in ,

Ibu Kota Negara Pindah 2024, DPD: Butuh Berapa Sangkuriang?

Ketua Komite I DPD RI yang juga fungsionaris MN KAHMI, Fachrul Razi. Dokumentasi pribadi
Ketua Komite I DPD RI yang juga fungsionaris MN KAHMI, Fachrul Razi. Dokumentasi pribadi

Kahminasional.com, Jakarta – Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI meragukan rencana pemindahan ibu kota negara (IKN) ke Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dan Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur (Kaltim), dapat terlaksana sesuai target pada semester I-2024.

Demikian disampaikan Ketua Komite I DPD, Fachrul Razi, webinar “Refleksi Kritis Pemindahan Ibu Kota Negara: Antara Pemulihan Ekonomi dan Pergeseran Episentrum Pembangunan Nasional” yang diselenggarakan Lembaga Kajian Strategis Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MN KAHMI) secara hibrida, Kamis (23/12).

“Saya ingat pengalaman tsunami di Aceh [pada 2004]. Itu [untuk] membangun kota yang hancur, porak-poranda, [untuk sebuah] kota madya saja kita butuh waktu kurang lebih 5 tahun sampai 15 tahun,” ujarnya.

“Jadi kalau dikatakan pemindahan ibu kota [pada] 2024, ya, kita [harus] mengundang berapa Sangkuriang di Republik ini untuk bisa pindah?” sambungnya. “Itu enggak mungkin.”

Senator asal Aceh ini melanjutkan, pemerintah melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memberikan klarifikasi soal target tersebut. Dalam sebuah rapat bersama DPD dikatakan, pemindahan pada 2024 sebatas status.

Baca Juga :  Ariza Mau Munas KAHMI Berikutnya di Sulut, Ini Alasannya

“Jadi pemindahan status, ya, 2024 [mendatang] negara akan men-declare Kalimantan Timur sebagai ibu kota negara,” jelasnya.

Oleh karena itu, dirinya meminta Bappenas tonggak pencapaian (milestone) yang ingin dicapainya, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pemerintah dinilai mesti terbuka tentang hal ini agar rencana pemindahan IKN tidak menimbulkan polemik.

“[Pada] 2021 apa yang jadi target pemerintah, 2022 apa, 2024 apa, 2029 apa, 2035-2045 apa yang jadi sebuah target? Ini yang harus di-publish,” katanya.

Di sisi lain, Fachrul meminta proses pemindahan IKN tidak dilakukan tergesa-gesa. Dicontohkannya dengan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) IKN.

Fungsionaris MN KAHMI itu mendorong demikian lantaran beleid tersebut bakal berdampak hingga 25 tahun ke depan. “Kalau pembahasannya dipaksakan harus segera selesai, yang kita khawatirkan adalah kualitas dari RUU ini akan menjadi persoalan baru.”

Baca Juga :  Tolong, 9 WNI Terjebak Perang Rusia-Ukraina!

Dia juga menyoroti soal partisipasi publik dalam penyusunan RUU IKN, termasuk yang dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) PPU dan terhadap masyarakat adat yang terdampak. “Artinya, semua terlibat,” ucapnya.

Pemerintah pusat pun diharapkan merevisi Undang-Undang tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta. Harapannya, Jakarta bisa tetap bergerak setelah status IKN-nya dicabut dan dipindahkan ke Kaltim. “Negara jangan absen di situ,” sarannya.

Dukung Pemindahan IKN

Meski demikian, Fachrul menegaskan, DPD mendukung rencana pemindahan IKN. Sikap tersebut berdasarkan lima urgensi.

Pertama, penduduk Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa hingga 57% sehingga muncul paradigma jawasentris. Menurutnya, ini harus diubah dengan memindahkan IKN ke wilayah di sentral Indonesia.

“Akhirnya pemerintah tentukan Kalimantan Timur sebagai ibu kota yang sangat strategis. Penajam Paser menjadi sebuah indonesiasentris di masa depan yang stidaknya mempercepat ketertinggalan Indonesia bukan hanya di Asia, tetapi juga di dunia,” ujarnya.

Kedua, jomplangnya persebaran penduduk berdampak terhadap distribusi anggaran, pembangunan, dan perputaran ekonomi. Berdasarkan data, kontribusi Pulau Jawa terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional sebesar 58,49%, sedangkan peran produk domestik regional bruto (PDRB) Jabodetabek terhadap nasional mencapai 20,85%.

Baca Juga :  FORHATI Medan Dirikan Pondok Literasi

“Artinya, perputaran uang Rp2.500 T itu berada di tengah-tengah Pulau Jawa. Oleh karena itu, kita berpikir, kenapa semua concern anggaran, APBN berada di Pulau Jawab dan sebagainya? Dengan adanya pemindahan ibu kota ini menjadi sebuah perubahan yang sangat luar biasa,” urainya.

Tingginya jumlah populasi di Pulau Jawa pun berimbas terhadap masalah kependudukan dan lingkungan. Dicontohkannya dengan krisis air yang melanda di DKI Jakarta dan Jawa Timur.

“Keempat, konversi lahan terbesar terjadi di Pulau Jawa. Menurut data yang kami terima bahkan pertumbuhan urbanisasi yang sangat tinggi dengan konsentrasi penduduk terbesar di Jakarta dan Jabodetabekpunjur. Angka ini sangat drastis sekali,” ungkapnya.

Terakhir, terjadi penurunan daya dukung lingkungan dan berefek pada kerugian ekonomi akibat terkonsentrasinya penduduk di Pulau Jawa.

Sumber :

Fatah S

Berkarier di industri media sejak 2010 dan menjadi penulis buku.