in ,

Munas KAHMI: Visi Misi Suparji Ahmad, Kandidat Presidium 2022-2027

Guru Besar Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) yang juga kandidat Presidium MN KAHMI 2022-2027, Suparji Ahmad. Dokumentasi UAI.
Guru Besar Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) yang juga kandidat Presidium MN KAHMI 2022-2027, Suparji Ahmad. Dokumentasi UAI.

KAHMINasional.com, Jakarta – Guru Besar Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Suparji Ahmad, menjadi salah satu kandidat Presidium Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MN KAHMI) 2022-2027.

Namanya masuk menjadi satu dari 40 bakal calon yang bakal bertarung dalam Musyawarah Nasional (Munas) XI KAHMI di Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), pada 24-28 November 2022.

Dalam kontestasi ini, Suparji mengusung visi mewujudkan KAHMI sebagai organisasi kemasyarakat yang terdepan dalam membentuk kehidupan bangsa dan negara yang bermartabat dan unggul yang berlandaskan nilai-nilai keislaman, keindonesiaan, kecendekiawanan, dan humanisme.

Kemudian, ada lima misi yang hendak dicapainya. Pertama, meningkatkan kualitas sarana prasarana yang memberikan daya bangkit bagi pengembangan KAHMI.

Baca Juga :  Pengurus KAHMI-FORHATI Tuban 2022-2027 Resmi Dilantik

Kedua, mengembangkan tata kelola KAHMI yang baik dan benar. Lalu, menumbuhkembangkan kultur organisasi yang terintegrasi dan kolaboratif. Pun akan meningkatkan kerja sama dengan para pemangku kepentingan dan masyarakat.

“Saya juga akan membangun jejaring melalui program kemitraan dan kerja sama dengan dunia industri, dunia usaha, dan dunia kerja yang strategis dalam dan luar negeri,” tuturnya dalam keterangannya, Selasa (15/11).

Visi misi tersebut, ungkap Suparji, diformulasi dalam rangka menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi umat dan bangsa, seperti sektarianisme, sekularisme, dan neokolonialisme.

Sektarianisme, terangnya, merupakan aliran politik yang antikomunikasi, cenderung reaksioner, emosional, tidak kritis, dan antidialog. Paham ini berakar pada perbedaan pemahaman dalam menjalankan nilai-nilai keislaman sehingga memicu perpecahan berbalut perbedaan pemahaman.

Baca Juga :  Natsir Jabat Koordinator Presidium KAHMI Sulsel

Sementara itu, sekularisme bersifat duniawi bukan kerohanian sehingga mendorong pemisahan antara urusan kenegaraan dengan keagamaan.

Adapun neokolonialisme merupakan praktik kapitalisme, globalisasi, dan imperalisme untuk mengontrol sebuah negara sebagai pengganti kontrol politik atau militer secara langsung.

“Kontrol tersebut bisa berupa ekonomi, budaya, atau liguistik. Neokolonialisme akan menjadi hasil akhir relatif dari ketertarikan kepada bisnis yang jinak memimpin untuk merusak efek kultural,” tuturnya.

“Nah, KAHMI harus hadir untuk menyelesaikan berbagai persoalan tersebut. Bagaimana solusinya? Salah satunya dengan penguatan iman dan ilmu untuk memberikan pencerahan dan menjadi penerang melewati trayek menuju Indonesia cemerlang,” imbuhnya.

Selain itu, menurut Suparji, perlunya membangun relasi harmonis tiga arah, yakni Allah, dunia, dan alam.

Sumber :

Fatah S

Berkarier di industri media sejak 2010 dan menjadi penulis buku.