in

Mengenal Tokoh Angkatan 66 FAHMI IDRIS

Oleh: Dr. Nazar Nasution SH, MA*)

Inna lillahi wa inna lillahi rojiun. Pertama, kita sampaikan ucapan duka cita kepada keluarga atas berpulangnya Fahmi Idris. Seorang tokoh pejuang Angkatan 66 yang sangat gigih.
Siapa Fahmi Idris ?
Apabila menyebut nama Fahmi Idris, kami terkenang dengan perjuangan HMI tahun 1963-1966. Secara pribadi, saya mengenal seorang Fahmi Idris. Dia adalah tokoh yang dibesarkan pada tahun 1963, saat HMI Cabang Jakarta dipimpin oleh Ekki Syahruddin. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada masa-masa itu mempunyai basis yang cukup kuat di Universitas Indonesia. Di lingkungan Fakultas Kedokteran, dikenal tokoh dr Sulastomo, Abdul Gaffur, Hakim Sorimuda. Di Fakulats Ekonomi muncul tokoh Mar’ie Muhammad, Ekki Syahruddin, Firdaus Wadjdi, Fahmi Idris. Di Fakultas Hukum, Harun Kamil, Sukayat, Nazar Nasution. Di Fakultas Teknik, Akbar Tandjung dan Saleh Elwainy. Serta aktivis-aktivis HMI di berbagai kampus lainnya, seperti IKIP, UNAS, UID, APP dan sebagainya.
“Bubarkan HMI !”, menjadi “Kobarkan HMI !”
Pada periode 1963-1966 tersebut, HMI berhadapan dengan PKI yang giat sekali menuntut pembubaran HMI. PKI bertujuan membubarkan HMI, mengingat HMI saat itu merupakan salah satu benteng ummat Islam. Sebagai seorang pemuda yang lantang dan berani, Fahmi tampil sebagai komandan lapangan di berbagai kegiatan HMI. Salah satu upaya dari CGMI/PKI untuk membubarkan HMI adalah dengan melakukan corat-coret di tembok-tembok kota. Bukan hanya di Jakarta, tetapi juga di seluruh Indonesia.
Aktivis HMI suatu saat pada malam hari menemukan ada corat-coret dengan tulisan “Bubarkan HMI !”. Tembok-tembok di ibukota, seperti di Matraman, Salemba, Kramat, Jalan Thamrin dan lain-lain dipenuhi dengan coretan tersebut. Apa response dari aktivis HMI menghadapi ulah CGMI tersebut ? Fahmi adalah salah seorang komandan lapangan HMI. Di bawah pimpinan Ekki Syahruddin, timbul gagasan yang simple tetapi cerdas dari aktivis-aktivis HMI. Mereka segera mendatangi toko bangunan terdekat, dan meskipun malam hari berhasil mendapatkan cat dan kuas dari toko tersebut, karena mereka sudah mengenalnya. Sering sebagai langganan untuk membuat spanduk dan poster-poster untuk berbagai kegiatan HMI. Maka kata “Bu” ditutup dengan cat putih dan sebagai gantinya dituliskan kata “Ko”. Sehingga kalimat “Bubarkan HMI” berubah menjadi “Kobarkan HMI”. Betapa kagetnya, Ketika pada pagi harinya aktivis CGMI menyaksikan bahwa corat-coret mereka telah berubah drastis. Semula memberikan kesan negatif kepada HMI, tetapi sebaliknya yang terjadi adalah kesan positif bagi HMI. Upaya GCMI yang didukung oleh PKI tersebut gagal total.
Langkahi Mayatku, Sebelum Bubarkan HMI
Sebagai organisasi mahasiswa Islam, HMI menjalin hubungan erat dengan organisasi pemuda dan pelajar Islam di dalam wadah Generasi Muda Islam (Gemuis). Di dalam lingkungan Gemuis, antara lain terdapat Gerakan Pemuda Anshor, Pemuda Muhammadiyah, Pelajar Islam Indonesia (PII) dan lain-lain. Menghadapi upaya pembubaran HMI yang dilancarkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) melalui pendukung (onderbouw) nya, CGMI dan Pemuda Rakyat tersebut, maka Generasi Muda Islam secara spontan menggalang solidaritas dengan melakukan aksi massa keliling kota Jakarta. Aksi massa yang didukung oleh ribuan anggota GP Ansor, Pemuda Muhammadiyah, PII disamping massa HMI sendiri, dengan membawa poster besar bertuliskan: “Langkahi Mayatku, Sebelum Bubarkan HMI !”. HMI berhasil menghimpun massa yang terdiri dari mahasiswa UI, IKIP, APP, Unas dan lain-lain. Poster besar yang diarak keliling kota tersebut telah mendapat perhatian rakyat di sepanjang jalan yang dilalui. Ternyata, tulisan tersebut telah membuat aktivis CGMI yang membacanya cukup merinding, sehingga menimbulkan dampak psikologis dan mental bagi aktivis CGMI tersebut. Akibatnya, aksi mereka yang semula frontal, menjadi berubah dan mereka kemudian bersikap dan bertindak secara sporadis, yaitu melakukan kegiatan terpencar-pencar dan dalam skala terbatas.
Peristiwa Perpeloncoan (Mapram) UI
Peristiwa yang tidak bisa dilupakan di lingkungan kemahasiswaan adalah Masa Perpeloncoan mahasiswa baru Universitas Indonesia menjelang peristiwa G30S/PKI. Lebih dikenal sebagai Masa Prabakti Mahasiswa (Mapram) UI. Ribuan mahasiswa baru dikumpullan di halaman dalam kampus Universitas Indonesia yang terletak di Salemba 4 Jakarta. Yang menjadi pusat kegiatan adalah di halaman dalam yang membatasi Gedung Fakultas Hukum dan Fakultas Ekonomi UI. Panitia Mapram menyiapkan panggung lengkap dengan podium, di mana para mahasiswa baru duduk mendengarkan berbagai orasi yang disampaikan oleh Panitia Mapram maupun para Penceramah. Fahmi Idris adalah salah seorang anggota Panitia Mapram UI. Ketika itu tampil seorang tamu sebagai pembicara, yaitu Basirun Nugroho, dosen PTIK dengan tema “Kemahasiswaan”. Pada bagian akhir ceramahnya, Basirun tiba-tiba menyebutkan “HMI adalah Kontra Revolusi, karena itu harus dibubarkan !”. Kalimat tersebut mengagetkan semua yang hadir pada acara tersebut. Saya menyaksikan, Fahmi Idris sebagai anggota panitia, yang kebetulan berdiri di dekat podium, spontan berlari ke atas panggung dan mendekati podium. Fahmi langsung merebut mike yang dipegang Basirun. Terjadi saling merebut mike dan saling mendorong, sehingga Basirun terjatuh. Suasana kacau, dan akhirnya acara Mapram UI malam tersebut dihentikan, tidak dilanjutkan. Fahmi tampil mempertahankan organisasi yang dicintainya, HMI. Selain bangga dengan sikap spontan Fahmi tersebut, menurut pandangan saya, ucapan Basirun tersebut tidak sepantasnya dikeluarkan. Dia berbicara soal politik praktis dalam acara Mapram yang diikuti oleh para mahasiswa baru, yang memerlukan perkenalan dan wawasan tentang dunia akademik yang akan dijalaninya.
Peristiwa G30S/PKI
Peristiwa penting terjadi pada tanggal 30 Septmber 1965. Ternyata PKI berusaha merebut kekuasaan dengan melakukan Gerakan 30 September. Menghadapi ulah PKI tersebut, HMI langsung melakukan konsolidasi. Fahmi Idris adalah salah seorang aktivis HMI yang setiap hari tampil memimpin Apel-apel HMI dengan melakukan orasi untuk membangkitkan semangat HMI melawan PKI. Apel dilaksanakan di markas HMI Diponegoro 16. Beberapa hari kemudian, dibentuklah Kesatuan Aksi Pengganyangan Gestapu/PKI (KAP-GESTAPU), dipimpin oleh Subchan ZE (NU) dan Harry Tjan (Katolik). Aksi massa pertama dilaksanakan tgl 3 Oktober 1965 di lapangan Taman Sunda Kelapa. Berhasil dikerahkan mahasiswa, pemuda dalam jumlah cukup besar. Untuk pertama kalinya disuarakan tuntutan untuk pembubaran PKI sebagai dalang yang menggerakkan G30S. Lagi-lagi yang tampil adalah para aktivis HMI yang terdiri dari Mar’ie Muhammad, Ekki Syahruddin, Nazar Nasution, Firdaus Wadjid, Fahmi Idris, Faried Laksamana, Harun Kamil dan lain-lain yang selama ini berjuang melawan PKI yang berusaha membubarkan HMI. Kali ini temanya berbeda, yaitu menuntut Pembubaran PKI.

Baca Juga :  Puasa dan Optimalisasi Potensi Diri

Bangkitnya KAMI: Tritura
Pada 25 Oktober 1965, atas prakarsa Syarif Thayeb (Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan/PTIP) dibentuklah Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), didukung oleh organisasi mahasiswa ekstra: HMI, PMKRI, GMKI, GMNI, Mapancas, SOMAL (Sekretariat Bersama Organisasi Lokal) yang terdiri dari IMADA, GMD, PMB, MMB, dan lain. KAMI dibentuk tidak hanya di Jakarta, tetapi juga di seluruh Indonesia (Bandung, Bogor, Yogya, Makasar, Medan dan lain-lain). Di lingkungan mahasiswa (KAMI) Jakarta dilaksanakan Apel Besar Mahasiswa pada 10 Januari 1966 bertempat di kampus perjuangan Orde Baru. KAMI mencetuskan TRITURA (Tiga Tuntutan Rakyat), yaitu: Bubarkan PKI. Turunkan Harga. Rombak Kabinet. Gagasan Tritura ini dirumuskan oleh tim dari Presidum KAMI Pusat, yaitu Ismid Hadad (IPMI), Nazar Nasution (HMI) dan Savrinus Suardi (PMKRI).
Peristiwa 10 Januari hingga 11 Maret 1966 merupakan masa penuh tantangan bagi mahasiswa Indonesia. Pada bulan Februari, tepatnya tanggal 24 Februari 1966, salah seorang anggota KAMI, Arief Rachman Hakim gugur ditembak oleh aparat Orde Lama. Maka dilakukanlah pemakaman Arief Rachman Hakim dengan prosesi berjalan kaki yang sangat panjang, mulai dari Salemba hingga ke Blok P, Kebayoran. Suasana duka yang meliputi mahasiswa Indonesia ini diungkapkan oleh Taufiq Ismail, penyair Angkatan 66 dengan kumpulan puisinya bertajuk TIRANI antara lain: Sebuah Jaket Berlumur Darah, Seorang Tukang Rambutan pada Istrinya, Karangan Bunga, Dari Catatan Seorang Demonstran, Bendera Laskar. Malam harinya, diumumkan bahwa KAMI dibubarkan oleh suatu institusi yang bernama Komando Ganyang Malaysia (KOGAM). Dengan SK 041/KOGAM, organisasi mahasiswa (KAMI) ini dibubarkan oleh institusi yang bertanggung jawab menghadapi konfrontasi Indonesia terhadap Malaysia yang menjadi kebijaksanaan dari pemerintahan Orde Lama/Sukarno. Suatu keputusan yang sangat unik bahwa KAMI dibubarkan oleh institusi tersebut. Namun Pimpinan KAMI, baik KAMI Pusat maupun KAMI Jakarta Raya tidak panik. Mereka secara kompak dan serempak membentuk wadah yang merupakan kelanjutan dari KAMI, yaitu Laskar Ampera Arief Rachman Hakim, dipimpin oleh Komandannya, Fahmi Idris. Tekad KAMI bulat, walaupun institusi harus bubar, namun perjuangan tetap harus dilanjutkan. Melalui Laskar Ampera Arief Rachman Hakim, dibentuklah rayon-rayon sebagai basis-basis perjuangan di Jakarta dengan menggunakan nama-nama Pahlawan Revolusi, seperti Rayon A. Yani, Rayon Panjaitan, Rayon Suprapto, Rayon MT Haryono, Rayon Sutoyo, Rayon S. Parman, Rayon Tendean. Perjuangan Laskar Ampera Arief Rachman Hakim selama beberapa bulan, pada akhirnya mengantarkan aksi-aksi mahasiswa berhasil dengan dibubarkannya PKI pada 12 Maret 1966. dibubarkan.
Fahmi Idris, sebagaimana aktivis-aktivis mahasiswa lainnya yang berjuang sepanjang tahun 1966 tersebut, kemudian dikenal sebagai pejuang Angkatan 66. Semoga Allah SWT memberikan tempat terbaik bagi rekan seperjuangan Fahmi Idris, dilapangkan kuburnya, diampuni kesalahannya. Aamiin.

Baca Juga :  Kosmos, Wahyu, dan Akal

*) Nazar Nasution adalah Sekjen Presidium KAMI PUSAT (1965-1966)

Sumber :