disyariatkan jauh sebelum wanita di Barat memilki hak itu.

Keenam, Islam juga mensyariatkan hak berasosiasi. Salah satu terjemahan dari kata asosiasi selain hak berorganisasi adalah hak manusia dalam asosiasi kebangsaan (nationality). Maka, setiap manusia sesungguhnya memiliki hak untuk memilik bangsa (belong to a nation) dengan negara yang berdaulat.

Poin terakhir inilah barangkali yang cukup mengagetkan bagi sebagian yang hadir, khususnya mereka yang beragama Yahudi dan mendukung Israel. Saya tekankan pada aspek ini bahwa hak berbangsa dan bernegara menjadi hak dasar yang sama untuk semua manusia, termasuk bangsa Palestina.

Saya cukup sadar bahwa menyebut kata Palestina dengan nuansa dukungan di sebuah tempat seperti 92nd Y bagaikan melempar sepotong daging di kandang harimau. Saya mempersiapkan diri untuk merespons jika ada umpan balik (feedback) yang boleh jadi kurang menyenangkan. Namun, hingga diskusi berakhir, tak seorang pun yang merespons, baik di kalangan panelis maupun peserta.

Konferensi dua hari yang dimaksudkan mendukung hak-hak dasar kaum Uighur itu tentu saya sangat apresiasi. Apalagi, memang komunitas Uighur adalah komunitas yang sangat terisolasi dan mengalami kejahatan yang parah. Konon kabarnya, masyarakat Yahudi banyak membela kaum Uighur karena mengingatkan mereka dengan kamp-kamp konsentrasi Nazi di Eropa ketika itu.

Sayang, ketika sudah bersentuhan dengan Israel, seolah rasa empati dan kemanusiaan menjadi tidak perlu bagi bangsa Palestina. Sebegitu istimewakah Israel?

Artikel Islam dan hak asasi manusia pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
9617
Ramadan sebagai bulan transformasi (5) https://www.kahminasional.com/read/2024/03/30/9576/ramadan-sebagai-bulan-transformasi-5/ Fri, 29 Mar 2024 22:31:26 +0000 https://www.kahminasional.com/?p=9576 Oleh Shamsi Ali, Direktur Jamaica Muslim Center New York Seringkali kita mengasosiasi keutamaan Ramadan dengan bulannya. Padahal, semua rentang waktu itu, dari menit ke jam, jam ke hari, hari ke minggu dan bulan, semuanya sama di mata Allah. “Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ada 12 bulan. Empat bulan di antaranya adalah bulan-bulan Muharam (dilarang […]

Artikel Ramadan sebagai bulan transformasi (5) pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
Oleh Shamsi Ali, Direktur Jamaica Muslim Center New York

Seringkali kita mengasosiasi keutamaan Ramadan dengan bulannya. Padahal, semua rentang waktu itu, dari menit ke jam, jam ke hari, hari ke minggu dan bulan, semuanya sama di mata Allah. “Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ada 12 bulan. Empat bulan di antaranya adalah bulan-bulan Muharam (dilarang melakukan perang).”

Keutamaan bulan Ramadan ada pada bagaimana respons dan perilaku (behaviors) kita padanya. Apakah direspons secara positif dan sepenuh hati atau dibiarkan berlalu tanpa respons positif dan setengah hati dalam menjalankan amalan-amalan ritual yang ada (puasa, kiam, dan lain-lain). Apalagi, menjadikannya sebagai momentum transformasi atau perubahan mendasar dalam kehidupan nyata.

Keenam, transformasi sosial. Kita meyakini Islam bukan sekadar agama (religion). Islam bukan sekadar sistem yang penuh dengan amalan-amalan ritual pemuas batin semata. Namun, sebagai diin atau sistem dan petunjuk hidup yang sempurna dan menyeluruh. Islam hadir selain sebagai tuntunan hidup individual, juga menjadi tuntunan kehidupan sosial kolektif (jemaah).

Pada tataran ini, kehidupan sosial yang kita maksud adalah kehidupan yang menyangkut acuan/aturan dalam menjalankan kehidupan pada aspek muamalat: Islam itu selain hadir untuk menuntun manusia di dalam rumah-rumah ibadah saat Ramadan atau bulan lainnya, juga hadir untuk menuntun manusia agar menjalani hidupnya di pasar, supermarket, hingga di parlemen dan istana negara.

Sesungguhnya pada aspek muamalat inilah nilai akhlak (moral behaviors) menjadi sebuah keharusan. Kejujuran dan amanah dalam kehidupan sosial ini menjadi salah satu karakteristik orang-orang yang beriman (QS Al-Mukminun ayat 8). Kejujuran dalam berbisnis menjadi jalan kebaikan dan kemuliaan dunia-akhirat (attaajiru as-shoduuq). Demikian seharusnya Islam menjadi tuntunan dalam menjalankan kehidupan muamalat kita.

Pada tataran inilah puasa Ramadan hadir sebagai momen penting untuk melakukan transformasi itu: melakukan pembenahan kebiasaan dan perilaku muamalat ke arah yang lebih benar dan baik. Jika selama ini dalam berbisnis seringkali tidak jujur, maka bulan Ramadan adalah masa untuk melakukan self transformation, menjadi pribadi dengan karakter kejujuran, termasuk dalam niaga dan bisnis.

Koneksi rasional antara puasa dan perubahan mendasar atau transformasi sosial ini ada pada esensi puasa: menahan. Orang berpuasa berjuang menahan diri dari makan, minum, dan hal lain yang membatalkan puasa. Namun, esensi menahan (imsak) di sini adalah menahan diri dari kecenderungan hawa nafsu yang seringkali tak terkendalikan. Nafsu yang tak terkendalikan inilah yang kemudian berakibat kepada ragam transgresi (thughyaan) dalam kehidupan. Thughyaan ini pulalah yang membawa kepada ragam kerusakan (zhaharal fasaadu) dan penderitaan (jahiim) dalam kehidupan.

Dengan puasa di bulan Ramadan, seorang muslim melakukan kontemplasi/perenungan serta introspeksi (muhasabah), termasuk dalam perilaku sosialnya (social behaviors) yang dilakukan selama ini: apakah sudah sesuai dengan ajaran Allah dan Rasul-Nya dan bermanfaat bagi dirinya dan orang-orang di sekitarnya atau sebaliknya, justru melenceng dari ajaran dan tuntunan Rasul-Nya bahkan membahayakan bagi dirinya dan lingkungannya?

Diakui atau tidak, kita hidup dalam dunia yang penuh dengan thughyaan. Semua itu disebabkan oleh kerakusan hawa nafsu yang tak terkontrol. Berbagai pelanggaran, baik hukum maupun etika (moral), diakibatkan oleh kerakusan itu.

Pada tataran nasional, kita melihat kerakusan-kekuasaan itu, misalnya, terwujud dengan kecenderungan membangun dinasti melalui perilaku nepotisme dan pelanggaran etika. Semua ini masuk dalam kategori pelanggaran muamalat yang harus ditransformasi. Jika tidak, maka akan menjadi norma yang berakhir pada karakter bangsa.

Pada tataran global, thughyaan juga terjadi hampir dalam segala skala kehidupan. Secara ekonomi, dunia kapitalis menghalalkan segala cara dengan ragam manipulasi alam demi memenuhi kerakusan hawa nafsunya. Selain semakin memperbesar jurang pemisah antara yang kaya dan miskin, dunia maju (norther nations) dan dunia ketiga (southern nations), juga semakin memperparah kerusakan lingkungan yang semakin mengkhawatirkan.

Di sinilah Islam dan puasa Ramadan harus menjadi momentum untuk melakukan perenungan dan transformasi. Semua bermula dari penataan hati dan jiwa yang berdampak positif pada perilaku dan karakter manusia. Dengan menata hati dan memperkuat spiritulitas melalui puasa Ramadan, hawa nafsu akan secara efektif terkendalikan untuk diarahkan kepada nilai dan orientasi positif konstruktif.

Ini pula salah satu makna dari firman Allah: “Dan barang siapa yang takut akan maqaam (kebesaran) Tuhannya dan menahan diri dari dorongan hawa nafsunya, maka sesungguhnya jannah yang menjadi tujuan akhirnya” (An-Nazi’at). Jannah di sini selain surga di akhirat kelak, juga kedamaian dan kebahagiaan di dunia yang sementara ini. Semoga!

Artikel Ramadan sebagai bulan transformasi (5) pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
9576
Ramadan sebagai bulan transformasi (4) https://www.kahminasional.com/read/2024/03/26/9539/ramadan-sebagai-bulan-transformasi-4/ Mon, 25 Mar 2024 20:15:30 +0000 https://www.kahminasional.com/?p=9539 Oleh Shamsi Ali, Direktur Jamaica Muslim Center New York Umat Islam meyakini bahwa Islam adalah agama yang mencakup segala aspek dan lini kehidupan manusia. Menyentuh kehidupan material-fisika, batin-rohaniah, hingga ke pemikiran dan intelektualitas. Islam juga mencakup kehidupan individual (fardi) dan kolektif (jama’ai). Intinya, Islam adalah agama yang syamil, kaamil, dan mutakaamil (sempurna, lengkap dan saling […]

Artikel Ramadan sebagai bulan transformasi (4) pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
Oleh Shamsi Ali, Direktur Jamaica Muslim Center New York

Umat Islam meyakini bahwa Islam adalah agama yang mencakup segala aspek dan lini kehidupan manusia. Menyentuh kehidupan material-fisika, batin-rohaniah, hingga ke pemikiran dan intelektualitas. Islam juga mencakup kehidupan individual (fardi) dan kolektif (jama’ai). Intinya, Islam adalah agama yang syamil, kaamil, dan mutakaamil (sempurna, lengkap dan saling melengkapi), sebagaimana sering diekspresikan oleh para ulama kita.

Kelima, transformasi akliah. Salah satu hal penting yang menjadi perhatian Islam adalah aspek akliah (pemikiran, intelektuliatas, dan keilmuan) manusia. Bahkan, sesungguhnya sisi ini, dalam ajaran Islam, menjadi fondasi bagi semua segmen kehidupan. Keimanan (keyakinan) pun, dalam pandangan Islam, mutlak terbangun di atas keilmuan yang benar. Hanya dengan keilmuan yang benar, akidah dan implementasinya dalam ubudiah dan muamalat akan benar dan diterima di sisi Allah Swt.

Di awal seri tulisan ini ditekankan bahwa akliah menjadi fondasi terjadinya transformasi dalam segala aspek kehidupan manusia karena sesungguhnya esensi terpenting dari akliah adalah mindset (cara pandang) kemanusiaan kita. Cara pandang yang benar akan terjadi upaya perubahan mendasar ke arah kehidupan yang benar pula. Hitam putihnya arah hidup (life orientation) pada umumnya diwarnai cara pandang seseorang.

Dalam perspektif Islam, sesungguhnya hal ini begitu sesuatu yang baru. Rasulullah saw sendiri memulai tugas mulia kerisalahan (kerasulan) dengan perintah membaca (iqra). Iqra di sini bukan sekadar membaca huruf-huruf Al-Qur’an, melainkan “buka pikiranmu, perluas wawasanmu, jauhkan pandanganmu, dan perdalam pemahamanmu”.

Dalam dunia keilmuan, sebenarnya iqra menjadi fondasinya. Membaca adalah langkah pertama dari perjalanan panjang keilmuan. Maka, segalanya bermula dari bacaan, yang dalam bahasa Al-Qur’an, memakai beberapa bentuk terminologi. Selain iqra, juga memakai kata tilawah (utlu maa uhiya ilaika min Kitaabi Rabbik). Kedua kata itu memiliki makna “membaca” dengan konotasi yang berbeda.

Semua konotasi bacaan, baik qira’ah maupun tilawah, ini menjadi hal penting untuk ditransformasikan pada bulan Ramadan. Dari membaca huruf-huruf Al-Qur’an, buku-buku, dan literasi, hingga pada pengembangan keilmuan dan pemikiran yang sophisticated (canggih). Memang diakui umat Islam mengalami keterbelakangan yang sangat di semua tingkatan qira’ah dan tilawah itu.

Literasi umat Islam sangat rendah. Dunai Islam masih mengalami illiterasi yang sangat rendah. Indonesia sebagai negara Islam terbesar dunia, konon kabarnya tingkat pendidikannya masih sangat rendah. Rendahnya pendidikan itu menjadikan mindset masyarakat sangat pendek (sempit), yang berdampak dalam karakter dan pilihan-pilihan hidupnya. Itu tampak ketika pemilihan presiden (pilpres), misalnya, masyarakat lebih terbuai bantuan sosial (bansos) ketimbang ide-ide besar untuk perubahan yang lebih mendasar.

Secara umum, dalam dunia keilmuan dan pemikiran, dunia Islam jauh tertinggal. Kerap kali kebanggaan umat menjadi sekadar historical pride (kebanggan masa lalu): pernah di masa lalu umat ini mencapai puncak ketinggian dalam keilmuan dan peradaban. Kini, dengan segala ketidaksenangan umat kepada Amerika dan dunia Barat, diakui bahwa universitàs-universitas terbaik dunia maupun research (penelitian) dan inovasi tinggi masih ada di negara-negara itu.

Intinya, Ramadan merupakan momentum terbaik untuk melakukan perubahan mendasar dalam cara pandang, keilmuan, dan pemikiran yang akan berdampak pada karakter dan pilihan hidup kita. Di bulan inilah diturunkan Al-Qur’an sebagai “peta perjalanan hidup”, yang semuanya bermula dari iqra. Sehingga, bulan Ramadan memang harus menjadi bulan perenungan (reflection) dan perubahan yang mendasar menuju cara pandang, keilmuan, dan pemikiran yang lebih berkemajuan.

Umat akan mampu mengubah ragam cara pandang yang masih sering terkungkung oleh rigiditas hanya dengan transformasi akliah. Dengan transformasi akliah pula umat akan mampu bangkit dalam keilmuan dan pemikiran yang akan menjadi jalan berkembang suburnya inovasi dan karya.

Ilmu, inovasi, dan karya inilah yang disebut tsamaraat (buah-buah) keimanan sebagai terjemahan dari Islam yang rahmah bagi alam semesta. Semoga! (Bersambung)

Artikel Ramadan sebagai bulan transformasi (4) pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
9539
Ramadan sebagai bulan transformasi (3) https://www.kahminasional.com/read/2024/03/18/9510/ramadan-sebagai-bulan-transformasi-3/ Sun, 17 Mar 2024 20:57:06 +0000 https://www.kahminasional.com/?p=9510 Oleh Shamsi Ali, Direktur Jamaica Muslim Center New York Semua amalan ritual yang ada di bulan Ramadan (puasa, tarawih, tilawah, ragam tasbih, dan zikir) harusnya mengantar pada situasi kehidupan sosial yang lebih baik. Perubahan itulah yang kita maksud dengan transformasi atau perubahan mendasar (foundational change). Tiga hal mendasar telah disampaikan terdahulu. Perubahan kualitas iman dari […]

Artikel Ramadan sebagai bulan transformasi (3) pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
Oleh Shamsi Ali, Direktur Jamaica Muslim Center New York

Semua amalan ritual yang ada di bulan Ramadan (puasa, tarawih, tilawah, ragam tasbih, dan zikir) harusnya mengantar pada situasi kehidupan sosial yang lebih baik. Perubahan itulah yang kita maksud dengan transformasi atau perubahan mendasar (foundational change).

Tiga hal mendasar telah disampaikan terdahulu. Perubahan kualitas iman dari iman yang bersifat pasif menjadi iman yang berkarakter aktif. Juga bahwa Ramadan hendaknya menjadi momentum terbaik untuk melakukan transformasi hati dan jiwa. Hati dan keadaan kejiwaan (mental state) inilah yang kemudian menentukan terjadinya transformasi yang ketiga, yaitu pentingnya membangun akhlak karimah atau perilaku yang baik (mulia).

Keempat, Ramadan harus menjadi bulan untuk merekatkan kembali hubungan kekeluargaan. Berbicara tentang keluarga, ini tentu yang paling esensial adalah unit keluarga terkecil. Biasanya di Amerika disebut dengan immediate family members. Jika di Amerika, mereka ini bisa disponsori izin tinggal, misalnya. Pasangan suami-isteri atau orang tua-anak, merekalah yang masuk ke dalam kategori ini.

Makna transformasi keluarga di bulan Ramadan adalah mencoba merajut kembali relasi kekeluargaan yang rentang tercabik-cabik karena banyak faktor. Salah satunya adalah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), khususnya di bidang telekomunikasi dan informasi.

Kita sadar bahwa kemajuan iptek tidak selamanya bersahabat dengan aspek kemanusiaan kita. Sebaliknya, boleh saja membawa pada hal-hal yang tidak dikehendaki (undesirable).

Kemajuan alat komunikasi, khususnya media sosial, benar-benar menjadikan dunia kita terdisrupsi (mengalami gangguan) secara mendasar. Tidak saja terlupakan, seringkali nilai-nilai kemanusiaan (human values) itu, yang seharusnya menjadi pegangan kehidupan manusia, tergantikan oleh inovasi keilmuan dan teknologi.

Salah satu nilai yang terabaikan dengan kemajuan alat komunikasi (means of telecommunications) adalah kerekatan relasi antaranggota keluarga. Di sini terjadi fenomena paradoks. Asumsinya, alat-alat komunikasi menjadikan komunikasi antarmanusia, khususnya keluarga, menjadi lebih dekat. Namun, yang terjadi justru sebaliknya: kerenggangan dan seringkali miskomunikasi antarmanusia, termasuk antaranggota keluarga.

Renggangnya komunikasi dan miskomunikasi yang terjadi ini menjadikan satu nilai mengecil bahkan terasa hilang. Nilai itu dikenal dalam agama dengan silaturrahim (hubungan rahim). Rahim yang dimaksudkan pada kata itu adalah karakter relasi yang penuh kasih sayang (rahmah). Dengan kemajuan iptek, khususnya di bidang telekomunikasi, menjadikan relasi antarmanusia, termasuk keluarga, kehilangan nilai rahmah.

Saya melihat bahwa cara komunikasi kita dalam dunia saat ini sangat berbeda bahkan sangat jauh dari nilai-nilai komunikasi masa lalu. Ambillah contoh bagaimana momen-momen koneksi kekeluargaan itu begitu kental di masa lalu melalui santapan makanan bersama: orang tua dan anak, suami-istri, bahkan keluarga jauh. Sesuatu yang sederhana, tetapi sangat bermakna dalam mengekspresikan relasi antaranggota keluarga.

Situasi itu kini telah minim bahkan tergantikan. Suami dan istri masing-masing sibuk dengan dirinya dan alat komunikasinya. Orang tua dan anak juga demikian. Masing-masing sangat tergantung pada alat komunikasi yang ada di tangannya. Akibatnya, tidak saja terjadi gap komunikasi, tetapi nilai relasi rahim menjadi minim dan gersang. Hubungan antaranggota keluarga pun semakin gersang dan renggang.

Di sinilah Ramadan hadir untuk memungkinkan terjadinya transformasi itu. Ambillah satu bentuk amalan yang dijadikan kembali sebagai tradisi: makan di satu meja bersama seluruh anggota keluarga di waktu sahur. Kemudian, dilanjutkan dengan salat Subuh berjamaah bersama di masjid atau di rumah jika masjid memang jauh. Tradisi ini akan dengan sendirinya merekatkan kembali relasi kekeluargaan.

Sekiranya waktu dan kesempatan itu ada, hendaknya di rumah-rumah keluarga muslim ada halakah keluarga selama Ramadan. Di halakah ini masing-masing anggota keluarga berkesempatan mengomunikasikan isi hati dan kepala. Di sini akan terjadi silatul fikr (menyambung ide dan pikiran) selain silaturahmi.

Sesungguhnya pembiasaan makan bersama dengan anggota keluarga akan membawa dampak positif untuk terbangunnya komunikasi positif bagi anggota keluarga, sesuatu yang telah terdisrupsi secara mendasar dengan kemajuan iptek selama ini. Sekali lagi, Ramadan menjadi momen yang tepat untuk mereparasi itu kembali. Semoga. (Bersambung)

Artikel Ramadan sebagai bulan transformasi (3) pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
9510
Ramadan sebagai bulan transformasi (2) https://www.kahminasional.com/read/2024/03/14/9490/ramadan-sebagai-bulan-transformasi-2/ Wed, 13 Mar 2024 19:41:49 +0000 https://www.kahminasional.com/?p=9490 Oleh Shamsi Ali, Direktur Jamaica Muslim Center New York Transformasi hati dan jiwa atau tazkiyah an-nafs (pembersihan jiwa) menjadi fondasi bagi terjadinya transformasi dalam kehidupan manusia, baik tataran personal (fardi), keluarga, maupun komunitas (umat). Tanpa hati dan jiwa yang bersih, semua sisi kehidupan menjadi buruk dan amburadul. Sekali lagi, itulah makna dari titah baginda Nabi. […]

Artikel Ramadan sebagai bulan transformasi (2) pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
Oleh Shamsi Ali, Direktur Jamaica Muslim Center New York

Transformasi hati dan jiwa atau tazkiyah an-nafs (pembersihan jiwa) menjadi fondasi bagi terjadinya transformasi dalam kehidupan manusia, baik tataran personal (fardi), keluarga, maupun komunitas (umat). Tanpa hati dan jiwa yang bersih, semua sisi kehidupan menjadi buruk dan amburadul.

Sekali lagi, itulah makna dari titah baginda Nabi. “Pada tubuh manusia ada segumpal darah yang jika baik, akan baik semua anggota tubuhnya. Namun, jika buruk, maka akan buruk semua anggota tubuhnya.”

Ketiga, urgensi menjadikan Ramadan sebagai bulan transformasi akhlak: setiap orang yang melakukan puasa tidak saja untuk tujuan ritual dengan perhitungan pahala, tetapi sekaligus melakukan “pelatihan” akhlak yang mulia.

Secara legal (fiqh), puasa seolah sekadar menahan makan, minum, dan hubungan suami istri. Namun, hakikatnya puasa adalah latihan, terutama menahan diri dari segala perilaku yang tidak sesuai etika. Etika itu esensinya ada pada hakikat. Karenanya, fikih tanpa akhlak adalah hambar, sebagaimana hukum tanpa etika hilang nilai (value).

Dengan menahan diri dari kesenangan dunia di siang hari, seseorang harusnya mampu mengingatkan diri bahwa di atas dari eksistensi fisik (material) ini ada nilai yang lebih tinggi. Hal ini akan mengingatkan pentingnya menjaga nilai itu. Kejujuran, ketawaduan, dan semua perilaku kebaikan (kindness) bagian dari nilai yang terangkum dalam tatanan akhlak manusia. Sebaliknya, keculasan, kecurangan, arogansi, ketamakan, dan kekikiran adalah nilai buruk yang melanggar tatanan perilaku mulia (akhlak karimah).

Sesungguhnya akhlak dalam tatanan ajaran agama (Islam) menjadi intisarinya (essence). Beragama tanpa akhlak bagaikan pohon yang tak berbuah (kasyajar bilaa tsamar). Akhlaklah yang menjadi cerminan dari nilai-nilai keimanan dan ubudiah. Dan karenanya, iman tanpa akhlak dipertanyakan, sebagaimana ibadah-ibadah ritual tanpa akhlak menjadi hampa.

Hadis-hadis Rasulullah saw banyak mengingatkan pentingnya nilai ibadah-ibadah teraplikasikan dalam bentuk perilaku yang baik. Puasa, misalnya, terancam hampa ketika seseorang menahan makan dan minum, tetapi tidak menjaga perkataan dan perbuatannya. Puasa yang seperti ini hanya akan menghasilkan lapar dan dahaga semata.

Sedemikian pentingnya akhlak karimah itu sehingga Rasulullah seolah menyimpulkan misi kerasulannya (dakwah) dengan “akhlak karimah“. Sebagaimana beliau tegaskan, “Sesungguhnya saya diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak“. Beliau bahkan menggariskan bahwa faktor terbesar seseorang masuk surga karena akhlak yang baik (husnul khuluq). Sebaliknya, seseorang yang buruk akhlak, walau ibadah ritualnya banyak, akan bangkrut dan akhirnya masuk neraka.” (hadis al-muflis).

Rasulullah saw sendiri, dengan segala ketinggian iman dan ibadah-ibadahnya, justru secara khusus terpuji dalam Al-Qur’an bukan dengan semua itu. Justru Allah memujinya karena kemuliaan akhlak beliau. “Sesungguhnya engkau memiliki akhlak yang tinggi (khuluqin ‘adzim).”

Akhlak karimah atau karakter mulia ini menjadi titik sentra (pusat) ketauladan baginda Rasulullah yang wajib diteladani. “Sungguh bagi kalian pada Rasulullah ada uswah hasanah (keteladanan yang baik).”

Sayangnya, umat Islam sering kali membatasi diri dalam meneladani Rasulullah pada aspek-aspek ubudiah semata. Salat, puasa, haji, dan ragam ritual menjadi perhatian besar. Namun, keteladanan karakter dan perilaku sosial Rasulullah terabaikan. Di masjid-masjid, salat berjemaah menjadi ramai, tetapi di samping-samping masjid banyak saudara-saudara yang kelaparan tanpa ada uluran tangan, hal yang sejatinya terancam sebagai “kedustaan dalam beragam” (al-ma’un).

Di bulan Ramadan, umat mampu menahan diri dari makan dan minum. Namun, lidah, mata, telinga, dan pikiran melanggar semua norma dan etika yang digariskan Islam. Umat Islam mampu menahan diri untuk tidak makan dan minum, tetapi jiwa dan pikiran masih dikuasai oleh kerakusan duniawi. Termasuk kerakusan pada kekuasaan melalui berbagai pengangkangan peraturan dan etika.

Semoga di bulan Ramadan ini kita mampu melakukan pembenahan akhlak dan karakter ke arah yang lebih baik. Amin. (Bersambung)

Artikel Ramadan sebagai bulan transformasi (2) pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
9490
Ramadan sebagai bulan transformasi (1) https://www.kahminasional.com/read/2024/03/13/9487/ramadan-sebagai-bulan-transformasi-1/ Wed, 13 Mar 2024 14:57:03 +0000 https://www.kahminasional.com/?p=9487 Oleh Shamsi Ali, Direktur Jamaica Muslim Center New York Umumnya ketika kita bersentuhan dengan Ramadan, maka yang terbetik pertama kali dan jelas di kepala adalah puasa dan ragam amalan lainnya. Yang teringat adalah puasa di siang hari dengan meninggalkan makan minum, hubungan suami istri, dan banyak kesenangan dunia lainnya. Juga teringat tarawih di malam hari […]

Artikel Ramadan sebagai bulan transformasi (1) pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
Oleh Shamsi Ali, Direktur Jamaica Muslim Center New York

Umumnya ketika kita bersentuhan dengan Ramadan, maka yang terbetik pertama kali dan jelas di kepala adalah puasa dan ragam amalan lainnya. Yang teringat adalah puasa di siang hari dengan meninggalkan makan minum, hubungan suami istri, dan banyak kesenangan dunia lainnya. Juga teringat tarawih di malam hari serta ragam ibadah lainnya, termasuk tilawah Al-Qur’an, dzikrullah, dan seterusnya.

Sangat sedikit di antara kita yang menyadari bahwa di samping signifikansi Ramadan dengan berbagai amalan ritual itu, Ramadan juga menjadi bulan yang sangat penting bagi terjadinya transformasi kehidupan manusia. Mungkin tidak berlebihan jika saya labeli bulan Ramadan sebagai bulan transformasi (month of transformation). Bulan yang sangat esensial bagi umat manusia untuk melakukan perubahan mendasar (foundational change) dari suatu keadaan kurang baik ke kedaan yang lebih baik bahkan terbaik.

Berbicara tentang transformasi atau perubahan mendasar juga berbicara tentang sesuatu yang memang menjadi tuntutan dasar kehidupan. Alam semesta, termasuk manusia di dalamnya, secara alami dan secara konstan mengalami perubahan. Tidak ada yang statis kecuali pencipta (Khalik). Sebaliknya, semua ciptaan (makhluk) secara alami pasti mengalami perubahan.

Dari sinilah jika saya menerjemahkan Ramadan sebagai bulan ketakwaan (syahru at-taqwa), maka saya terjemahkan sebagai bulan transformasi karena ketakwaan yang sesungguhnya adalah kemampuan melakukan perubahan dari suatu keadaan yang kurang/tidak baik menuju kepada keadaan yang baik dan lebih baik.

Dimulai dengan iqra’

Perubahan mendasar atau transformasi dalam segala lininya bermuara dari satu titik poin, yaitu cara pandang (mindset) yang tersimpulkan dalam kata iqra’, seperti yang disampaikan pertama kali kepada baginda Rasulullah saw. Dengan iqra’ inilah seseorang akan memperluas wawasan atau cara pandang untuk memudahkan terjadinya transformasi dalam segala lini kehidupannya.

Pada Ramadan kali ini ada lima transformasi penting yang kita harapkan terjadi dalam kehidupan kita sebagai manusia, baik tataran personal maupun kehidupan atau kolektif (jama’i).

Pertama, urgensi menjadikan Ramadan sebagai bulan transformasi iman. Transformasi iman yang kita maksudkan di sini adalah bahwa melalui bulan Ramadan, kita melakukan tajdid imani (pembaruan iman): dari iman yang mungkin berkarakter pasif ke berkarakter aktif.

Keimanan yang berkarakter pasif itu seringkali karena memang keimanan yang taken for granted. Keimanan seperti ini pada umumnya adalah keimanan dihasilkan melalui kelahiran (birth) dan/atau lingkungan. Kita merasa beriman karena terlahir dari orang tua beragama Islam atau karena kebetulan hidup di komunitas muslim.

Keimanan pasif ini tidak membawa ke mana-mana. Mungkin itulah yang selama ini terlabelkan dengan “Islam KTP”. Iya, mukmin, tetapi hati/jiwa dan karakter/amalnya jauh dari nilai dan ajaran Islam dan keimanan.

Di sinilah pentingnya melakukan transformasi imani. Salah satu bentuk keimanan digambarkan dalam QS. Ibrahim: 24. “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah memberikan contoh kalimat yang baik bagaikan pohon yang baik. Akarnya kuat dan rantingnya tinggi ke atas langit, memberikan buah-buahnya setiap saat dengan izin Tuhannya“.

Kedua, urgensi menjadikan Ramadan sebagai bulan transformasi hati dan kejiwaan. Transformasi yang maksudkan di sini adalah pentingnya kembali melakukan pembersihan hati (qalb) dan jiwa (nafs).

Jika kita telusuri berbagai ayat maupun hadis tentang kehidupan manusia, maka hati dan jiwa menjadi pusat kehidupan. Warna dan bentuk kehidupan manusia ditentukan oleh warna dan bentuk hati dan kejiwaan manusia. Ini yang tersimpulkan dalam hadis Rasulullah saw, “Sesungguhnya pada diri manusia ada segumpal darah: yang jika baik akan baik seluruh amalannya, tetapi jika rusak, maka rusaklah pula seluruh amalannya. Itulah hati.”

Kita mengenal bahwa hati itu adalah pusat nurani (cahaya batin) yang menjadi rujukan utama kehidupan. Hanya saja hati yang tidak terjaga akan terkontaminasi dengan berbagai kotoran kehidupan yang pada akhirnya terjangkiti penyakit bahkan tertutup. Ketika mengalami situasi sakit dan tertutup, maka hati yang awalnya mampu mengendalikan perilaku manusia ke arah ketakwaan, terambil alih oleh hawa nafsu yang buas. Hawa nafsu yang buas karena gagal terkendali oleh hati ini menghasilkan fujuur (kejahatan-kejahatan).

Di sinilah Ramadan memainkan peranan signifikan untuk membenahi dan membersihkan kembali hati dan jiwa manusia. Pembersihan hati atau jiwa yang lebih populer dalam bahasa Al-Qur’an dengan tazkiyah. Itulah sesungguhnya yang kita maksud dengan transformasi hati dan jiwa di bulan Ramadan karena sejatinya Ramadan memang adalah bulan tazkiyah melalui pengampunan. Dengan pengampunan itu hati semakin bersih, sehat, dan membawa dampak positif dalam kehidupan. (Bersambung)

Artikel Ramadan sebagai bulan transformasi (1) pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
9487
Pertarungan Joe Biden vs Donald Trump https://www.kahminasional.com/read/2024/03/13/9484/pertarungan-joe-biden-vs-donald-trump/ Wed, 13 Mar 2024 14:24:54 +0000 https://www.kahminasional.com/?p=9484 Oleh Shamsi Ali, Direktur Jamaica Muslim Center New York Beberapa bulan terakhir ini sedang dilangsungkan primary election atau babak penyisihan calon presiden (capres) pada Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (United State of America/USA), November mendatang. Sebagaimana kita ketahui, bahwa di Amerika hanya ada dua partai politik besar, Demokrat dan Republik. Babak penyelisihan capres ini berlangsung […]

Artikel Pertarungan Joe Biden vs Donald Trump pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
Oleh Shamsi Ali, Direktur Jamaica Muslim Center New York

Beberapa bulan terakhir ini sedang dilangsungkan primary election atau babak penyisihan calon presiden (capres) pada Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (United State of America/USA), November mendatang. Sebagaimana kita ketahui, bahwa di Amerika hanya ada dua partai politik besar, Demokrat dan Republik.

Babak penyelisihan capres ini berlangsung untuk dan oleh kedua partai. Calon dari Demokrat adalah petahana, Presiden Biden. Yang sedang mencari kandidat secara serius adalah Partai Republik. Hingga kemarin, tinggal dua kandidat yang bertahan: mantan Presiden Donald Trump dan Nikki Haley, mantan Dubes Presiden Trump untuk PBB.

Dengan selesainya “Super Tuesday” (pemilihan serentak di semua negara bagian hari Selasa), Republik telah menentukan capresnya. Donald Trump, mantan rival Joe Biden pada pilpres lalu. Dengan demikian, Biden dan dia rival beratnya ini akan kembali bertarung memperebutkan kursi kepresiden negara super power USA.

Dengan kembali bertemunya Biden dan Trump pada pilpres mendatang, Amerika dipastikan lagi-lagi akan memilih dua kandidat tua dan uzur. Biden berumur 81 tahun, sedangkan Trump saat ini berumur 78 tahun. Sehingga, dapat dipastikan sekiranya bukan karena isu panas di Amerika, khususnya pertarungan kebijakan antara lebijakan-kebijakan yang bersifat konservatif versus liberal dalam bidang imigrasi, aborsi, dan lain-lain, tetapi anak-anak muda tidak lagi tertarik untuk ikut memilih capres/cawapres itu.

Beberapa isu domestik dan global akan mendominasi perdebatan capres kali ini. Isu domestik, antara lain, banjirnya imigran yang datang ke Amerika secara ilegal. Di beberapa negara bagian atau kota, saat ini bahkan menjadi keadaan darurat. Begitu banyak pendatang ilegal yang baru, khususnya dari negara-negara Latin. Sementara itu, kemampuan finansial dan infrastruktural juga terkendala. Belum lagi masalah-masalah sosial yang timbul karena pendatang baru itu. Kejahatan, misalnya, terjadi dilakukan pendatang baru di tempat-tempat penampungan.

Selain itu, berbagai isu sosial yang memang membedakan antara Republik yang bercirikan konservatisme dan Demokrat yang bercirikan liberalisme. Isu kesehatan reproduksi kaum hawa menjadi isu utama. Republik cenderung mengkriminalkan aborsi tanpa batas. Sementara itu, Demokrat cenderung melegalkan tanpa batas. Ini menjadi perdebatan politik yang bahkan berdampak pada pengangkatan para hakim agung (supreme judge).

Secara umum, permasalahan ekonomi menjadi isu utama. Selama pemerintahan Biden, masyarakat Amerika merasakan tekanan ekonomi yang cukup tinggi. Terjadi inflasi tinggi. Harga-harga meninggi dengan kemampuan belanja yang tidak mengalami penguatan. Kelompok masyarakat ekonomi menengah juga semakin mengecil. Kemiskinan dan homeless meningkat di berbagai kota.

Semua itu dan banyak lagi faktor lainnya, termasuk kejahatan yang kian merajalela seperti penembakan, menjadikan Biden berada di ujung tanduk. Dapat dipastikan jika Biden gagal mengambil hati kaum minoritas, termasuk komunitas muslim, dia akan gagal menduduki kursi kepresiden Amerika pada periode keduanya. Dengan demikian, Trump akan kembali menjadi presiden.

Perkiraan bahwa Donald Trump akan gagal bahkan dikriminalkan karena peristiwa “January 6th insurrection” ternyata tidak terlalu berdampak terhadap popularitasnya. Tampaknya karena dendam politik kaum putih yang meningkat. Mereka gelisah dengan menguatnya kaum berwarna, khususnya komunitas Hispanik, Asia, dan komunitas muslim. Popularitas Trump ini juga tidak bisa dilepaskan dari dendam politik kaum putih atas terpilihnya Barack Obama.

Kebijakan Luar Negeri 

Menguatnya Donald Trump sebenarnya memiliki dua wajah yang paradoks. Di satu sisi, ada wajah seram yang mengkhawatirkan masa depan demokrasi dan hak-hak sipil (civil rights) di Amerika. Di sisi lain, Trump dipandang wajah tersenyum masyarakat Amerika yang mulai muak dengan peperangan dan ambisi global dominance Amerika.

Donald Trump di satu sisi dianggap ancaman bagi masa depan demokrasi karena peristiwa 6 Januari 2021. Ia juga dianggap ancaman terhadap hak-hak sipil karena tendensi dan karakternya yang rasis. Dua kelompok minoritas Amerika yang paling merasakan ini adalah komunitas Hispanik dan muslim.

Namun, di sisi lain, Trump dianggap harapan dan angin segar untuk menyetop peperangan yang Amerika menjadi biang keroknya. Dari Afghanistan, Timur Tengah, hingga ke beberapa negara Latin bahkan di Ukraina, kesemuanya tidak bisa dipisahkan dari lebijakan luar negeri Amerika yang berambisi mendominasi dunia global. Di sinilah Donald Trump dianggap membawa harapan baru karena dianggap tak terlalu memiliki ambisi dominasi global itu.

Memang ada perbedaan tajam antara Republik dan Demokrat dalam menyikapi beberapa kebijakan luar negeri, khususnya yang berkaitan dengan perang Rusia-Ukraina saat ini. Namun, ketika sudah bersentuhan dengan kebijakan Timur Tengah, khususnya isu Palestina-Israel, kedua partai ini hampir tidak memiliki perbedaan. Lebih spesifik lagi, Biden dan Trump memiliki kejiwaan dan karakter serta pemikiran yang sama tentang konflik Palestina-Israel.

Pembantaian bangsa Palestina dalam beberapa bulan terakhir disikapi dengan cara yang sama. Pemerintahan Biden telah berkali-kali memveto rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB soal gencatan senjata. Artinya, Biden memang ingin pembantaian terus berlanjut entah hingga kapan. Namun, Trump sesungguhnya lebih sadis lagi. Kita masih ingat bahwa ia yang memberkan pengakuan atas Jerusalem sebagai ibu kota Israel. Trump pula yang memutuskan memindahkan Kedutaan Amerika dari Tel Aviv ke Jerusalem. Dan kini, Trump secara terbuka mengatakan, “Israel has the right to finish the business in Gaza”. Artinya, Israel punya hak menghabisi orang-orang Palestina di Gaza.

Pada akhirnya, komunitas muslim di Amerika harus mengambil sikap. Ikut memilih atau diam. Dengan situasi seperti ini memang sangat dilema. Seolah maju kena, mundur kena. Karenanya, komunitas muslim sedang memikirkan matang-matang apa yang akan dilakukan pada pilpres mendatang.

Dan sebagaimana biasanya komunitas terpecah dalam menyikapi keadaan itu. Ada yang akan tetap memilih dan mendukung salah satu kandidat dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Mereka yang memilih Trump karena pertimbangan konservatisme sosial (anti-perkawinan sejenis, antiaborsi, dan lain-lain). Namun, mereka yang memilih Biden karena pertimbangan kebebasan sipil. Umat Islam merasa lebih luas dalam pergerakan dakwah untuk melakukan perubahan dan perbaikan di bawah pemerintahan Biden.

Sebagian lain melihat bahwa demi solidaritas kepada saudara-saudara bangsa Palestina dan demi pertanggungjawaban ukhrawi, mereka memutuskan untuk tidak memberikan dukungan dan pilihan. Pada tataran tertentu, ini cukup dikhawaturkan oleh Biden. Di Michigan, misalnya, lebih dari 20% suara memilih uncommitted alias tidak mendukung. Tanpa dukungan komunitas dan masyarakat minoritas lainnya, hampir dipastikan kekalahan Biden di pilpres mendatang.

Wajar saja dalam dua hari ini Biden dan Kamala menyerukan gencatan sejata—walaupun setengah hati—karena hanya untuk 6 minggu. Tampaknya, tujuan seruan itu selain untuk mendapat dukungan komunitas muslim dan Timur Tengah, tetapi juga agar masa 6 minggu itu dimaksimalkan untuk membebaskan orang-orang Israel yang masih ditahan Hamas.

Namun, sebodoh itukah komunitas Islam untuk ditipu lagi? Cukuplah Indonesia jadi pelajaran!

Artikel Pertarungan Joe Biden vs Donald Trump pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
9484
Strategi merebut kekuasaan ala komunis https://www.kahminasional.com/read/2024/02/26/9413/strategi-merebut-kekuasaan-ala-komunis/ Mon, 26 Feb 2024 05:06:38 +0000 https://www.kahminasional.com/?p=9413 Oleh Shamsi Ali, Direktur Jamaica Muslim Center Ada satu hal yang menarik dari sepak terjang penguasa komunis China yang perlu dicermati. Bagaimana kelicikan penguasa komunis itu untuk melanggengkan kekuasaannya. Cara-cara licik ini juga tampaknya banyak ditiru di berbagai belahan dunia bahkan terkadang atas nama demokrasi. Kita mengenal bahwa China adalah negara yang sangat maju dan […]

Artikel Strategi merebut kekuasaan ala komunis pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
Oleh Shamsi Ali, Direktur Jamaica Muslim Center

Ada satu hal yang menarik dari sepak terjang penguasa komunis China yang perlu dicermati. Bagaimana kelicikan penguasa komunis itu untuk melanggengkan kekuasaannya. Cara-cara licik ini juga tampaknya banyak ditiru di berbagai belahan dunia bahkan terkadang atas nama demokrasi.

Kita mengenal bahwa China adalah negara yang sangat maju dan kuat. Bahkan, hampir-hampir saja menyalip negara-negara besar dan maju lainnya, termasuk Amerika Serikat. Akan tetapi, harus pula diakui bahwa kemajuan perekonomian yang telah dicapai oleh China yang sedemikian dahsyat ternyata belum mampu memberikan kemakmuran yang luas dan merata bagi rakyatnya. Mayoritas rakyat, yang jumlahnya lebih 2 miliar itu, masih bodoh dan miskin.

Di atas realita pahit dan perih rakyat luas inilah pemimpin komunitas China berjoget ria. Mereka menikmati apa yang dikampanyekan mereka selama ini sebagai kemajuan, era emas, dan slogan lainnya. Lalu, para penguasa dan segelintir pemilik kekayaan negara itu melakukan kolaborasi di setiap lima tahun untuk meyakinkan rakyat seolah mereka berhasil dan memuaskan. Tidak jarang, walau penuh manipulasi, survei pujian kepada penguasa sangat tinggi di luar nalar sehat manusia.

Di setiap pesta lima tahunan itu, mereka menampilkan mirage (fatamorgana) pembangunan, kemajuan, dengan berbagai fasilitas negara yang selama ini mereka akumulasi dan nikmati. Saat-saat itu, mereka menampilkan diri sebagai heroes untuk rakyat miskin. Mereka hadir menampilkan diri sebagai “juru selamat” dadakan bagi kaum papa yang termarjinalkan.

Padahal, jika kita selami lebih dekat dan dalam, kita akan mendapatkan bahwa sesungguhnya selama lima tahun itu minimal yang terjadi adalah pemiskinan dan pembodohan yang terstruktur. Kemiskinan dan kobodohan rakyat luas sengaja dipelihara dan dipoles dengan polesan yang menghibur. Situasi yang menyakitkan nan perih inilah yang kemudian diberi “obat penenang” di saat diperlukan (musim kampanye/politik). Bantuan sosial, misalnya, digelontorkan bahkan dinaikkan secara masif di saat musim kampanye itu.

Pola-pola jahat nan licik inilah yang kita lihat di berbagai belahan dunia yang disebut dunia ketiga (third world). Pembangunan tampak masif. Infrastruktur dibangun di mana-mana. Duit memang banyak bahkan dengan utang yang membengkak. Namun, rakyat tetap ditinggalkan begitu saja. Justru kerap harus tergusur atas nama pembangunan dan kemajuan.

Untuk meredam suara-suara kritis masyarakat, tidak jarang mereka dihibur selain dengan janji-janji yang menggiurkan juga bantuan sosial yang digelontorkan tadi. Jika cara ini tidak efektif, maka yang terjadi adalah represi atau tekanan bahkan kekerasan atas nama pengamanan dan ketertiban.

Realita di atas ini mengingatkan kita akan cara-cara licik dalam memenangkan hawa nafsu kekuasaan di banyak negara. Betapa rakyat yang mayoritasnya tidak terdidik biasanya terpelihara dan seolah menjadi “tabungan” pemenangan bagi kerakusan kekuasaan di musim pemilu. Mereka yang lemah, bodoh, dan miskin menjadi mainan politik. Kampanye-kampanye pun bukan untuk mendidik masyarakat tentang siapa calon yang lebih baik, baik dalam karakter dan kepribadian punya ide dan gagasan, tetapi siapa yang bisa memberi hiburan sesaat: joget ria dan sembako murahan.

Kampanye yang mendidik, mencerahkan, dan mencerdaskan dianggap seolah tidak berlaku. Rakyat jelata pun semakin dikorbankan dengan ragam pembodohan. Yang cerdas, mencerahkan, dan berwawasan di balik secara sistemik menjadi seolah tidak memberi harapan. Kampanye-kampanye usang dipoles sesuai kadar pemikiran yang dipelihara selama ini. Figur-figur politik, usaha, dan dunia hiburan pun berkolaborasi untuk semakin meninabobokan rakyat dalam kebodohan dan kemiskinannya.

Sementara itu, pihak yang hadir untuk mengubah nasib tragis rakyat kecil, ingin menghadirkan perubahan yang mendasar di kehidupan masyarakat di balik seolah ancaman yang membahayakan. Suatu realita yang sesungguhnya tidak asing. Begitu pulalah nasib Musa ketika menghadapi Firaun atau ketika Ibrahim menghadapi Namrud: ketika kebenaran menghadapi kebatilan.

Semoga kebenaran akan menampakkan diri dan menang pada waktunya. Saya sangat yakin kemenangan itu akan selalu berada di pihak kebenaran. Kemenangan bagi kebenaran itu bukan lagi dengan kata if (jikalau), tetapi dengan kata when (kapan). Ini masalah waktu, Bung!

Pertanyaannya adalah, apakah Anda menjadi bagian dari sejarah memenangkan kebenaran atau justru Anda menjadi kolaborator kejahatan dan berbagai manipulasi dalam kehidupan manusia? “Ask your heart!”

Artikel Strategi merebut kekuasaan ala komunis pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
9413