in

Kompetensi Pansel Presidium KAHMI

Wakil Ketua Umum MW KAHMI Jaya, Muhammad Syukur Mandar. Dokumentasi pribadi
Wakil Ketua Umum MW KAHMI Jaya, Muhammad Syukur Mandar. Dokumentasi pribadi

Oleh Muhammad Syukur Mandar, Wakil Ketua Umum MW KAHMI Jaya

Musyawarah Nasional (Munas) XI Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) akan digelar di Palu, pekan depan. Presiden Jokowi dijadwalkan hadir dan membuka hajat lima tahunan KAHMI tersebut. Sejumlah persiapan dilakukan oleh Majelis Nasional (MN) KAHMI melalui panitia nasional dan panitia lokal.

Tak dapat dipungkiri, Munas KAHMI ini tercium aroma politis. Tentu saja lumrah karena beragam latar belakang alumni berhimpun di dalamnya, politisi lintas partai, pengusaha, kalangan profesional, akademisi, dan lain-lain. Semua ini akan menjadi kekuatan besar apabila dihimpun dalam munas yang fair dan terbuka untuk semua.

Secara ideal, KAHMI memang tidak berpolitik, tetapi sebagai wadah berhimpun jutaan alumni HMI, tentu saja KAHMI menjadi satu faksi besar yang representatif. Oleh karena itu, peran strategisnya akan memiliki pengaruh secara linear dengan konstelasi politik nasional. Sebab, itulah bursa pencalonan presidium nasional menjadi menarik untuk diperhelatkan.

Baca Juga :  Pandangan SBY tentang Perang Rusia-Ukraina

Konstruksi ideal susunan presidium adalah lima orang sebab dengan limit waktu jabatan, masing-masing anggota presidium dapat silih berganti dalam jangka waktu satu tahun memimpin sebagai koordinator presidium (koorpres). Namun, konstruksi ideal itu harus dikalahkan argumentasi KAHMI sebagai wadah berhimpun. Oleh karena itu, harus mewadahi semua kalangan dan kepentingan di dalamnya.

Saya merenungkan andai KAHMI ini presidiumnya diisi tokoh profesional dan akademisi saja, maka roh independensinya akan kokoh. Selain ruang geraknya akan dinamis, KAHMI juga akan kritis dalam mengawal agenda bangsa. Namun, saya sadari bahwa energi besar KAHMI saat ini masih diperoleh dari asupan energi politik. Oleh karena itu, atmosfernya sangat terasa politis. Munas kali ini sudah melenceng dari asas organisasi yang menganut prinsip kekeluargaan dan persamaan hak.

Baca Juga :  Mengenal Tokoh Angkatan 66 FAHMI IDRIS

Panitia seleksi (pansel) yang dibentuk untuk menyeleksi para calon presidium diisi para tokoh yang kredibel, berkapasitas, dan mumpuni secara akademis. Tak diragukan kerja-kerja mereka dalam menyusun agenda strategis KAHMI ke depan. Namun, tentu saja kapasitas pansel yang mumpuni itu tidak untuk menggugurkan calon anggota presidium. Sebab, persamaan hak menjamin anggota KAHMI dicalonkan dan mencalonkan. Di situlah roh ke-KAHMI-an kita rajut dan pelihara.

Yang menggugurkan seorang calon adalah tidak memenuhi syarat pencalonan dan forum pleno munaslah yang kompeten untuk itu. Langkah pansel ini pembuka conflict of interest yang kompleks. Bukan tidak mungkin ini jadi embrio perpecahan untuk kesekian kalinya.

Mari bijak dalam memutuskan aturan main, apalagi menyangkut hak seseorang yang dipertaruhkan. Mereka yang mendaftar punya reasoning untuk ikut ambil bagian. Biarkan mereka gugur karena legitimasi forum agar kehormatannya sebagai alumni terjaga, selain puas secara batin untuk ikut ambil bagian dalam proses munas.

Baca Juga :  Harapan Siti Zuhro Jika Sulteng Jadi Tuan Rumah Munas KAHMI

Putusan menggugurkan calon mendikotomi alumni. Selain itu, menimbulkan presepsi apolitis: apa alasan calon yang lolos dan apa kekurangan calon yang digugurkan? Itu determinasi politik diskriminasi. Selain membuat curiga kepada pansel, munas dianggap dilakukan dengan kecurangan di awal. Ini semua akan berpotensi menjadi bom waktu bagi perpecahan di munas.

Sumber :

Fatah S

Berkarier di industri media sejak 2010 dan menjadi penulis buku.