Pendidikan Arsip - KAHMI Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam Wed, 09 Oct 2024 01:29:05 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.6.2 https://www.kahminasional.com/assets/img/2021/11/favicon-kahmi-nasional-48x48.png Pendidikan Arsip - KAHMI Nasional 32 32 202918519 Majelis Nasional KAHMI Serahkan Bantuan Rp200 Juta Untuk UICI https://www.kahminasional.com/read/2024/10/09/9985/majelis-nasional-kahmi-serahkan-bantuan-rp200-juta-untuk-uici/ Wed, 09 Oct 2024 01:15:19 +0000 https://www.kahminasional.com/?p=9985 Jakarta – Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) menggelar acara Charity Golf yang diselenggarakan di Sentul, Bogor pada Minggu (06/10/2024). Acara charity golf ini merupakan rangkaian HUT ke-58 KAHMI yang jatuh pada 17 September 2024. Dalam kesempatan tersebut, Majelis Nasional KAHMI menyerahkan bantuan senilai Rp200 juta kepada Universitas Insan Cita Indonesia (UICI). Penyerahan […]

Artikel Majelis Nasional KAHMI Serahkan Bantuan Rp200 Juta Untuk UICI pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
Jakarta – Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) menggelar acara Charity Golf yang diselenggarakan di Sentul, Bogor pada Minggu (06/10/2024).

Acara charity golf ini merupakan rangkaian HUT ke-58 KAHMI yang jatuh pada 17 September 2024.

Dalam kesempatan tersebut, Majelis Nasional KAHMI menyerahkan bantuan senilai Rp200 juta kepada Universitas Insan Cita Indonesia (UICI).

Penyerahan simbolis bantuan ini dilakukan oleh Koordinator Presidium Majelis Nasional KAHMI, Herman Khaeron, kepada Rektor UICI, Prof. Laode Masihu Kamaluddin.

Herman Khaeron mengatakan bantuan tersebut merupakan bentuk komitmen KAHMI terhadap perkembangan UICI.

Sebagai universitas digital yang lahir dari rahim KAHMI, UICI diharapkan dapat menghadirkan akses pendidikan yang inklusif dan berkualitas bagi seluruh masyarakat.

“Semoga bantuan ini dapat mendukung proses belajar mengajar di UICI,” kata Herman.

Sementara itu, Rektor UICI Prof. Laode Masihu Kamaluddin menyampaikan rasa terima kasihnya atas dukungan yang diberikan oleh KAHMI.

“Bantuan ini akan sangat membantu dalam pengembangan sarana dan prasarana pendidikan di UICI. Kami berkomitmen untuk terus memberikan yang terbaik dalam menciptakan generasi muda yang unggul,” ungkapnya.

Prof. Laode menegaskan bantuan ini bukan hanya soal angka, tapi sebuah kepercayaan yang besar untuk memajukan pendidikan di Indonesia.

Artikel Majelis Nasional KAHMI Serahkan Bantuan Rp200 Juta Untuk UICI pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
9985
Kebangkitan nasional: Mengikis ketimpangan dalam akses pendidikan https://www.kahminasional.com/read/2024/05/20/9795/kebangkitan-nasional-mengikis-ketimpangan-dalam-akses-pendidikan/ Mon, 20 May 2024 09:30:42 +0000 https://www.kahminasional.com/?p=9795 Oleh Rasminto, akademisi Universitas Islam ’45 (Unisma) Bekasi, pengurus harian MN KAHMI, dan Direktur Eksekutif Human Studies Institute Pada hari ini 116 tahun yang lalu, para pemuda dan tokoh bangsa berikrar untuk bangkit dari belenggu penjajahan, membuka jalan menuju kemerdekaan dan kemajuan. Semangat kebangkitan ini tidak hanya berbicara tentang kebebasan politik, tetapi juga tentang pencerdasan […]

Artikel Kebangkitan nasional: Mengikis ketimpangan dalam akses pendidikan pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
Oleh Rasminto, akademisi Universitas Islam ’45 (Unisma) Bekasi, pengurus harian MN KAHMI, dan Direktur Eksekutif Human Studies Institute

Pada hari ini 116 tahun yang lalu, para pemuda dan tokoh bangsa berikrar untuk bangkit dari belenggu penjajahan, membuka jalan menuju kemerdekaan dan kemajuan. Semangat kebangkitan ini tidak hanya berbicara tentang kebebasan politik, tetapi juga tentang pencerdasan bangsa melalui pendidikan.

Gerakan kebangkitan nasional dimotori para pemuda saat itu, Dr. Wahidin Sudirohusodo, Dr. Sutomo, dan rekan-rekan, dengan mendirikan organisasi Budi Utomo. Organisasi ini menjadi simbol kesadaran kolektif tentang pentingnya pendidikan untuk membebaskan diri dari kebodohan dan ketertinggalan. Mereka menyadari bahwa pendidikan adalah kunci membuka pintu kemajuan dan martabat bangsa.

Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) bukan sekadar peringatan sejarah, melainkan momen refleksi bagi kita semua. Ini adalah waktu untuk merenungkan betapa pentingnya pendidikan dalam membangun karakter, kecerdasan, dan keterampilan generasi penerus. Di tengah tantangan zaman modern, pendidikan menjadi landasan kokoh dalam menghadapi berbagai perubahan dan menggapai cita-cita besar.

Peringatan Hari Kebangkitan Nasional, kita diingatkan akan pentingnya memajukan sistem pendidikan yang inklusif, adil, dan bermutu. Setiap anak bangsa, tanpa memandang latar belakangnya, berhak mendapatkan kesempatan yang sama untuk belajar dan berkembang, sebagaimana amanat Pasal 31 ayat (1) UUD 1945: setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Pasal tersebut menegaskan bahwa pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara Indonesia. Sejatinya pendidikan merupakan salah satu fondasi utama dalam pembangunan sebuah masyarakat yang maju.

Melalui pendidikan, kita tidak hanya membangun pengetahuan, tetapi juga menanamkan nilai-nilai luhur, seperti toleransi, kerja keras, dan cinta tanah air. Pada peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke-116, marilah kita menguatkan tekad untuk terus memperjuangkan pendidikan yang lebih baik. Dengan semangat yang diwariskan oleh para pendahulu kita, mari kita bersama-sama membangun bangsa yang cerdas dan berdaya saing, menjadikan pendidikan sebagai cahaya penerang di setiap langkah menuju masa depan yang gemilang.

Modal menuju Indonesia Emas 2045
Kita membayangkan sebuah bangsa yang telah mencapai puncak kemakmuran dan kesejahteraan dalam visi besar Indonesia Emas 2045, yang menggambarkan cita-cita luhur membawa negeri ini ke masa depan yang cerah: setiap warga negara menikmati kehidupan yang lebih baik dan penuh peluang. Modal utama untuk mencapai visi ini adalah pendidikan.

Pendidikan lebih dari sekadar transmisi pengetahuan sebab fondasi dari segala kemajuan. Melalui pendidikan, kita tidak hanya membekali generasi muda dengan keterampilan dan ilmu pengetahuan, tetapi juga menanamkan nilai-nilai moral, etika, dan semangat kebangsaan. Pendidikan yang berkualitas menciptakan individu-individu yang kreatif, inovatif, dan siap menghadapi tantangan global.

Untuk menuju Indonesia Emas, kita memerlukan sistem pendidikan yang adaptif dan responsif terhadap perkembangan zaman. Era digital dan revolusi industri 4.0 menuntut keterampilan baru, yang meliputi literasi digital, pemikiran kritis, dan kemampuan beradaptasi. Oleh karena itu, kurikulum pendidikan harus terus diperbarui dan disesuaikan agar relevan dengan kebutuhan masa depan.

Selain itu, akses terhadap pendidikan yang merata dan inklusif adalah prasyarat utama. Setiap anak Indonesia, tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, atau geografis, berhak mendapatkan kesempatan belajar yang sama. Program beasiswa, pembangunan infrastruktur pendidikan di daerah terpencil, dan pelatihan guru adalah langkah konkret mewujudkan pendidikan yang adil dan merata.

Pendidikan juga berperan dalam membangun karakter bangsa. Melalui pendidikan karakter, kita menanamkan nilai-nilai, seperti integritas, kerja keras, gotong royong, dan cinta tanah air. Generasi muda yang berpendidikan baik tidak hanya pintar secara akademis, tetapi juga memiliki kepribadian yang tangguh dan bertanggung jawab.

Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sangat penting dalam memajukan pendidikan. Investasi dalam pendidikan tidak hanya berasal dari anggaran negara, tetapi juga partisipasi aktif berbagai pihak dalam bentuk kemitraan, program CSR, dan inisiatif komunitas. Dengan bersinergi, kita bisa menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan inovatif.

Hari ini, kita memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa visi Indonesia Emas 2045 bukan hanya angan-angan, tetapi sebuah kenyataan. Pendidikan adalah modal utama kita dalam perjalanan ini.

Tantangan kemajuan hangsa
Di tengah impian kita untuk melihat Indonesia maju dan sejahtera mencapai Indonesia Emas 2045, terselip kenyataan pahit yang menghambat langkah menuju masa depan gemilang: mahalnya biaya pendidikan hingga kian tak terjangkau banyak lapisan. Pendidikan, yang seharusnya hak dasar dan jalan menuju kemajuan, kini menjadi barang mewah yang hanya bisa dinikmati sebagian kecil masyarakat.

Bayangkan ketika seorang anak di pelosok negeri yang memiliki mimpi besar untuk menjadi dokter, insinyur, atau guru. Sayangnya, mimpi itu sering kali terhenti di depan pintu sekolah yang menuntut biaya tinggi. Biaya pendaftaran, seragam, buku, dan sumbangan sekolah menjadi penghalang nyata bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu. Bagaimana mungkin kita bisa maju jika anak-anak bangsa terhalang oleh tembok tinggi mahalnya pendidikan?.

Ketidakadilan ini menciptakan jurang yang semakin lebar antara yang kaya dan papa. Anak-anak dari keluarga kaya dapat menikmati fasilitas pendidikan terbaik, sedangkan anak-anak dari keluarga miskin harus puas dengan apa yang ada—sering kali dengan kualitas yang jauh dari memadai. Kesenjangan ini tidak hanya menciptakan ketidakadilan sosial, tetapi juga menghambat potensi besar yang dimiliki generasi muda kita.

Fakta lainnya, kita dihadapkan mahalnya biaya uang kuliah tunggal (UKT) di perguruan tinggi negeri (UKT). Fakta ini menjadi sebuah ironi yang kontras dalam konteks komersialisasi pendidikan. Hal ini tentunya bertentangan pada Pasal 4 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), yang menyatakan pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM), nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.

Pernyataan Sekretaris Ditjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud Ristek, Tjitjik Srie Tjahjandarie, yang menyebut pendidikan tinggi sebagai tertiery education atau edukasi tersier sangat menyayat hati masyarakat. Pernyataan tersebut dinilai tidak simpatik sekaligus menguatkan persepsi jika kuliah atau pendidikan tinggi bersifat elitis dan hanya untuk kalangan tertentu saja. Kita perlu meluruskan literasi bahwasanya yang dimaksud dengan tertiery education bukanlah sifat pendidikan tinggi yang merupakan kebutuhan tersier, tetapi tahapan dalam levelitas jenjang pendidikan tinggi yang banyak dianut dalam sistem pendidikan barat, di mana tahapan pendidikan diawali primary education, secondary education, dan tertiary education.

Namun, yang menjadi esensinya bahwa kondisi pendidikan mahal juga berdampak pada kualitas tenaga kerja masa depan. Ketika hanya segelintir orang yang mendapatkan pendidikan berkualitas, kita kehilangan banyak talenta yang sebenarnya bisa berkontribusi besar bagi kemajuan bangsa. Sumber daya manusia yang tidak optimal ini berdampak langsung pada berbagai sektor, mulai dari kesehatan, teknologi, hingga ekonomi nasional. Untuk mengatasi masalah ini, kita perlu tindakan nyata dan komprehensif. Pemerintah harus lebih serius dalam mengalokasikan anggaran untuk pendidikan, tidak hanya terfokus pada jenjang pendidakan tertentu, tetapi harus mengalokasikan secara proporsional berdasarkan asas berkeadilan.

Pemerintah juga diharapkan memastikan dana pendidikan dalam APBN 20% atau lebih dari Rp600 triliun, yang dapat digunakan secara efektif dan tepat sasaran. Selain itu, program beasiswa pendidikan yang dikelola Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) sebesar Rp139 triliun harus diperluas dan dipermudah aksesnya serta mencakup lebih banyak generasi muda dari berbagai latar belakang, bukan hanya kalangan elite tertentu saja.

Kita juga perlu merefleksikan kembali tujuan dari sistem pendidikan, yakni untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mempersiapkan generasi muda yang siap menghadapi tantangan masa depan. Evaluasi peraturan pendidikan yang kontraversi untuk memastikan bahwa kita tidak terhambat oleh mahalnya biaya pendidikan. Dengan tekad dan kerja keras, kita bisa menciptakan sistem pendidikan yang inklusif, adil, dan berkualitas sehingga setiap anak Indonesia memiliki kesempatan yang sama untuk meraih masa depan yang lebih baik. Hanya dengan pendidikan yang terjangkau dan berkualitas, kita dapat mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045.

Artikel Kebangkitan nasional: Mengikis ketimpangan dalam akses pendidikan pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
9795
Hardiknas 2024, Ketum ICMI ajak masyarakat tak berhenti belajar https://www.kahminasional.com/read/2024/05/03/9701/hardiknas-2024-ketum-icmi-ajak-masyarakat-tak-berhenti-belajar/ Fri, 03 May 2024 06:17:31 +0000 https://www.kahminasional.com/?p=9701 Jakarta, KAHMINasional.com – Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Arif Satria, berharap Indonesia terus menciptakan generasi pendidikan yang luar biasa, yang memajukan pendidikan dan kebudayaan bangsanya. “Selamat Hari Pendidikan Nasional 2024. Semoga dunia pendidikan bisa melahirkan generasi pembelajar sejati, tangguh, dan lincah,” katanya soal peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) usai halal bihalal ICMI 2024 […]

Artikel Hardiknas 2024, Ketum ICMI ajak masyarakat tak berhenti belajar pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
Jakarta, KAHMINasional.com – Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Arif Satria, berharap Indonesia terus menciptakan generasi pendidikan yang luar biasa, yang memajukan pendidikan dan kebudayaan bangsanya.

“Selamat Hari Pendidikan Nasional 2024. Semoga dunia pendidikan bisa melahirkan generasi pembelajar sejati, tangguh, dan lincah,” katanya soal peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) usai halal bihalal ICMI 2024 di Kementerian Pertanian, Jakarta, pada Rabu (1/5).

Menurut Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) ini, masyarakat juga harus terus belajar di bidang yang ditekuninya. Pesan tersebut seperti yang pernah diutarakan bapak fisika dunia, Albert Einstein.

“Sekali kita berhenti belajar artinya sudah mulai kematian,” jelasnya.

Lebih jauh, Arif menyampaikan, ICMI sedang membangun Pesantren Cendekia. Upaya ini dalam rangka memajukan pendidikan nasional.

Pesantren Cendekia akan dibangun di atas lahan seluas 9.000 meter di Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Jabar).

Salah satu pendidikan yang didorong di Pesantren Cendekia adalah implementasi inovasi-inovasi perguruan tinggi untuk masyarakat pertanian. Harapannya, ICMI dapat mendukung sektor riil pedesaan.

“Di Pesantren Cendikia, kita akan mencetak tani cendikia dan santri cendikia. Ini juga menjadi pusat tranformasi masyarakat desa karena inovasi-inovasi yang ada di perguruan tinggi akan kita dorong dihilirisasi,” tuturnya.

Karenanya, dalam kesempatan tersebut, ICMI mengumumkan program wakaf uang untuk pembangunan Pesantren Cendekia.

Hardiknas diperingati setiap 2 Mei. Peringatan Hardiknas untuk mengenang jasa Ki Hajar Dewantara, pelopor pendidikan Indonesia saat masa penjajahan kolonial Belanda.

Hardiknas ditetapkan pemerintah melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 67 Tahun 1961 tentang Hari-hari Nasional yang Bukan Hari Libur. Artinya, peringatan Hardiknas tak ditandai sebagai hari libur nasional.

Artikel Hardiknas 2024, Ketum ICMI ajak masyarakat tak berhenti belajar pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
9701
KH Abdullah Syukri Zarkasyi, 4 pengalaman agar kader berkarakter https://www.kahminasional.com/read/2023/07/05/9291/kh-abdullah-syukri-zarkasyi-4-pengalaman-agar-kader-berkarakter/ Wed, 05 Jul 2023 12:42:50 +0000 https://www.kahminasional.com/?p=9291 Jakarta, KAHMINasional.com – Di usia ke-80, Pondok Modern Gontor 2006 terus menapak tahap-tahap pengembangannya. Sesenja ini Gontor memiliki 15.000 santri yang tersebar di sembilan pondok pesantren modern binaannya secara langsung. Antara lain di Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sulawesi Tenggara, Aceh, dan sebagainya. Pondok pesantren yang dikelola oleh alumninya (pondok alumni, red) ada sekitar 600-an […]

Artikel KH Abdullah Syukri Zarkasyi, 4 pengalaman agar kader berkarakter pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
Jakarta, KAHMINasional.com – Di usia ke-80, Pondok Modern Gontor 2006 terus menapak tahap-tahap pengembangannya. Sesenja ini Gontor memiliki 15.000 santri yang tersebar di sembilan pondok pesantren modern binaannya secara langsung. Antara lain di Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sulawesi Tenggara, Aceh, dan sebagainya. Pondok pesantren yang dikelola oleh alumninya (pondok alumni, red) ada sekitar 600-an pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia dan negara-negara sahabat.

Bukan perkara mudah mengelola, mengembangkan, dan mempertahankan pesantren dengan jumlah santri dan area kerja seluas itu. “Saya sebutkan sebagai manajemen nilai-nilai dan itu bisa diorganisir, pengorganisasian nilai-nilai,” cetus KH Abdullah Syukri Zarkyasi, pimpinan Gontor dan Ketua Bidang Lembaga Dakwah Himpunan Islam (LDMI) HMI Cabang Ciputat 1964-1965 era Nurcholish Madjid (Cak Nur) Ketua Umum Cabang ini.

Pengorganisian nilai-nilai itu untuk mendidik manusia-manusia penggerak dan pejuang. “Mendidik generasi penggerak dan pejuang dengan mendidik manusia biasa itu sungguh sangat berbeda. Di samping butuh kecakapan yang bisa diindrakan, juga membutuhkan nilai-nilai kejiwaan yang sulit diindrakan. Puluhan tahun saya mengalaminya, hampir seluruh usia saya,” papar kiai kelahiran 19 September 1942 ini.

Pada berbagai kesempatan sebelum September 2006, antara lain, di Hotel Marcopolo Jakarta dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, usai menyandang gelar doktor honoris causa dari kampus ini pada Agustus 2005, KH Abdullah Syukri Zarkasyi memaparkan kaderisasi di Gontor serta pandangan sekilasnya tentang kaderisasi di HMI dan kilas nostalgia HMI Cabang Ciputat kepada Alfi Rahmadi dari Majalah Visi Kita. Selengkapnya:

Apa saja modal Pak Kiai memimpin Gontor dengan area kerja yang luas ini?
Kalau dalam konteks HMI, ente panggil kanda juga tidak apa-apa. Ini mengingatkan saya pada Cabang Ciputat (hahaha). Sederhana saja sebetulnya, ada nilai-nilai kejiwaan yang sulit diindrakan tampak sederhana diucapkan, tetapi harus dijalankan, seperti nilai keikhlasan dan kesungguhan sebagai nilai utama. Dari sini akan terlihat wawasan pengalaman yang banyak dan matang, wawasan pemikiran, keilmuan, nyali besar dan keberanian yang tinggi dan tegas, punya idealisme tinggi dan visioner, kemudian banyak mengambil inisiatif, mampu membuat dan memanfaatkan jaringan kerja, bisa dipercaya karena telah berbuat, serta jujur dan transparan. Modal-modal ini kemudian punya kriteria sebagai pimpinan personal dan kolektif yang diproteksi oleh nilai-nilai luhur pesantren dan dikembangkan secara modern.

Baiklah Pak Kiai, eh, Kanda. Agar modal-modal itu bisa berkelanjutan, manajemen kaderisasi apa yang paling signifikan diterapkan?
Dengan suksesi kepemimpinan pesantren yang tidak secara geneologis atau hal-hal kenisbatan, tetapi langkah-langkah pendidikan dan pembelajaran yang sistematis dan berkelanjutan sepanjang masa, seperti uswah al-hasanah, pengarahan, pendekatan, motivasi, penugasan, pembekalan, evaluasi, dan pembinaan lahir-batin. Semuanya diberikan secara berjenjang.

Ambil contoh pada penugasan. Penugasan itu sebetulnya proses penguatan dan pengembangan diri. Mereka yang melibatkan diri untuk ambil peran atau banyak mendapatkan tugas, maka dialah yang akan kuat dan terampil menyelesaikan berbagai permasalahan dalam kehidupan sosial. Tetapi, di Gontor untuk melibatkan diri atau menerima tugas itu, yang berlaku adalah siapa yang banyak mengambil inisiatif sebagaimana salah satu motonya, “Sebesar keinsyafanmu, sebesar itu pula keuntunganmu”.

Berjenjang, Kanda? Bisa dijelaskan lebih lanjut?
Perjenjangan itu dimulai dari kiai, lalu guru-guru dengan kualifikasi senior, semisenior, dan junior, kemudian santri senior atau santri kelas akhir hingga santri kelas I-V. Medium kaderisasinya semua yang terlingkup dalam totalitas kegiatan kampus, dari intrakurikuler, ekstra, maupun kokurikulernya dalam sistem full 24 jam yang saya sebut sebagai “totalitas pendidikan” dan “pendidikan total”.

Semua ini diatur secara self governance antarmereka sendiri yang dikawal oleh pimpinan pondok. Sistem rekrutmen yang menempati setiap pos kelembagaan di Gontor adalah dari internal pondok sendiri secara perjenjangan pula, mulai guru-gurunya secara berjenjang tadi sampai jenjang santrinya. Guru-guru ini alumni Gontor yang terlibat secara langsung dalam totalitas kehidupan pondok. Mereka mengabdikan dirinya dan bahkan mewakafkan dirinya kepada pondok. Jumlahnya sedikit. Dari tiap angkatan setiap tahun, hanya sedikit yang dipilih mengabdi di Gontor dan jumlahnya semakin sedikit lagi setelah menempuh berbagai “ujian kehidupan” di pondok yang hasilnya para guru yang mewakafkan dirinya.

Apa saja kriteria alumni yang mewakafkan dirinya ini?
Mereka harus siap melakukan suksesi kaderisasi pondok seperti mengerti, meresapi, dan menghargai tatanan nilai dan sistem yang sudah ada; siap lahir-batin dalam membantu, membela, memperjuangkan, dan memikirkan pondok; bahkan kalau perlu mengorbankan nyawanya untuk tegak dan terlaksananya tatanan nilai dan sistem yang lebih konstruktif, bukan sebaliknya: destruktif. Ini merupakan bagian integral dari strategi proteksi dan proyeksi yang sejalan dengan kaidah zaman “al-muhafadhotu ‘ala qodimis sholih wal-akhdzu bil jadidil ashlah” (,emelihara yang lama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik, red).

Seperti apa strategi proteksi dan proyeksi yang Kanda maksud?
Strategi proteksi itu usaha lembaga pendidikan untuk meningkatkan kualitas luhur santri: iman, ilmu, maupun amal. Kalau proyeksi, ini berbagai upaya membangun dan mengembangkan segenap potensi stakeholders pesantren secara individual maupun institusional. Secara individual, proyeksi ini mengacu pada berbagai kecendrungan dalam diri santri pada minat dan bakatnya. Kalau secara institusional, menjadi acuan pengembangan yang dilandasi oleh nilai-nilai luhur institusi seperti visi-misinya, programnya serta orientasi pendidikan dan pengajarannya. Seperti apa pengembangannya? Tiap-tiap pesantren punya jawaban sendiri sesuai kebutuhan, kemampuan, dan proyeksi perencanaannya.

Kepekaan atas strategi proteksi dan proyeksi tidak bisa timbul seketika atau responsif begitu saja. Pekanya harus utuh. Kepekaan terhadap perencanaan atas berbagai situasi dulu, sekarang, dan masa depan; efektivitas, transpransi, dan evalusi pelaksanaannya; kemudian sinergi. Tetapi, dari semua kepekaan ini, kepekaan terhadap nilai-nilai keikhlasan dan kesungguhan itulah yang terpenting.

Dalam konteks organisasi kaderisasi, itu berarti nilai-nilai seperti keikhlasan, kesungguhan, dan nilai-nilai luhur lainnya bisa dibikin sistemnya?
Betul! Bahkan, sistem itu mesti diorganisir. Pada pidato pengukuhan saya doktor honoris causa di UIN Jakarta belum lama ini (Agustus 2005, red), saya sebutkan sebagai “manajemen nilai-nilai” dan itu bisa diorganisir. Pengorganisasian nilai-nilai yang terdiri dari panca jiwa, moto, orientasi, dan filsafat hidup Gontor.

Mendidik generasi penggerak dan pejuang dengan mendidik manusia biasa itu sungguh sangat berbeda. Di samping butuh kecakapan yang bisa diindrakan, juga membutuhkan nilai-nilai kejiwaan yang sulit diindrakan. Puluhan tahun saya mengalaminya, hampir seluruh usia saya. Maka, saat peserta didik masuk ke dalam lingkungan kelembagaan kader, pikiran bawah sadar mereka itu harus dikuak bahwa dirinya itu seorang pemimpin yang terus-menerus dilakukan sepanjang masa dan tugas pokok pengkader adalah memastikan manajemen nilai-nilai berjalan atau tidak.

Nah, Gontor telah dirintis sejak abad ke-18 atau era Gontor Lama di Tegalsari, kemudian menemukan formulasi pengembangan pendidikannya tahun 1926 di Desa Gontor (Ponorogo, red) yang disebut era Gontor Baru di tengah pergolakan zaman pergerakan Indonesia modern, kemudian diwakafkan kepada umat Islam sejak 1958, telah menempuh sejarah panjang dalam merumuskan dan menegakan manajemen nilai-nilai berupa panca jiwa, moto, orientasi, dan filsafat Hiduh. Seorang pendidik pasti mampu menjadi pemimpin, tetapi belum tentu seorang pemimpin mampu menjadi pendidik.

Bagaimana kalau ada alumni Gontor di luar kelembagaan formal Gontor dan ada nonalumni Gontor yang ingin berkontribusi di Gontor?
Tetap diterima, tetapi kita selalu berhati-hati agar mereka tidak merusak sistem, nilai-nilai, dan falsafah yang sudah mengakar kuat ini. Salah satu moto Gontor “berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas, dan berpikiran bebas” tidak bisa dibolak-balik. Berpikiran bebas malah akan jadi sebebas-bebasnya dan sesat tanpa fase berpengetahuan luas.

Berpikiran bebas itu maksudnya dia bukan saja bersikap terbuka, tetapi bertanggung jawab dalam persoalan apa pun. Kebebasan itu simbol kedewasaan dan kematangan yang didasarkan kepada Al-Qur’an dan sunah. Kemudian, bagaimana mungkin bisa berpengetahuan luas kalau dia tidak sehat? Di atas segalanya adalah adab dan akhlak yang dikandung dalam nilai berbudi tinggi. Itu salah satu contoh kecilnya saja dalam memahami, meresapi, dan melaksanakan moto ini.

Kalau kualitas HMI menurun, itu artinya apakah karena faktor pengkader dan dan sistem manajemen nilai-nilainya?
Pasti ada yang salah, tidak sungguh-sungguh melaksanakan dan menegakkan manajemen nilai-nilai ke-HMI-an. Atau memang sudah rapuh atau tidak punya lagi manajemen pengorganisasian visi, misi, dan tujuan HMI di berbagai jenjang kaderisasinya.

Jenjang kaderisasi HMI apakah mesti sebangun dengan manajemen nilai-nilainya?
Lo iya dan itu bukan terhenti pada Latihan Kader (LK), tetapi justru setelah latihan untuk dipraktikkan secara nyata dan berkesinambungan. Tanpa nilai-nilai, yang ada hanya gerombolan, bukan himpunan. Himpunan itu lambang kolektivitas yang terorganisir, terutama mengorganisir nilai-nilai yang menjadi fondasinya. Bagaimana mungkin menjadi insan pengabdi yang hebat tanpa fase menjadi insan akademik dan pencipta yang kuat? Untuk itulah, nilai-nilai yang menjiwai menuju insan akademik dan pencipta, tugas pokok para pemimpin di setiap jenjang pengkaderan formal dan informal mesti insyaf untuk memiliki keteladanan atau uswah al-hasanah dan adanya pengarahan, pendekatan, motivasi, penugasan, pembekalan, evaluasi, pembinaan lahir-batin sepanjang massa.

Maka, di kampus-kampus ataupun di pusat-pusat unggulan, pada fase pertama dan kedua itu (insan akademik dan pencipta, red) menjadi mutlak mempersiapkan kualitas kader secara utuh, menyeluruh, dan terus-menerus. Untuk apa? Agar saat terjun ke masyarakat dengan sebenar-benarnya menjadi insan pencipta dan apalagi pada fase pengabdi, ia punya dasar atau fondasi yang sangat kuat.

Namanya juga “insan cita”, mencetak insan kamil untuk kemajuan negeri atau baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur yang berpegang teguh pada Al-Qur’an dan sunah. Contoh di Gontor, ukuran keberhasilan santri dapat diukur saat dia telah berada di tengah masyarakat: seberapa besar jasa dan pengabdiannya kepada masyarakat karena salah satu falsafah dan moto Gontor adalah “khairunnas anfauhum linnas” (sebaik-baik manusia ialah yang paling bermanfaat bagi sesamanya, red). Tetapi, Gontor mewanti-wanti melalui falsafah lainnya, “berjasalah, tetapi jangan minta jasa”.

Pokok-pokok pengalaman apa saja yang memantapkan Kanda yakin terhadap langkah dan sistem Gontor sekarang ini?
Ada empat hal penting yang saya alami. Pertama, tanpa mengaitkan antara gerakan mormon (sebuah sekte Kristen di Amerika) dengan insitusi Islam, tetapi semata-mata melihat sisi gerakan ekonomi dan sosialnya yang tangguh. Saya melihat mereka sangat disiplin dan punya etos kerja yang tinggi.

Kedua, saat saya menyaksikan kemajuan pendidikan di Eropa sangat kentara komunitas belajar mereka yang disebut sebagai learning society itu. Mereka juga punya budaya disiplin yang sangat kuat.

Ketiga, pengalaman menjadi aktivis mahasiswa HMI Ciputat dan IAIN Jakarta bersama-sama Nurcholish Madjid, AM Fatwa, dan sebagainya serta cabang-cabang lain, seperti Akbar Tandjung, Mar’ie Muhammad, dan lain-lain. Pengalaman aktivis mahasiswa bersama mereka-mereka ini mengasah kepekaan saya.

Keempat, menyaksikan bahwa perguruan tinggi besar di dunia ini berawal dari sesuatu yang kecil, tetapi ini dilakukan dengan semangat keagamaan yang kuat. Universitas Al-Azhar itu dari masjid kecil, Universitas Laiden juga dari gereja kecil, termasuk Universitas Harvard dan sejumlah universitas bergengsi lainnya.

Sedikit bernostalgia zaman Kanda di HMI Cabang Ciputat, seperti apa?
Kami pengurus Cabang Ciputat periode 1964-1965 dan saat itu baru saja menjadi cabang (1961, red) setelah sebelumnya komisariat Cabang Jakarta Raya. Salah satu pendirinya, AM Fatwa, juga aktif di PII (Pelajar Islam Indonesia). Ketua umum pertamanya kalau tidak salah Abu Bakar. Keduanya ini senior beberapa tahun.

AM Fatwa dari dulu vokal terhadap situasi sosial politik sebelum maupun sesudah meletus peristiwa Gestok (Gerakan 1 Oktober 1965/PKI, red). Dia pengkritik keras PKI dan underbow-nya, seperti CGMI (Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia). Saya lupa tahun berapa, aparat pernah memburu AM Fatwa karena mengkritik Menteri Pendidikan yang lebih memanjakan CGMI. Ini tidak adil. Apalagi, waktu itu di tahun-tahun awal Cabang Ciputat berdiri, PKI melalui CGMI lantang ingin membubarkan HMI.

Kalau Cak Nur dari dulu sejak di Gontor sudah “kutu buku” dan pintar. Begitu di HMI, tambah lagi. Periode sebelumnya (1962-1963, red), Cak Nur sudah jadi pengurus cabang, ketua umumnya Salim Umar. Cak Nur kalau tidak salah sekretaris umumnya. Setahun sebelum kami menjadi pengurus Cabang Ciputat, kondisi HMI secara keseluruhan sangat memprihatinkan. Ini terjadi zaman Mas Tom (Sulastomo, red), Ketua Umum PB HMI (1963-1966, red). Karena tarik-menarik antarkekuatan politik pemerintahan Bung Karno setelah Masyumi dan PSI (Partai Sosialis Indonesia) dibubarkan (1960, red), Cabang Ciputat dan Yogyakarta kena getahnya setelah sebelumnya berkali-kali demonstrasi merespons buruknya situasi nasional saat itu. Mas Tom terpaksa membekukan dua cabang ini dalam tekanan politik luar biasa.

Aktivis HMI Cabang Ciputat, seperti AM Fatwa, Salim Umar, dan kawan-kawan sampai ditangkap aparat. Mereka dituduh kontra revolusioner. Jadi, boleh dibilang pada periode kami (1964-1965) bersama Cak Nur, situasi kelam itu baru dipulihkan. Kegiatan cabang yang bertumpu pada pengkaderan yang sempat vakum dihidupkan lagi.

Bagaimana dengan kaderisasi Cabang Ciputat periode 1964-1965 ini?
Cak Nur jadi Ketua Umum Cabang Ciputat dan saat itulah untuk pertama kalinya LK menggunakan modul rumusan Cak Nur. Waktu itu disebut Nilai-Nilai Islamisme sebelum dirumuskan menjadi Nilai-Nilai Dasar Perjuangan (NDP) saat Cak Nur menjadi Ketua Umum PB HMI pada akhir periode keduanya dan digunakan PB HMI pengganti Cak Nur zaman Akbar Tandjung ketua umumnya. Tetapi, sebelumnya, karena landasan perjuangan HMI ini baru lahir di Cabang Ciputat dan Cak Nur sering memaparkannya pada berbagai forum diskusi di luar IAIN, maka banyak sekali komisariat dari lintas kampus di Jawa Barat dan Jakarta Raya sebagai wilayah terdekatnya mengikuti LK di HMI Cabang Ciputat. Kalau ada perkumpulan sebuah kegiatan, apalagi sampai malam, di mana-mana pasti selalu dicurigai kontra revolusioner. Beruntung pada 1965, saat Gestok meletus, saya sudah kelar kuliah di IAIN Jakarta, jadi tidak terlalu terganggu dengan proses perkuliahan.

Nah, kalau tradisi diskusi di Ciputat?
Intelektualisme Cabang Ciputat dan IAIN Jakarta dirintis dari peran Cak Nur. Anggota dan pengurus cabang bisa semalam-suntuk berdiskusi, dari pagi ke pagi lagi hampir setiap hari, tetapi lebih banyak sembunyi-sembunyi karena zaman itu konstalasi politik nasional sangat buruk. Selain itu, IAIN pada zaman saya tengah mencari landasan akademiknya karena baru saja masuk pada era formulasi kelembagaannya dari peleburan ADIA (Akademi Dinas Ilmu Agama) Jakarta dengan PTAIN (Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri) Yogyakarta (dileburkan sejak 1960, red) menjadi IAIN, yang berpusat di Yogyakarta.

Apa yang disebut interdisipliner studi Islam yang kelak jadi ciri khas seluruh UIN dan IAIN sekarang, pada era 1960-an belum diterapkan di kelas-kelas perkuliahan, tetapi embrionya sudah dimulai melalui forum diskusi HMI Cabang Ciputat. Beberapa tahun setelahnya (1963, red), baru ada pemisahan secara otonom: IAIN Jakarta dan IAIN Jogja. Dua IAIN inilah ditugaskan oleh negara sebagai pembina untuk membidani lahirnya IAIN-IAIN lainnya di berbagai daerah diawali dari fakultas-fakultas.

Seingat saya, Cak Nur sebelum dan sesudah jadi Ketua Umum Cabang Ciputat masih bolak-balik Jakarta-Jogja karena dia aktif pada kelompok diskusi terbatas lintas kampus Jogja, seperti dengan Ahmad Wahib (UGM), Johan Effendi (IAIN Yogyakarta), Dawam Raharjo (UGM), terkadang ada Gus Dur dan lain-lain. Pulang dari Jogja, selalu ada oleh-oleh yang dia bawa. Oleh-oleh di sini adalah buku. Sebaliknya dari Jakarta, kawan-kawan di Jogja selalu menunggu buku-buku yang dibawa Cak Nur karena Jakarta dianggap lebih lengkap. Yang paling senior dari forum diskusi terbatas ini Pak Mukti Ali, alumni Pesantren Termas Pacitan dan Lasem yang kelak jadi Mentri Agama dari HMI. Beliau ini kalau istilah sekarang menjadi semacam sponsornya.

Kalau forum diskusi terbatas, Cak Nur dkk disponsori Prof. Mukti Ali dan memang kelak beliaulah katalisator berkembangnya akar intelektual Islam di Indonesia dengan mengirim alumni-alumni IAIN dan tokoh muda Islam ke negeri barat saat menjabat Menteri Agama 1971-1978.

Di HMI Ciputat (IAIN Jakarta) periode Kanda, siapa sponsornya?
Hampir tidak ada (hahaha). Kalau disebut-sebut dilakukan Pak Harun Nasution juga tidak tepat karena era 1960-an, beliau masih merampungkan studi master dan doktornya di MacGill, Kanada. Jadi, kalau Cak Nur pernah menyebut tidak pernah diajar Prof. Harun memang betul.

Sepulang dari McGill, Prof. Harun baru jadi rektor IAIN Jakarta (1969, red), saat kami sudah tamat IAIN atau masih ada beberapa kawan yang tengah merampungkan sarjana penuhnya (Drs) setelah sarjana muda (BA). Saya pun sudah melanjutkan studi sarjana dan master ke Al-Azhar, Kairo, sekitar setahun setelah selesai (demisoner, red) di Cabang Ciputat (dari 1966 sampai 1976, red). Cak Nur dari dulu sebetulnya ingin sekali melanjutkan studi ke Timur Tengah, tetapi takdir membawanya belajar Islam ke Amerika (hahaha). Malahan kalau tidak salah akhir era 1960-an, dia mendapat beasiswa keliling negara-negara Timur Tengah.

Kalau sponsor berupa logistik teknis kegiatan?
Logistik seperti makan-minum, peralatan kesekretariatan, dan lain-lain sebagai penunjang proses intelektualisme dan kaderisasi, kami iuran. Terkadang kalau kurang, ditambah dari saya karena dianggap anak kiai Gontor (hahaha). Hampir semua kegiatan mahasiswa digalang secara swadaya dengan cara iuran.

Zaman itu mana ada istilah sponsor seperti sekarang. Mereka yang menyokong atau iuran, kembali lagi seperti salah satu moto Gontor, sebesar keinsyafanmu, sebesar itu pula keberuntunganmu. Aktivis mahasiswa pertengahan 1960-an (eksponen 1966, red) insyaf atau sadar akan pentingnya kegiatan perjuangan dan insyaf atas manfaatnya sehingga gotong royong. Ini prinsip dasar kemandirian. Dengan kemandirian itu organisasi apa pun tidak gampang dibajak.

Seperti organisasi civil society sekarang jugakah?
Betul, harus mandiri. Organisasi-organisasi menengah-besar mesti ada usaha pendapatan untuk menghidupkan organisasinya, seperti Al-Azhar, Kairo, yang pendapatannya setara dan bahkan melebihi pendapatan negara (APBN, red) Republik Mesir atau seperti Hizbullah di Lebanon melalui manajemen wakafnya atau gotong royong dengan iuran karena sama-sama meyakini dan menyadari manfaat organisasinya. Kampus-kampus harusnya pun begitu, jangan dikit-dikit tergantung dari negara.

 

Naskah ini dikutip dari Rubrik Liputan Utama/Wawancara Majalah Visi Kita edisi 25 tahun 2006, ditulis Alfi Rahmadi dan diterbitkan Majelis Nasional KAHMI.

Artikel KH Abdullah Syukri Zarkasyi, 4 pengalaman agar kader berkarakter pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
9291
Pemuda, Ekonomi, dan Pendidikan https://www.kahminasional.com/read/2023/06/11/9268/pemuda-ekonomi-dan-pendidikan/ Sun, 11 Jun 2023 06:48:00 +0000 https://www.kahminasional.com/?p=9268 Oleh Sirly Nur Amelia, mahasiswa Jurusan Ekonomi Universitas Bangka Belitung Menyongsong era digitalisasi dan serba cepat, penyesuian diri dalam membaca keadaan zaman sangat penting untuk dilakukan. Terlebih, pemuda sebagai next generation yang akan bergelut dengan dunia baru ini. Bagi generasi Z dan generasi milenial, era digital adalah ruang kehidupan kedua dan platform di mana semua […]

Artikel Pemuda, Ekonomi, dan Pendidikan pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
Oleh Sirly Nur Amelia, mahasiswa Jurusan Ekonomi Universitas Bangka Belitung

Menyongsong era digitalisasi dan serba cepat, penyesuian diri dalam membaca keadaan zaman sangat penting untuk dilakukan. Terlebih, pemuda sebagai next generation yang akan bergelut dengan dunia baru ini. Bagi generasi Z dan generasi milenial, era digital adalah ruang kehidupan kedua dan platform di mana semua ekspresi berkecimpung di dalamnya. Bicara pendidikan, sosial, ekonomi, informasi, komunikasi, dan cakupan lainnya, semua dikemas dalam alam maya.

Setiap generasi mempunyai perubahan dan arah atau tujuannya masing-masing, yang dapat memengaruhi kehidupan setiap insan. Siap atau tidak, manusia pasti akan mengikut pada pergeseran zaman dan teknologi. Ada yang mengikuti dan menghadapi dengan positif, ada pula merasa terbawa arus sehingga kehilangan jati dirinya sebagai manusia.

Generasi Z adalah penduduk yang lahir pada kurun tahun 1997-2012, sedangkan generasi milenial lahir pada rentang tahun 1981-1996. Generasi Z lahir dan tumbuh di antara perkembangan teknologi sehingga sejak usia dini sudah beradaptasi dengan teknologi digital.

Generasi Z terbiasa dengan keberadaan dan manfaat teknologi bahkan smartphone sudah menggantikan permainan tradisional. Banyak generasi Z yang bahkan baru lahir telah dibuatkan akun media sosial oleh orang tuanya. Bagi generasi Z, kemajuan teknologi bukanlah hal besar. Sedangkan generasi milenial lahir dan dibesarkan pada masa peralihan, di mana generasi milenial harus beradaptasi dengan teknologi digital di tengah perkembangan hidupnya.

Bicara Gen Z dan milenial, tentu arahnya adalah pemuda. Generasi produktif yang hidup di saat ini. Mau dibawa ke mana arah bangsa ini? Tentu jawabannya ada di tangan pemuda. Sejauh mana pemuda ini berkiprah dalam menatap masa depan. Terlebih, harapan kepada generasi muda semakin besar lantaran pada 2030, Indonesia akan menikmati bonus demografi. Pada era ini, komposisi penduduk Indonesia didominasi usia produktif. Lalu, sudah siapkah pemuda di Bangka Belitung?

Untuk menjadi sosok pemuda yang produktif, tentu harus diikuti dengan proses pendidikan yang matang dan juga power ekonomi yang siap. Apabila tingkat pendidikan masih rendah dan daya saing ekonomi masih lemah, maka kita gagal menghadapi fase yang satu ini. Bicara ekonomi dan pendidikan merupakan dua mata sisi yang sangat urgen. Apabila ekonomi itu seperti bara api, maka pendidikan laksana embun.

Hari ini, masalah ekonomi adalah momok dan belenggu yang menghantui pemuda. Tentunya warning bagi pemuda untuk tidak menghabiskan waktunya sia-sia. Sebesar 80 persen generasi muda duduk di kafe, siang dan malam. Kekurangan yang mereka miliki karena dipengaruhi oleh perkembangan teknologi itu sendiri. Kekurangan setiap masa di mana yang pertama, gen Z memiliki kecanduan yang lebih terhadap internet; kedua, kurang pengalaman di dunia kerja; ketiga, tidak loyal; keempat, memiliki idealisme yang tinggi; dan yang terakhir, menyukai hal-hal yang instan.

Kelemahan yang paling kental dari Gen Z adalah pertama, berjam-jam di internet apalagi buat eksis media sosial. Sebagian besar penghuni Instagram, ya, gen Z. Milenial masih 50:50 bahkan mungkin kurang juga. Ada yang eksis juga di Instagram, ada yang tidak peduli sama sekali. Kedua, gen Z di Indonesia kelihatannya ekstrem. Ini musibah yang lebih besar. Oleh karena itu, selalu mengharapkan para sarjanawan agar tidak menjadi pengemis intelektual dan menghabiskan waktu sia-sia tanpa berbuat untuk pengembangan diri yang lebih baik dan berguna untuk dirinya dan daerah.

Ini bukanlah suatu hal yang kebetulan. Tentu berdasarkan fakta dan fenomena yang bisa kita perhatikan. Kecenderungan menghabiskan waktu secara percuma telah menjadikan mereka candu dengan hal yang tidak produktif. Para generasi muda sebenarnya memilki kekuatan (strength) yang mumpuni untuk mengembangkan dan meningkatkan perekonomian. Para pemuda memiliki modal yang besar, yaitu ide-ide kreatif dan inovatif, yang dapat direalisasikan dalam perindustrian. Para pemuda di era digital ini juga memiliki kelebihan, yaitu menguasai teknologi, dan dapat dikolaborasikan dengan ide-ide kreatif yang mereka miliki.

Di sinilah peran pendidikan menunjang proses ide-ide pemuda dalam membentuk karakter pejuang sekaligus memberi arah bagi mereka untuk menemukan jati dirinya. Pendidikan memang tidak menjamin kesuksesan seseorang, tetapi pendidikan mampu mengubah karakter dan pandangan. Oleh karenanya, pemuda, ekonomi, dan pendidikan adalah aset yang sangat penting dalam menunjang arah masa depan, baik acuannya sebagai individu maupun masyarakat luas.

Sudah saatnya kita sebagai pemuda jangan terbelenggu oleh kultur malas yang menjadi penyakit jiwa. Lebih baik menjadi harimau satu kali saja daripada menjadi kambing selamanya. Dari air kita belajar ketenangan, dari batu kita belajar ketegaran, dari kupu-kupu kita belajar berubah lebih baik, dan dari padi kita belajar rendah hati.

Artikel Pemuda, Ekonomi, dan Pendidikan pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
9268
Pemkab Konut Siap Bersinergi dengan HMI-KAHMI Majukan SDM https://www.kahminasional.com/read/2022/11/11/8971/pemkab-konut-siap-bersinergi-dengan-hmi-kahmi-majukan-sdm/ Fri, 11 Nov 2022 08:58:34 +0000 https://www.kahminasional.com/?p=8971 KAHMINasional.com, Jakarta – Pemerintah Kabupaten Konawe Utara (Pemkab Konut) siap bersinergi dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Korps Alumni HMI (KAHMI) dalam membangun daerah. “Ke depan, Pemerintah Daerah Konut bersama HMI dan KAHMI dapat bekerja sama dalam pembangunan daerah, khususnya pembangunan sumber daya manusia (SDM),” ucap Bupati Konut, Ruksamin, Kamis (10/11). Lebih jauh, Koordinator Presidium […]

Artikel Pemkab Konut Siap Bersinergi dengan HMI-KAHMI Majukan SDM pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
KAHMINasional.com, Jakarta – Pemerintah Kabupaten Konawe Utara (Pemkab Konut) siap bersinergi dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Korps Alumni HMI (KAHMI) dalam membangun daerah.

“Ke depan, Pemerintah Daerah Konut bersama HMI dan KAHMI dapat bekerja sama dalam pembangunan daerah, khususnya pembangunan sumber daya manusia (SDM),” ucap Bupati Konut, Ruksamin, Kamis (10/11).

Lebih jauh, Koordinator Presidium Majelis Wilayah (MW) KAHMI Sulawesi Tenggara (Sultra) ini menerangkan, Pemkab Konut menganggarkan dana pengembangan SDM melalui program beasiswa.

MD KAHMI Konut harus hadir dalam menyeleksi dan merekomendasikan adik-adik mahasiswa untuk mendapatkan beasiswa,” katanya saat membuka Musyawarah Daerah (Musda) II KAHMI dan Forum Alumni HMI-Wati (FORHATI) Konut.

“Kita laksanakan ini bukan hanya perintah agama, tapi juga menjalankan perintah undang-undang untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,” imbuh dia.

Artikel Pemkab Konut Siap Bersinergi dengan HMI-KAHMI Majukan SDM pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
8971
UICI Diminta Majukan Demokrasi dengan Memerangi Hoaks dan Post-truth https://www.kahminasional.com/read/2022/05/12/8738/uici-diminta-majukan-demokrasi-dengan-memerangi-hoaks-dan-post-truth/ Thu, 12 May 2022 10:20:58 +0000 https://www.kahminasional.com/?p=8738 Kahminasional.com, Jakarta – Berita hoaks dan pasca-kebenaran (post-truth) membuat demokrasi di Indonesia tidak sehat. Karenanya, Universitas Insan Cita Indonesia (UICI) diharapkan turut memajukan demokrasi di Tanah Air dengan menekan penyebaran keduanya. Demikian disampaikan Ketua Dewan Pakar Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI), Mahfud MD, saat halalbihalal UICI secara hibrida dari Jakarta, Rabu (11/5). Dalam praktiknya, […]

Artikel UICI Diminta Majukan Demokrasi dengan Memerangi Hoaks dan Post-truth pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
Kahminasional.com, Jakarta – Berita hoaks dan pasca-kebenaran (post-truth) membuat demokrasi di Indonesia tidak sehat.

Karenanya, Universitas Insan Cita Indonesia (UICI) diharapkan turut memajukan demokrasi di Tanah Air dengan menekan penyebaran keduanya.

Demikian disampaikan Ketua Dewan Pakar Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI), Mahfud MD, saat halalbihalal UICI secara hibrida dari Jakarta, Rabu (11/5).

Dalam praktiknya, menurutnya, UICI dapat berperan dengan menanamkan moralitas kepada para mahasiswanya sejak dini. “Sehingga, demokrasi kita berkembang dengan sehat dan bagus.”

Menko Polhukam ini menerangkan, perkembangan digital seperti dua sisi mata uang, memiliki dampak positif sekaligus negatif.

Salah satu sisi negatif itu adalah kediktatoran digital (digital dictatorship) yang menggunakan cara-cara post-truth.

Post-truth itu memaksakan kebenaran meskipun salah. Salah lalu dipaksakan melalui digital, dibuat narasi yang berbelok, lalu disiarkan berkali-kali sampai orang percaya bahwa yang salah itu benar,” tuturnya.

Halalbihalal turut diikuti Rektor UICI, Laode M. Kamaluddin; Menko PMK, Muhadjir Effendy; Ketua Dewan Penasihat Akbar Tandjung; Koordinator Presidium MN KAHMI, Ahmad Doli Kurnia; serta Presidium Siti Zuhro dan Hamdan Zoelva.

Artikel UICI Diminta Majukan Demokrasi dengan Memerangi Hoaks dan Post-truth pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
8738
Akbar Tandjung Mau UICI Jadi Pelopor Perguruan Tinggi Digital https://www.kahminasional.com/read/2022/05/12/8735/akbar-tandjung-mau-uici-jadi-pelopor-perguruan-tinggi-digital/ Thu, 12 May 2022 08:17:41 +0000 https://www.kahminasional.com/?p=8735 Kahminasional.com, Jakarta – Universitas Insan Cita Indonesia (UICI) diharapkan menjadi garda terdepan dalam mempelopori perguruan tinggi berbasis digital di Indonesia. Pernyataan ini disampaikan Ketua Dewan Penasihat Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI), Akbar Tandjung, dalam halalbihalal UICI secara hibrida dari Jakarta, Rabu (11/5). “UICI sebagai perguruan tinggi digital diharapkan senantiasa memberikan kontribusi dengan melahirkan talenta-talenta […]

Artikel Akbar Tandjung Mau UICI Jadi Pelopor Perguruan Tinggi Digital pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
Kahminasional.com, Jakarta – Universitas Insan Cita Indonesia (UICI) diharapkan menjadi garda terdepan dalam mempelopori perguruan tinggi berbasis digital di Indonesia.

Pernyataan ini disampaikan Ketua Dewan Penasihat Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI), Akbar Tandjung, dalam halalbihalal UICI secara hibrida dari Jakarta, Rabu (11/5).

“UICI sebagai perguruan tinggi digital diharapkan senantiasa memberikan kontribusi dengan melahirkan talenta-talenta digital yang memiliki komitmen yang tinggi untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bangsa,” tambahnya.

Dalam keterangan tertulis, Akbar melanjutkan, tema halalbihalal, “Membangun Peradaban di Era Digital untuk Keadilan dan Kesejahteraan Bangsa”, relevan dengan perkembangan teknologi digital di Indonesia.

Baginyanya, tajuk itu memberi kesan kuat tentang keharusan memanfaatkan teknologi secara bijak, cerdas, dan kreatif. “Serta diarahkan memperkuat jejaring digital yang produktif dan bermanfaat.”

“Semoga Allah Swt, Tuhan Yang Mahakuasa senantiasa meridai setiap gerak langkah dan ikhtiar UICI dalam mengembangkan perguruan tinggi berbasis digital di Indonesia sebagai bagian dari keikutsertaan mewujudkan cita-cita bangsa,” tuntasnya.

Halalbihalal turut diikuti Rektor UICI, Laode M. Kamaluddin; Menko PMK, Muhadjir Effendy; Ketua Dewan Pakar Mahfud MD; Koordinator Presidium MN KAHMI, Ahmad Doli Kurnia; serta Presidium Siti Zuhro dan Hamdan Zoelva.

Artikel Akbar Tandjung Mau UICI Jadi Pelopor Perguruan Tinggi Digital pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
8735
Koorpres Doli Tegaskan Komitmen KAHMI di Bidang Pendidikan https://www.kahminasional.com/read/2022/05/12/8732/koorpres-doli-tegaskan-komitmen-kahmi-di-bidang-pendidikan/ Wed, 11 May 2022 20:12:53 +0000 https://www.kahminasional.com/?p=8732 Kahminasional.com, Jakarta – Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) memastikan akan terus berinovasi demi memperbesar kontribusinya bagi negara dan masyarakat. Pernyataan ini disampaikan Koordinator Presidium Majelis Nasional (MN) KAHMI, Ahmad Doli Kurnia, dalam halalbihalal Universitas Insan Cita Indonesia (UICI), Rabu (11/5). “Kita harus punya terobosan-terobosan baru agar UICI menjadi lebih baik di masa depan,” katanya […]

Artikel Koorpres Doli Tegaskan Komitmen KAHMI di Bidang Pendidikan pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
Kahminasional.com, Jakarta – Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) memastikan akan terus berinovasi demi memperbesar kontribusinya bagi negara dan masyarakat.

Pernyataan ini disampaikan Koordinator Presidium Majelis Nasional (MN) KAHMI, Ahmad Doli Kurnia, dalam halalbihalal Universitas Insan Cita Indonesia (UICI), Rabu (11/5).

“Kita harus punya terobosan-terobosan baru agar UICI menjadi lebih baik di masa depan,” katanya dalam keterangan tertulis.

UICI adalah institusi pendidikan yang didirikan alumni HMI melalui Majelis Pendidikan Tinggi KAHMI (MPTK). Universitas digital ini berdiri sejak 15 Januari 2021.

Doli menambahkan, UICI merupakan kontribusi nyata keluarga besar KAHMI terhadap pengembangan intelektual dan pengembangan kemajuan dengan menjaga visi keindonesiaan dan keislaman.

“Oleh karena itu, kita punya tanggung jawab besar untuk bisa terus menjaga dan mengembangkan universitas yang kita cintai,” tegas Ketua Komisi II DPR ini.

Politikus Partai Golkar itu melanjutkan, tidak banyak ormas Islam yang memiliki perguruan tinggi. KAHMI menjadi salah satu yang pertama, khususnya di bidang universitas digital.

“Kita bukan hanya sekadar jadi yang pertama, tetapi juga menjadi lokomotif seterusnya,” tutup Doli.

Acara turut dihadiri Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy dan Rektor UICI, Laode M. Kamaluddin.

Lalu, Ketua Dewan Penasihat Akbar Tandjung, Ketua Dewan Pakar Mahfud MD, serta Presidium Siti Zuhro dan Hamdan Zoelva.

Artikel Koorpres Doli Tegaskan Komitmen KAHMI di Bidang Pendidikan pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
8732
Kader KAHMI Nyaris Dipastikan Jadi Rektor Universitas Brawijaya https://www.kahminasional.com/read/2022/04/22/8537/kader-kahmi-nyaris-dipastikan-jadi-rektor-universitas-brawijaya/ Thu, 21 Apr 2022 22:26:54 +0000 https://www.kahminasional.com/?p=8537 Kahminasional.com, Malang – Tiga dari empat kader Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) dinyatakan lolos sebagai calon rektor Universitas Brawijaya (UB) 2022-2027. Mulanya, ada enam bakal calon. Mereka adalah Prof. Imam Santoso, Prof. Unti Ludigdo, Prof. Widodo, Andy Fefta Wijaya, Ph.D, Prof. Marjono, dan Prof. Candra Fajri Ananda. Adapun empat alumnus HMI yang berkompetisi adalah […]

Artikel Kader KAHMI Nyaris Dipastikan Jadi Rektor Universitas Brawijaya pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
Kahminasional.com, Malang – Tiga dari empat kader Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) dinyatakan lolos sebagai calon rektor Universitas Brawijaya (UB) 2022-2027.

Mulanya, ada enam bakal calon. Mereka adalah Prof. Imam Santoso, Prof. Unti Ludigdo, Prof. Widodo, Andy Fefta Wijaya, Ph.D, Prof. Marjono, dan Prof. Candra Fajri Ananda.

Adapun empat alumnus HMI yang berkompetisi adalah Prof. Imam, Prof. Unti, Prof. Widodo, dan Andy, Ph.D.

Lalu, dilakukan pemungutan suara oleh 91 anggota Senat Akademik Universitas (SAU). Seharusnya pemungutan suara diikuti 93 orang, tetapi dua di antaranya tidak bisa memilih karena tak hadir.

Prof. Imam meraih suara tertinggi dengan 29 suara, kemudian Prof. Unti (27), Prof Widodo (19), Prof. Candra (8), Prof. Marjono (4), dan Prof. Andy (3).

Ketua SAU, Prof. Ariffin, menyampaikan, tiga kandidat peraih suara tertinggi ditetapkan sebagai calon rektor. Mereka akan diajukan kepada Majelis Wali Amanat (WMA) untuk selanjutnya dipilih, 21 Mei.

“Dua anggota senat lainnya tidak hadir karena sedang menjalankan ibadah umrah. Peraturan pemilihan calon rektor kali ini harus hadir secara fisik,” katanya.

Satu dari total 91 suara yang masuk dinyatakan tidak sah. Pangkalnya, mencontreng tiga nama.

Pemilihan digelar di Gedung Samantha Krida UB, Malang, Jawa Timur (Jatim), pada Kamis (21/4).

Sementara itu, Prof. Imam menyampaikan, pemilihan merupakan proses regenerasi kepemimpinan. Menurutnya, tiga calon terpilih adalah putra terbaik.

“Siapa pun yang nanti terpilih untuk UB yang lebih maju dan baik,” ujar Prof. Widodo menambahkan.

Artikel Kader KAHMI Nyaris Dipastikan Jadi Rektor Universitas Brawijaya pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
8537