in ,

DPD RI Dorong Percepatan Revisi UU ITE, Ada 4 Alasan

Ketua Komite I DPD RI, Fachrul Razi. Dokumentasi pribadi
Ketua Komite I DPD RI, Fachrul Razi. Dokumentasi pribadi

Kahminasional.com, Jakarta – Ketua Komite I DPD RI, Fachrul Razi, mendorong percepatan revisi Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Pernyataan disampaikan dalam rapat kerja bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) di Kompleks Parlemen, Selasa (5/4).

“Komite I DPD RI mendorong percepatan perubahan revisi Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,” kata fungsionaris Majelis Nasional (MN) KAHMI ini.

DPD RI mendorong revisi UU ITE dilakukan dengan beragam pertimbangan. Pertama, pemakaian UU ITE tidak sesuai semangat awalnya, menjadi payung hukum transaksi bisnis via perangkat elektronik.

Setelah beleid itu disahkan dan berlaku, UU ITE justru acapkali menjadi instrumen kriminalisasi, saling lapor, dan alat untuk kepentingan kekuasaan sehingga menghambat kebebasan berekspresi dan berpendapat.

Baca Juga :  Ugal-ugalan Ibu Kota Baru

Hal tersebut terjadi karena beberapa pasal di dalam UU ITE dikategorikan sebagai “pasal karet”.

Kedua, revisi UU ITE pada 2016 dinilai setengah hati. Pangkalnya, perubahan yang dilakukan justru kian melegitimasi kepentingan pemerintah agar sikap kritis publik dengan menambahkan kewenangan-kewenangan baru.

Berikutnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat mendorong UU ITE direvisi jika dipandang yang ada saat ini tidak memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.

Fachrul berpendapat, pernyataan Presiden tersebut merupakan sinyal positif dalam konteks memperbaiki beberapa pasal yang selama ini dinilai memicu masalah dalam penegakan hukum.

“Pernyataan itu dapat pula dimaknai sebagai bentuk tanggapan terhadap semakin inovatifnya perkembangan teknologi dan informasi,” tambah senator asal Aceh ini.

Alasan lainnya, terdapat proses legislasi yang bersinggungan dengan UU ITE. Rancangan UU (RUU) Perlindungan Data Pribadi, RUU Keamanan Siber, serta rencana merevisi UU Penyiaran dan UU Telekomunikasi, misalnya.

Baca Juga :  Jadi Desa Wisata, Fauzi Harap Ekonomi Warga Rinding Allo Bangkit

DPD RI, terang Fachrul, telah menerima tembusan surat Presiden (surpres) tentang perubahan UU ITE. DPD pun merasa perlu memperoleh informasi terkait rencana revisi UU ITE, termasuk pasal dan substansi yang akan diubah.

Di samping itu, imbuhnya, DPD RI juga menuntut munculnya berbagai permasalahan informasi dan transaksi elektronik. Pangkalnya, yang beredar di media sosial justru menimbulkan keresahan publik.

“Banyaknya konten yang dikategorikan berita bohong dan ujaran kebencian semakin membuat masyarakat tidak nyaman,” tegasnya.

Fachrul mengingatkan, implikasi lain dari penggunaan elektronik pada setiap aktivitas transaksi adalah rentannya data pribadi pengguna bocor.

Adapun revisi materi UU ITE di antaranya Pasal 27 ayat (1), (3), dan (4); Pasal 28 ayat (1) dan (2); Pasal 29; serta Pasal 36. Kemudian, Pasal 45 ayat (1), (2), (3), dan (4) serta Pasal 45A ayat (1) dan (2).

Baca Juga :  Dies Natalis I, Rektor Beberkan Progres Pengembangan UICI

Lalu, penambahan pasal nomor perbuatan (Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28 ayat (2)) dan ancaman pidana (Pasal 45 ayat (5), (6), (7), (8), dan (9) serta Pasal 45A ayat (3)).

“Demikian beberapa isu strategis yang ingin kami diskusikan dalam kesempatan rapat kerja kali ini,” kata Fachrul.

Rapat turut dihadiri Dirjen Aplikasi Informatika Kominfo, Samuel Abrijani Pangerapan; Deputi Bidang Strategi dan Kebijakan Keamanan Siber dan Sandi, Irjen Dono Indarto; serta Plt. Deputi Bidang Keamanan Siber dan Sandi Pemerintah dan Pengembangan Manusia, Marsma TNI Budi R. Leman.

Sumber :

Fatah S

Berkarier di industri media sejak 2010 dan menjadi penulis buku.