Kolom Arsip - KAHMI Nasional https://www.kahminasional.com/read/category/kolom/ Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam Sun, 11 Aug 2024 12:52:56 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.6.2 https://www.kahminasional.com/assets/img/2021/11/favicon-kahmi-nasional-48x48.png Kolom Arsip - KAHMI Nasional https://www.kahminasional.com/read/category/kolom/ 32 32 202918519 Upacara Kemerdekaan RI di IKN: Simbol kebangkitan dan mercusuar kemajuan ekonomi https://www.kahminasional.com/read/2024/08/11/9881/upacara-kemerdekaan-ri-di-ikn-simbol-kebangkitan-dan-mercusuar-kemajuan-ekonomi/ Sun, 11 Aug 2024 12:52:56 +0000 https://www.kahminasional.com/?p=9881 Oleh Rasminto, pakar geografi manusia Universitas Islam 45 (Unisma) Bekasi, Direktur Eksekutif Human Studies Institute (HSI), anggota Pusat Pendidikan Wawasan Kebangsaan Daerah Khusus Jakarta (PPWK DKJ), dan Wabendum MN KAHMI “IKN Nusantara bukan hanya simbol kebangkitan bangsa, tetapi juga mercusuar harapan dan kemajuan ekonomi Indonesia.” Ada yang berbeda pada perayaan Upacara Hari Kemerdekaan ke-79 Indonesia. […]

Artikel Upacara Kemerdekaan RI di IKN: Simbol kebangkitan dan mercusuar kemajuan ekonomi pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
Oleh Rasminto, pakar geografi manusia Universitas Islam 45 (Unisma) Bekasi, Direktur Eksekutif Human Studies Institute (HSI), anggota Pusat Pendidikan Wawasan Kebangsaan Daerah Khusus Jakarta (PPWK DKJ), dan Wabendum MN KAHMI

“IKN Nusantara bukan hanya simbol kebangkitan bangsa, tetapi juga mercusuar harapan dan kemajuan ekonomi Indonesia.”

Ada yang berbeda pada perayaan Upacara Hari Kemerdekaan ke-79 Indonesia. Pada tahun-tahun sebelumnya, upacara diselenggarakan di Istana Negara Jakarta, tetapi tahun ini akan diselenggarakan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Ini tentunya sangat relevan dengan kalimat di atas, bagaimana IKN Nusantara bukan hanya simbol kebangkitan bangsa, tetapi juga mercusuar harapan dan kemajuan ekonomi Indonesia.

Sehingga, Upacara Kemerdekaan RI tahun 2024 ini menjadi momentum fenomenal bagi Indonesia. Sebab, upacara kemerdekaan tahun ini menandai pemindahan pusat pemerintahan dari Jakarta ke IKN, langkah besar dalam rencana jangka panjang untuk mengembangkan daerah baru yang lebih ramah lingkungan dan merata di seluruh wilayah Indonesia. IKN juga dirancang sebagai kota pintar (smart city) dan berkelanjutan sehingga penyelenggaraan upacara kemerdekaan di sana menunjukkan komitmen Indonesia terhadap pembangunan yang lebih maju, modern, dan inklusif.

Penyelenggaraan upacara di IKN merupakan bentuk komitmen pemerintah Indonesia dalam memperkuat identitas nasional dan mempromosikan semangat persatuan di seluruh negeri sehingga juga memberikan pesan bahwa pembangunan tidak hanya terfokus di Jawa, tetapi merata ke seluruh wilayah. Sebagai acara penting, upacara ini akan menarik perhatian dunia internasional. Ini memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk menunjukkan prestasi dan rencana masa depannya. Selain itu, dampak ekonomi dari IKN Nusantara juga sudah terlihat, khususnya sektor pariwisata dan perhotelan.

Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Kalimantan Timur (RRI, 6/5/2024) mengatakan, imbas IKN dengan adanya kenaikan tingkat kunjungan wisatawan ke Kaltim pada beberapa bulan terakhir naik antara 30-40%, terutama April 2024 yang merupakan momentum libur Idulfitri. Sepanjang 2023, tingkat kunjungan wisatawan, baik wisatawan nusantara (wisnus) maupun wisatawan mancanegara (wisman), juga mengalami kenaikan drastis, yakni wisnus sebanyak 9.242.915 orang atau naik 401,87% dari target yang ditetapkan sebesar 2,3 juta.

Sejarah awal IKN Nusantara

Indonesia memasuki era baru, yang ditandai langkah fenomenal Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan mengumumkan rencana pembangunan IKN pada Agustus 2019 di Kalimantan Timur. Pemindahan ibu kota ini didasari keinginan untuk mengurangi beban Jakarta sebagai pusat pemerintahan, ekonomi, dan budaya, seperti kepadatan penduduk, kemacetan lalu lintas, penurunan muka tanah, dan banjir. Dengan memindahkan ibu kota, pemerintah berharap dapat mengurangi tekanan di Jakarta sekaligus mendorong pemerataan pembangunan ke wilayah-wilayah lain di Indonesia. Sebab, pembangunan IKN menunjukkan fokus pembangunan atas masalah Infrastructure gap: semakin kecil gapnya, semakin besar peluang mempercepat pembangunan infrastruktur nasional.

Selain itu, pemindahan ini juga dianggap sebagai langkah strategis untuk mempercepat pembangunan di kawasan Indonesia timur, yang selama ini tertinggal dibandingkan dengan kawasan barat. Pernyataan tersebut diperkuat pendapat tokoh masyarakat Jawa sekaligus anggota DPRD Kalimantan Timur, Saefuddin Zuhri (Antara, 6/12/2023). Ia mengatakan, “Kalau dulu ada istilah pembangunan hanya terpusat di Pulau Jawa saja, sekarang sudah banyak proyek besar nasional dikerjakan di Kalimantan, Sulawesi, bahkan Papua, terlebih dengan ditetapkannya Kaltim sebagai lokasi IKN, maka program dan sasaran pembangunan secara nasional akan berpindah ke sekitar IKN dan wilayah penyangga lainnya.”

Proyek pembangunan IKN Nusantara bukan hanya melibatkan pembangunan infrastruktur fisik, seperti gedung pemerintahan, jalan raya, dan fasilitas umum, tetapi juga mencakup konsep pembangunan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Pemerintah berkomitmen menjaga keanekaragaman hayati dan ekosistem di Kalimantan serta meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. IKN Nusantara dirancang sebagai kota pintar (smart city) dengan infrastruktur modern dan teknologi canggih untuk meningkatkan efisiensi dan kenyamanan hidup.

Proses awal pembangunan ini melibatkan perencanaan yang detail, pengadaan lahan, serta pembangunan infrastruktur dasar. Pemerintah juga berupaya melibatkan berbagai pihak, termasuk swasta dan masyarakat lokal, dalam pembangunan IKN untuk memastikan bahwa proyek IKN dapat berjalan lancar dan sesuai tujuan yang telah ditetapkan dengan berbagai dinamika dan tantangannya.

Tantangan geografis dan masalah lingkungan

Pembangunan IKN Nusantara di Kalimantan Timur tidaklah mudah. Pada praktiknya, menghadapi tantangan geografis yang kompleks. Wilayah ini memiliki beragam bentuk lahan, mulai dari daerah berbukit hingga gambut yang rentan kebakaran. Selain itu, keberadaan sungai dan rawa menambah kesulitan pembangunan infrastruktur dasar, seperti jalan dan jembatan. Tantangan ini memerlukan kecermatan, teknologi, dan teknik konstruksi yang maju, serta perencanaan yang matang untuk memastikan keamanan kota yang keberlanjutan.

Kalimantan Timur sebagai lokasi IKN Nusantara menghadapi tantangan klimatologi, seperti curah hujan tinggi dan potensi cuaca ekstrem yang dapat menyebabkan banjir, tanah longsor, bahkan tingginya potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Selain itu, perubahan iklim global meningkatkan frekuensi dan intensitas bencana alam, yang bisa berdampak negatif pada pembangunan dan kehidupan sehari-hari. Hal tersebut dirasakan sebagai tantangan dalam proses pembangunan IKN.

Menurut keterangan Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto (CNBC, 5/8/2024), berdasarkan data normal curah hujan selama 30 tahun (1991-2020), pola hujan di IKN memiliki karakteristik hujan dengan intensitas >150 mm/bulan yang terjadi sepanjang tahun. Sehingga, pemerintah, dalam hal ini BNPB, melakukan operasi teknologi modifikasi cuaca (TMC) untuk mendukung target pembangunan IKN tepat waktu. Menurut Kepala BNPB, Suharyanto (Okezone, 3/8/2024), operasi TMC untuk wilayah Kalimantan Timur telah dimulai sejak 15 Juli 2024 sampai hari ini dengan jumlah 119 sorti penerbangan dengan total bahan semai 111 ton NaCl dan 8 ton CaO.

Permasalahan lingkungan juga perlu menjadi perhatian utama, terutama terkait dengan konservasi hutan hujan tropis dan keanekaragaman hayati yang kaya di wilayah IKN. Pembangunan IKN berpotensi menyebabkan deforestasi dan gangguan pada ekosistem, yang memerlukan kebijakan pembangunan berkelanjutan dan ramah lingkungan. Upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim serta perlindungan lingkungan menjadi krusial untuk memastikan keberlanjutan proyek IKN dan kesejahteraan penduduk lokal.

Tantangan geopolitik

IKN Nusantara juga berada di tengah-tengah dinamika geopolitik kawasan, yang melibatkan negara-negara ASEAN dan kekuatan besar, seperti China dan Amerika Serikat. Kawasan Laut China Selatan, yang berdekatan dengan Kalimantan Timur, merupakan zona dengan banyak klaim teritorial yang dipersengketakan oleh beberapa negara ASEAN.

Secara spesifik, kawasan IKN Nusantara berada dekat dengan salah satu Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), kawasan yang termasuk dalam lintasan ALKI II, yang menghubungkan Laut Sulawesi dengan Laut Jawa melalui Selat Makassar. ALKI II adalah salah satu jalur laut internasional yang diakui, memungkinkan pelayaran kapal asing tanpa memerlukan izin dari Indonesia selama tetap berada di perairan internasional dan mematuhi hukum internasional.

Terkait dengan konflik kawasan, lokasi IKN Nusantara yang relatif dekat dengan Laut China Selatan membawa potensi dampak dari ketegangan di wilayah tersebut. Laut China Selatan merupakan area strategis yang diklaim beberapa negara, termasuk China, Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Klaim teritorial yang tumpang tindih dan aktivitas militer China di wilayah ini telah menimbulkan ketegangan, yang juga melibatkan kehadiran Amerika Serikat sebagai penjamin keamanan regional.

Fakta lainnya adalah pengaruh Amerika Serikat dengan kebijakan “pivot to Asia” dan operasi kebebasan navigasinya juga terlibat aktif dalam menjaga jalur perdagangan dan mendukung para sekutunya di kawasan tersebut. Sebagai negara yang menganut politik bebas aktif, Indonesia harus pandai menjaga keseimbangan hubungan diplomatik dengan negara-negara tersebut untuk menjaga stabilitas regional sekaligus melindungi kepentingan nasional bangsa Indonesia.

Artikel Upacara Kemerdekaan RI di IKN: Simbol kebangkitan dan mercusuar kemajuan ekonomi pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
9881
Penjahit perkawanan yang mahal ongkosnya https://www.kahminasional.com/read/2024/08/02/9865/penjahit-perkawanan-yang-mahal-ongkosnya/ Thu, 01 Aug 2024 22:55:44 +0000 https://www.kahminasional.com/?p=9865 Oleh Fathorrahman Fadli, Direktur Eksekutif Indonesia Development Research (IDR) Membicarakan Bang Ichan ibarat datang pada penjahit baju yang mahal sekali ongkosnya. Namun, ongkos di sini bukan berarti uang, tetapi lebih luas dari itu semua. Ichan itu orang yang bersedia melepas perbedaan, ketidaksetujuan, bahkan kebenciannya kepada seseorang atas nama pentingnya merawat pertemanan. Saya tahu hal ini […]

Artikel Penjahit perkawanan yang mahal ongkosnya pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
Oleh Fathorrahman Fadli, Direktur Eksekutif Indonesia Development Research (IDR)

Membicarakan Bang Ichan ibarat datang pada penjahit baju yang mahal sekali ongkosnya. Namun, ongkos di sini bukan berarti uang, tetapi lebih luas dari itu semua. Ichan itu orang yang bersedia melepas perbedaan, ketidaksetujuan, bahkan kebenciannya kepada seseorang atas nama pentingnya merawat pertemanan. Saya tahu hal ini setelah 10 tahun menemaninya menghidupkan diskusi-diskusi yang selalu energik di Institut Peradaban (IP) bersama para tokoh-tokoh senior di Jakarta dalam berbagai profesi, mulai politisi, jenderal tentara, pejabat negara, tokoh birokrasi, pengamat ekonomi, pengamat politik, akademisi, hingga tokoh-tokoh LSM.

Ichan memiliki jaringan pertemanan yang luas. Pertemanan ini sebagai konsekuensi logis dari pekerjaannya belaka. Ia memang membutuhkan jejaring perkawanan yang luas untuk kepentingannya menjadi narasumber atas berbagai acara diskusi yang ia gelar setiap minggu. Ia menjaga dan membangun terus jejaring perkawanan itu secara apik. Beberapa di antaranya kemudian menjadi teman dekatnya yang menempel plek dari hari ke hari.

Saya sendiri hanya bertemu setiap hari Rabu siang, sekitar pukul 12.00 hingga azan Magrib tiba atau bahkan di atas Isya jika diskusinya memanas. Di luar itu, hanya bertemu dalam acara-acara yang memungkinkan untuk dihadiri secara bersama.

Tidak mudah meniru Ichan

Rasa-rasanya tidak mudah meniru Ichan. Sebab, ia tercipta hanya dalam edisi yang terbatas. Sosoknya unik, punya pendapat sendiri atas sesuatu. Ia sosok yang tak bisa didikte. Sering juga bersilang pendapat dalam banyak topik diskusi di Institut Peradaban. Namun, semua tetap berjalan dengan apa adanya. Dalam diskusi dengan Salim Said, yang kami anggap sebagai guru, Ichan tak segan-segan memotong penjelasan sang guru itu. “Enggak begitu jugalah, Bang. Gini-gini, Aku jelasin dulu konteksnya,” pinta Ichan.

Namun, Pak Salim juga tak mau kalah. Ia kerap membenamkan kemauan Ichan itu dengan berkata, “Ichan, let’s me finish, please!”

Menyaksikan keduanya berdiskusi selalu asyik. Misalnya, Salim Said melihat politik dari sudut sejarah yang memang digelutinya, sedangkan Ichan menghidupkannya dalam dimensi realitas politik kekinian yang sedang berjalan dan bagaimana konteks peristiwa politik itu terjadi. Pergaulan Ichan yang luas sangat dimungkinkan ia mendapat informasi yang baru dan segar mengenai dinamika politik yang teejadi di Tanah air. Ichan sangat diandalkan kami dalam mendapatkan informasi-informasi mutakhir selama sepekan. Kemudian, kami bersama-sama membahasnya dari sudut-sudut lain guna memperkaya wawasan.

Perkawanan yang mahal

Bagi Ichan, perkawanan itu mahal sekali harganya. Ia mampu mempertahankan perkawanan itu meski ongkosnya sangat mahal. Salah satu ongkos yang mahal itu adalah bagaimana dia membenamkan rasa benci dan ketidaksukaan atas seseorang. Ia hanya bisa luapkan hal itu pada orang-orang yag dianggap close untuk mengutarakannya. Berkali-kali bahkan bisa dianggap sering ia curhat soal seseorang yang tidak ia sukai kepada saya disela-sela senggang membersamai kami. Namun demi menjaga perkawanan itu ia menjaganya agar tidak dikonsumsi publik. Di sinilah pandainya Ichan dalam menjaga adab berteman. Meskipun untuk itu ia harus bersedia untuk terbakar sendiri. Disini pula mahalnya ongkos perkawanan versi Ichan yang unik itu.

Sosok yang moderat

Pertanyaan penting yang perlu dikemukakan adalah mengapa Ichan menjadi moderat? Menurut hemat saya, sikap moderat yang dipilihnya dengan sadar itu adalah konsekuensi logis dari kebutuhan dia akan pertemanan yang luas. Keinginan dia untuk terus berenang dalam pergaulan yang luas dan berbeda itu disadari atau tidak adalah konsekuensi logisnya adalah bersikap moderat. Sangat tidak masuk akal jika Ichan justru mengambil sikap radikal dan fundamentalis. Untuk semua itu, maka dia harus melonggarkan sejumlah nilai yang dianggapnya tidak selaras dengan keinginannya. Dia harus menjadi muara dari sejumlah perbedaan yang ada di antara aneka rupa pertemanan yang berbeda secara ideologis dan pilihan politis bahkan perbedaan agama dan mondialitas seseorang. Sebab, bagi Ichan, perbedaan itu adalah sesuatu yang taken for granted belaka.

Keberadaannya tidak perlu dipertentangkan dan dipertajam begitu rupa. Ichan seolah mengajak untuk sama-sama menjahit perbedaan itu menjadi rajutan tenun kebinekaan yang indah rupa dan enak dipandang. Namun, menurut saya, hal itu impian yang terlalu indah. Sebab, pada jamaknya kehidupan, pergesekan, perbenturan, bahkan konflik adalah bagian integral dari kehidupan itu sendiri. Konflik sangat dibutuhkan dalam usaha mendinamisasi keadaan agar tidak menuju titik jenuh. Justru salah satu maksud Tuhan menciptakan setan agar dunia bergerak secara dinamis. Di sinilah kita akan lihat dan menyaksikan manusia tamak dengan muka yang lucu. Dari pemandangan itu membuat kita bisa tertawa sehat.

Penyuka film dan kulineran

Mendengarkan Ichan dan Umar Husin bicara tentang film dan dunia intelijen sungguh sangat kaya. Mereka berdua sangat menyukai film. Informasi Ichan soal film biasanya sangat up date. Begitu pula Cak Umar Husin. Keduanya penyuka film dan dunia intelijen. Ia kerap merekomendasi sejumlah film baru yang layak kita tonton. Saya yang minim soal film hanya menyaksikan diskusi mereka dengan decak rasa kagum belaka.

Di samping menggandrungi film-film berkelas, Ichan juga menyukai aneka kuliner yang menurutnya enak rasanya. Jika lagi banyak duit, Ichan tak segan-segan mentraktir saya dan Zaki Mubarak untuk makan-makan. Suatu ketika, kami makan malam di restoran ala Timur Tengah di kawasan Santa, Kebayoran Baru. Begitu duduk, dengan muka tersenyum geli, dia bicara pada saya, “Ong, coba kau baca itu.” Kami kemudian memasangkan mata ke tulisan yang berbunyi, “Makanan ini paling enak nomor dua se-Timur Tengah.”

Kemudian, Ichan berucap, “Resto kau itu tulis saja seperti itu: masakan ini paling enak nomor dua se-Madura, yang nomor satunya suruh mereka cari, kan?” kelakarnya sambil tertawa lebar.

Gagasan-gagasan Ichan

Ichan terbilang man of ideas yang produktif. Sebagai pemikir, ia memiliki banyak sekali ide dan gagasan yang tumpah ruah. Saat duduk sebagai anggota DPD yang pertama, Ichan memiliki banyak ide, yang menurut saya, masih relevan untuk diwujudkan segera. Misalnya, Ichan melihat pentingnya menyebar sejumlah kantor kementerian yang selama ini terpusat di Jakarta ke berbagai daerah di Indonesia. Lakukan saja secara bertahap, misalnya dimulai dari penyebaran kantor BUMN yang relevan dengan karakter wilayahnya seperti kantor BUMN yang sudah ada. PT PAL di Surabaya, PT KAI di Bandung, PT Dirgantara Indonesia (eks PT Nurtanio) di Bandung, PT Bukit Asam di Sumatra, dan lain-lain.

Dalam hal kementerian, misalnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Yogyakarta, Kementerian Kelautan di Sulawesi, Kementerian Lingkungan Hidup di Kalimantan, Kementerian Investasi dan Perencanaan Pembangunan di Jakarta, dan seterusnya. Harapan Ichan, agar orang daerah tidak tertarik ke Jakarta semua sebab daerah juga menarik perhatian mereka untuk hidup sejahtera.

Merintis koran politik

Suatu ketika, saya dipanggil Ichan untuk rapat bersama Bang Hamid Basyaib. Kami rapat bertiga untuk merintis sebuah koran politik yang diharapkan dapat menjadi salah satu referensi utama para pembaca, wabilkhusus para pengambil kebijakan negara. Kami berbagi tugas, Ichan menjadi Pemimpin Umum, Hamid Basyaib sebagai Pemimpin Redaksi,dan saya sebagai Redaktur Pelaksana. Sambil menunggu Ichan dapat investor, saya dan Bang Hamid Basyaib bekerja keras untuk membangun database mempermudah kerja-kerja jurnalistik selanjutnya. Bagi kami yang berlatar jurnalis, database itu sangatlah penting untuk mendukung akurasi dan kecepatan dalam menulis berita atau analisis. Kami sudah membicarakan secara detail aksi-aksi korporasi yang akan dilakukan. Kami bertekad untuk membangun kesadaran baru masyarakat Jakarta untuk bertoleh ke media yang akan kami bangun. Misalnya, koran politik akan memasang iklan-iklan jumbo di tempat-tempat strategis Jakarta, seperti Jalan Raya Sudirman, segitiga emas Kuningan, dan jalan-jalan tol di mana sejuta mata tertuju padanya.

Sayangnya, hingga beberapa bulan berlalu, rencana itu pun belum juga terwujud. Saya dan Bang Hamid Basyaib akhirnya menyerah pada keadaan. Andai saja koran itu terbit, tentu saja akan ikut menghiasi belantika politik nasional kita sebagai bangsa.

Dari pergaulan dengan Ichan dan teman-teman yamg mengitarinya, kita banyak belajar tentang arti pentingnya berteman. Namun, percayalah padaku bahwa berteman dengan cara Ichan sungguh mahal ongkosnya: memandam sakit hati dan ketidakcocokkan yang harus terpelihara. Saya pribadi tidak bisa menjadi Ichan. Lebih baik saya memilih berteman secara apa adanya belaka. Titik!

Artikel Penjahit perkawanan yang mahal ongkosnya pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
9865
Heboh oknum PBNU kunjungan ke Israel https://www.kahminasional.com/read/2024/07/18/9836/heboh-oknum-pbnu-kunjungan-ke-israel/ Thu, 18 Jul 2024 05:59:28 +0000 https://www.kahminasional.com/?p=9836 Oleh Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation, mantan anggota Muslim-Jewish Advisory Council Beberapa waktu lalu terjadi kehebohan di Tanah Air karena salah seorang petinggi Nahdlatul Ulama (NU), kini Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf, melakukan pertemuan dengan Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Natanyahu. Menurut informasi yang kita terima, pertemuan itu diatur oleh sebuah organisasi Yahudi […]

Artikel Heboh oknum PBNU kunjungan ke Israel pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
Oleh Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation, mantan anggota Muslim-Jewish Advisory Council

Beberapa waktu lalu terjadi kehebohan di Tanah Air karena salah seorang petinggi Nahdlatul Ulama (NU), kini Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf, melakukan pertemuan dengan Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Natanyahu. Menurut informasi yang kita terima, pertemuan itu diatur oleh sebuah organisasi Yahudi internasional bernama American Jewish Committee (AJC).

AJC adalah satu dari sekian banyak organisasi Yahudi yang paling aktif mempromosikan kegiatan-kegiatan yang bertujuan mendekatkan umat Islam dengan Israel. Saya katakan dengan Israel, bukan dengan Yahudi, karena umumnya kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan selalu ada kaitannya dengan Israel.

Saya pernah sangat dekat dengan AJC. Bahkan, ketika Muslim-Jewish Advisory Council (MJA) didirikan sebagai bagian dari AJC, saya termasuk diminta untuk menjadi anggotanya. MJA-AJC ini adalah kumpulan high profile muslim dan Yahudi yang diharapkan duduk bersama membicarakan langkah-langkah untuk menghadapi musuh bersama: islamophobia dan antisemit. Mengingat tujuannya yang mulia itu, saya kemudian dengan senang bergabung.

Sayangnya, dalam pertemuan-pertemuan yang diadakan pada umumnya hanya membicarakan strategi menghadapi antisemitisme dan sangat minim membicarakan islamophobia. Puncak ketidaksetujuan saya adalah ketika di suatu waktu Israel menggempur Palestina (Gaza) dengan korban rakyat sipil yang tidak sedikit. Saya meminta agar Muslim-Jewish Advisory Council bersuara menyerukan penghentian pembunuhan massal kepada rakyat sipil. Pernyataan saya malah dianggap tidak toleran dan cenderung antisemit.

Saya dikontak secara pribadi oleh Direktur MJAC-AJC ketika itu agar nonaktif sementara. Saya jawab tegas bahwa saya berhabung dengan MJAC bukan karena keinginan saya, tetapi Anda yang meminta saya. Karenanya, saya bukan hanya nonaktif, saya keluar dari MJAC karena saya anggap tidak sesuai dengan misi yang disampaikan.

Sejak itu, saya terputus relasi dengan organisasi ini. Belakangan saya terkejut karena justru AJC begitu aktif melakukan penetrasi ke umat Islam Indonesia. Salah satunya adalah dengan berusaha mengundang tokoh-tokoh agama nasional untuk berkunjung ke Israel. Karenanya, saya tidak terkejut sama sekali ketika beberapa tahun lalu, KH Yahya Staquf diundang ke Israel dan sempat bertemu dengan Benjamin Natanyahu. Apalagi, baru-baru ini kunjungan 5 tokoh muda NU itu tidak lepas dari peranan AJC.

AJC bahkan aktif melakukan pendekatan dan penetrasi ke institusi-institusi Islam. Saya pernah dikontak oleh beberapa guru besar UIN, UIM, dan lain-lain. Bahkan, salah seorang ketua umum sebuah organisasi Islam nasional baru-baru ini mengontak saya meminta masukan. Konon kabarnya, diminta untuk bertemu dengan Direktur MJC yang baru.

Saya tidak perlu menuliskan secara perinci misi AJC dan beberapa organisasi Yahudi lainnya karena saya tahu Israel bagi 99% Yahudi adalah misi keyakinan yang menjadi tujuan utama dalam semua perjuangan mereka. Untuk itu, saya kita tidak perlu terkejut dan juga tidak perlu khawatir. Bukankah kejahatan memang akan terus hadir hingga akhir zaman?

Justru yang mengejutkan dan disayangkan adalah ketika umat Islam, khususnya tokoh-tokoh umat, begitu naif menghadapi langkah-langkah mereka. Saya tidak tahu apa kepentingan yang mereka dapatkan. Sebab, saya tahu betul orang-orang Yahudi tidak mudah memberi kompensasi (materi). Palingan tiket dan akomodasi dan pujian semata. Setelah itu, nama-nama tokoh itu akan dipakai sebagai pembenaran seolah mewakili bangsa Indonesia untuk membangun kedekatan dengan Israel. Selebihnya, kita juga tahu ke mana arahnya.

Bagi tokoh-tokoh yang naif dan terpakai itu, sebenarnya yang ingin dicapai hanya popularitas dan keinginan dilihat sebagai pahlawan toleransi, kerja sama antarumat beragama, dan perdamaian. Mereka ingin menjadi pahlawan dadakan.

Tanpa sadar para tokoh itu telah ikut menjadi pembenaran terhadap kejahatan kemanusiaan dan genosida yang dilakukan oleh Israel di Gaza. Ini dahsyat. Mereka seolah tidak punya sensitivitas dan hati nurani dalam melihat pembantaian puluhan ribu kaum sipil, termasuk anak-anak, perempuan/ibu, dan orang-orang tua. Saya malu mempertanyakan keislaman mereka karena saya yakin Islam terlalu mulia untuk dikaitkan dengan mereka. Namun, minimal saya mempertanyakan rasa kemanusiaan mereka.

Saya termasuk orang-orang pertama yang menggagas dialog Yahudi-Muslim di Amerika. Bahkan, saya menulis buku bersama dengan seorang pendeta Yahudi berjudul Anak-Anak Ibrahim: Hal-hal yang Menyatukan dan Memisahkan Muslim dan Yahudi. Tujuan saya murni untuk meredam kesalahpahaman dan kebencian kepada Islam dan masyarakat muslim di Amerika. Juga karena saya memahami jika antisemitisme di Amerika cukup tinggi. Karenanya, saya merasa penting jika kedua komunitas ini bisa bekerja sama menghadapi musuh bersama itu.

Maka, komitmen saya terhadap dialog antaragama tidak perlu dipertanyakan. Dengan segala perbedaan politik dengan Yahudi, saya tetap komitmen membangun dialog dengan mereka dalam hal-hal yang menjadi kepentingan bersama (mutual interest), khususnya dalam upaya memerangi islamophobia dan antisemitisme.

Akan tetapi, ketika sudah berkaitan dengan Israel dan kekejamannya, maka saya perlu mengambil garis tegas dan jelas. Dengan penjajah, apalagi penjajahan atas bumi suci Al-Quds, tidak akan saya toleransi. Sebagian tokoh Yahudi di Amerika paham posisi saya ini. Sehingga, pada saat peluncuran buku saya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab di Dubai, saya tidak hadir karena saya tahu Emirat dan Israel membangun kedekatan dan hubungan diplomasi.

Untuk itu, saya ingatkan bahwa kita umat Islam harus ada pembatas yang jelas dalam menyikapi mana dialog antaragama, termasuk dengan Yahudi, dan mana yang sesungguhnya yang menjadi kepentingan Israel. Dan dalam hal ini, saya berani mengatakan bahwa AJC adalah satu dari banyak organisasi yang membawa kepentingan Israel atas nama dialog antaragama. Maka, jangan naif, apalagi karena didorong oleh penyakit wahan (inferiority complex) demi kepentingan duniawi.

Saya sekali lagi mengingatkan semua organisasi Islam dan tokoh-tokohnya untuk lebih jeli dan berhati-hati. Tidak perlu over self confident, merasa mampu membujuk Israel. Who are you? Kepala-kepala negara saja jika tidak sesuai kepentingannya, tidak dipedulikan. Bahkan, organisasi-organisasi internasional, termasuk PBB, seolah direndahkan. Israel merasa menguasai segala hal di dunia ini. Apalagi, kalau hanya guru agama yang belum tentu juga mampu mengomunikasikan idenya secara baik.

Hentikan semua hal yang dapat dijadikan Israel sebagai pembenaran dalam aksi kejahatan kemanusiaan dan genosida yang dilakukannya. Istafti qalbak, tanya diri Anda baik sebagai manusia, apalagi sebagai orang yang beriman. Benarkah langkah Anda?

Artikel Heboh oknum PBNU kunjungan ke Israel pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
9836
Catatan LK2 Nasional HMI Cabang Yogyakarta: Bertemunya pemikiran berbasis normatif, teori klasik, dan ilmu sosial modern https://www.kahminasional.com/read/2024/06/01/9807/catatan-lk2-nasional-hmi-cabang-yogyakarta-bertemunya-pemikiran-berbasis-normatif-teori-klasik-dan-ilmu-sosial-modern/ Sat, 01 Jun 2024 06:46:44 +0000 https://www.kahminasional.com/?p=9807 Oleh MHR Shikka Songge, pemateri perkaderan HMI Bidang Filsafat dan NDP HMI Alhamdulillah, saat ini saya sedang berada di Yogyakarta. Agenda selain bersilaturahmi dengan kawan dan sahabat, junior dari Lamakera yang sedang belajar dengan penuh semangat menggapi cita di Kota Pelajar Yogyakarta, juga mengisi materi di forum LK2, Intermediate Training Tingkat Nasional HMI Cabang Yogyakarta. LK2 kali ini […]

Artikel Catatan LK2 Nasional HMI Cabang Yogyakarta: Bertemunya pemikiran berbasis normatif, teori klasik, dan ilmu sosial modern pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
Oleh MHR Shikka Songge, pemateri perkaderan HMI Bidang Filsafat dan NDP HMI

Alhamdulillah, saat ini saya sedang berada di Yogyakarta. Agenda selain bersilaturahmi dengan kawan dan sahabat, junior dari Lamakera yang sedang belajar dengan penuh semangat menggapi cita di Kota Pelajar Yogyakarta, juga mengisi materi di forum LK2, Intermediate Training Tingkat Nasional HMI Cabang Yogyakarta.

LK2 kali ini diikuti oleh 50 orang peserta, ditangani oleh kepanitaan dari Pengurus Korkom HMI UIN Yogyakarta, yang berlokasi di Balai Besar Pemerintahan Desa RI di Kalasan, Yogyakarta.

Forum kaderisasi tingkat nasional ini sangat dinamis karena diikuti oleh beragam peserta dari beragam kampus, beragam cabang, terutama peserta yang pernah nyantri di pondok pesantren. Tentu mereka memiliki basis normatif dengan teori klasik dan peserta berbasis pendidikan umum yang menguasai basis ilmu sosial modern.

Dari sini terjadi perdebatan kompilatif kritis dengan berbagi sudut pandang keilmuan yang berbasis pada teori, logika, mantik, nahu, dan ushul fiqh.

Inilah lautan kekayaan ilmu yang tak berbatas dalam kandungan Nilai Dasar Perjuangan (NDP) yang harus terus-menerus digali untuk lebih menjawab realitas keumatan dan kebangsaan. Membedah NDP dengan pisau analisis yang tajam dimaksudkan untuk membongkar tirai kosmologi kejumudan yang saat ini membelenggu dunia pergerakan HMI. Tirai kosmologi kejumudan HMI dan umat Islam adalah lahan yang subur mendorong tumbuhnya tirani kekuasaan minoritas.

Studi NDP bagi kader HMI merupakan proses pelembagaan nilai-nilai fundamental untuk membentuk bangunan kerangka berpikir kader yang senantiasa berorientasi ke depan dan menjadi bagian dari agen perubahan masa depan. Oleh karena itu, kader HMI harus berwatak merdeka, yakni watak yang terbebaskan dari belenggu kemusyrikan. Membiarkan tumbuhnya sifat kemusyrikan sama halnya dengan mematikan keberanian sehingga tak mampu lagi mengusung daya kreatif, kritis, inovatif, dan bergerak progresif untuk merebut perubahan. Merawat sifat kemusyrikan berarti mematikan langkah keberanian dalam menegakan kebenaran atau melumpuhkan kebenaran.

Janji perubahan itu hanya bisa diraih oleh setiap kader HMI jika memiliki energi keberanian. Dan keberanian itu bisa tegak dalam kondisi apa pun ketika setiap kader HMI sanggup meneguhkan tauhidnya hanya kepada keesaan Allah semata.

Saya Berbahagia berada di sini, pulang kampung.

Artikel Catatan LK2 Nasional HMI Cabang Yogyakarta: Bertemunya pemikiran berbasis normatif, teori klasik, dan ilmu sosial modern pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
9807
Kebangkitan nasional: Mengikis ketimpangan dalam akses pendidikan https://www.kahminasional.com/read/2024/05/20/9795/kebangkitan-nasional-mengikis-ketimpangan-dalam-akses-pendidikan/ Mon, 20 May 2024 09:30:42 +0000 https://www.kahminasional.com/?p=9795 Oleh Rasminto, akademisi Universitas Islam ’45 (Unisma) Bekasi, pengurus harian MN KAHMI, dan Direktur Eksekutif Human Studies Institute Pada hari ini 116 tahun yang lalu, para pemuda dan tokoh bangsa berikrar untuk bangkit dari belenggu penjajahan, membuka jalan menuju kemerdekaan dan kemajuan. Semangat kebangkitan ini tidak hanya berbicara tentang kebebasan politik, tetapi juga tentang pencerdasan […]

Artikel Kebangkitan nasional: Mengikis ketimpangan dalam akses pendidikan pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
Oleh Rasminto, akademisi Universitas Islam ’45 (Unisma) Bekasi, pengurus harian MN KAHMI, dan Direktur Eksekutif Human Studies Institute

Pada hari ini 116 tahun yang lalu, para pemuda dan tokoh bangsa berikrar untuk bangkit dari belenggu penjajahan, membuka jalan menuju kemerdekaan dan kemajuan. Semangat kebangkitan ini tidak hanya berbicara tentang kebebasan politik, tetapi juga tentang pencerdasan bangsa melalui pendidikan.

Gerakan kebangkitan nasional dimotori para pemuda saat itu, Dr. Wahidin Sudirohusodo, Dr. Sutomo, dan rekan-rekan, dengan mendirikan organisasi Budi Utomo. Organisasi ini menjadi simbol kesadaran kolektif tentang pentingnya pendidikan untuk membebaskan diri dari kebodohan dan ketertinggalan. Mereka menyadari bahwa pendidikan adalah kunci membuka pintu kemajuan dan martabat bangsa.

Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) bukan sekadar peringatan sejarah, melainkan momen refleksi bagi kita semua. Ini adalah waktu untuk merenungkan betapa pentingnya pendidikan dalam membangun karakter, kecerdasan, dan keterampilan generasi penerus. Di tengah tantangan zaman modern, pendidikan menjadi landasan kokoh dalam menghadapi berbagai perubahan dan menggapai cita-cita besar.

Peringatan Hari Kebangkitan Nasional, kita diingatkan akan pentingnya memajukan sistem pendidikan yang inklusif, adil, dan bermutu. Setiap anak bangsa, tanpa memandang latar belakangnya, berhak mendapatkan kesempatan yang sama untuk belajar dan berkembang, sebagaimana amanat Pasal 31 ayat (1) UUD 1945: setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Pasal tersebut menegaskan bahwa pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara Indonesia. Sejatinya pendidikan merupakan salah satu fondasi utama dalam pembangunan sebuah masyarakat yang maju.

Melalui pendidikan, kita tidak hanya membangun pengetahuan, tetapi juga menanamkan nilai-nilai luhur, seperti toleransi, kerja keras, dan cinta tanah air. Pada peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke-116, marilah kita menguatkan tekad untuk terus memperjuangkan pendidikan yang lebih baik. Dengan semangat yang diwariskan oleh para pendahulu kita, mari kita bersama-sama membangun bangsa yang cerdas dan berdaya saing, menjadikan pendidikan sebagai cahaya penerang di setiap langkah menuju masa depan yang gemilang.

Modal menuju Indonesia Emas 2045
Kita membayangkan sebuah bangsa yang telah mencapai puncak kemakmuran dan kesejahteraan dalam visi besar Indonesia Emas 2045, yang menggambarkan cita-cita luhur membawa negeri ini ke masa depan yang cerah: setiap warga negara menikmati kehidupan yang lebih baik dan penuh peluang. Modal utama untuk mencapai visi ini adalah pendidikan.

Pendidikan lebih dari sekadar transmisi pengetahuan sebab fondasi dari segala kemajuan. Melalui pendidikan, kita tidak hanya membekali generasi muda dengan keterampilan dan ilmu pengetahuan, tetapi juga menanamkan nilai-nilai moral, etika, dan semangat kebangsaan. Pendidikan yang berkualitas menciptakan individu-individu yang kreatif, inovatif, dan siap menghadapi tantangan global.

Untuk menuju Indonesia Emas, kita memerlukan sistem pendidikan yang adaptif dan responsif terhadap perkembangan zaman. Era digital dan revolusi industri 4.0 menuntut keterampilan baru, yang meliputi literasi digital, pemikiran kritis, dan kemampuan beradaptasi. Oleh karena itu, kurikulum pendidikan harus terus diperbarui dan disesuaikan agar relevan dengan kebutuhan masa depan.

Selain itu, akses terhadap pendidikan yang merata dan inklusif adalah prasyarat utama. Setiap anak Indonesia, tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, atau geografis, berhak mendapatkan kesempatan belajar yang sama. Program beasiswa, pembangunan infrastruktur pendidikan di daerah terpencil, dan pelatihan guru adalah langkah konkret mewujudkan pendidikan yang adil dan merata.

Pendidikan juga berperan dalam membangun karakter bangsa. Melalui pendidikan karakter, kita menanamkan nilai-nilai, seperti integritas, kerja keras, gotong royong, dan cinta tanah air. Generasi muda yang berpendidikan baik tidak hanya pintar secara akademis, tetapi juga memiliki kepribadian yang tangguh dan bertanggung jawab.

Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sangat penting dalam memajukan pendidikan. Investasi dalam pendidikan tidak hanya berasal dari anggaran negara, tetapi juga partisipasi aktif berbagai pihak dalam bentuk kemitraan, program CSR, dan inisiatif komunitas. Dengan bersinergi, kita bisa menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan inovatif.

Hari ini, kita memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa visi Indonesia Emas 2045 bukan hanya angan-angan, tetapi sebuah kenyataan. Pendidikan adalah modal utama kita dalam perjalanan ini.

Tantangan kemajuan hangsa
Di tengah impian kita untuk melihat Indonesia maju dan sejahtera mencapai Indonesia Emas 2045, terselip kenyataan pahit yang menghambat langkah menuju masa depan gemilang: mahalnya biaya pendidikan hingga kian tak terjangkau banyak lapisan. Pendidikan, yang seharusnya hak dasar dan jalan menuju kemajuan, kini menjadi barang mewah yang hanya bisa dinikmati sebagian kecil masyarakat.

Bayangkan ketika seorang anak di pelosok negeri yang memiliki mimpi besar untuk menjadi dokter, insinyur, atau guru. Sayangnya, mimpi itu sering kali terhenti di depan pintu sekolah yang menuntut biaya tinggi. Biaya pendaftaran, seragam, buku, dan sumbangan sekolah menjadi penghalang nyata bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu. Bagaimana mungkin kita bisa maju jika anak-anak bangsa terhalang oleh tembok tinggi mahalnya pendidikan?.

Ketidakadilan ini menciptakan jurang yang semakin lebar antara yang kaya dan papa. Anak-anak dari keluarga kaya dapat menikmati fasilitas pendidikan terbaik, sedangkan anak-anak dari keluarga miskin harus puas dengan apa yang ada—sering kali dengan kualitas yang jauh dari memadai. Kesenjangan ini tidak hanya menciptakan ketidakadilan sosial, tetapi juga menghambat potensi besar yang dimiliki generasi muda kita.

Fakta lainnya, kita dihadapkan mahalnya biaya uang kuliah tunggal (UKT) di perguruan tinggi negeri (UKT). Fakta ini menjadi sebuah ironi yang kontras dalam konteks komersialisasi pendidikan. Hal ini tentunya bertentangan pada Pasal 4 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), yang menyatakan pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM), nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.

Pernyataan Sekretaris Ditjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud Ristek, Tjitjik Srie Tjahjandarie, yang menyebut pendidikan tinggi sebagai tertiery education atau edukasi tersier sangat menyayat hati masyarakat. Pernyataan tersebut dinilai tidak simpatik sekaligus menguatkan persepsi jika kuliah atau pendidikan tinggi bersifat elitis dan hanya untuk kalangan tertentu saja. Kita perlu meluruskan literasi bahwasanya yang dimaksud dengan tertiery education bukanlah sifat pendidikan tinggi yang merupakan kebutuhan tersier, tetapi tahapan dalam levelitas jenjang pendidikan tinggi yang banyak dianut dalam sistem pendidikan barat, di mana tahapan pendidikan diawali primary education, secondary education, dan tertiary education.

Namun, yang menjadi esensinya bahwa kondisi pendidikan mahal juga berdampak pada kualitas tenaga kerja masa depan. Ketika hanya segelintir orang yang mendapatkan pendidikan berkualitas, kita kehilangan banyak talenta yang sebenarnya bisa berkontribusi besar bagi kemajuan bangsa. Sumber daya manusia yang tidak optimal ini berdampak langsung pada berbagai sektor, mulai dari kesehatan, teknologi, hingga ekonomi nasional. Untuk mengatasi masalah ini, kita perlu tindakan nyata dan komprehensif. Pemerintah harus lebih serius dalam mengalokasikan anggaran untuk pendidikan, tidak hanya terfokus pada jenjang pendidakan tertentu, tetapi harus mengalokasikan secara proporsional berdasarkan asas berkeadilan.

Pemerintah juga diharapkan memastikan dana pendidikan dalam APBN 20% atau lebih dari Rp600 triliun, yang dapat digunakan secara efektif dan tepat sasaran. Selain itu, program beasiswa pendidikan yang dikelola Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) sebesar Rp139 triliun harus diperluas dan dipermudah aksesnya serta mencakup lebih banyak generasi muda dari berbagai latar belakang, bukan hanya kalangan elite tertentu saja.

Kita juga perlu merefleksikan kembali tujuan dari sistem pendidikan, yakni untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mempersiapkan generasi muda yang siap menghadapi tantangan masa depan. Evaluasi peraturan pendidikan yang kontraversi untuk memastikan bahwa kita tidak terhambat oleh mahalnya biaya pendidikan. Dengan tekad dan kerja keras, kita bisa menciptakan sistem pendidikan yang inklusif, adil, dan berkualitas sehingga setiap anak Indonesia memiliki kesempatan yang sama untuk meraih masa depan yang lebih baik. Hanya dengan pendidikan yang terjangkau dan berkualitas, kita dapat mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045.

Artikel Kebangkitan nasional: Mengikis ketimpangan dalam akses pendidikan pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
9795
Islam dan hak asasi manusia https://www.kahminasional.com/read/2024/04/20/9617/islam-dan-hak-asasi-manusia/ Sat, 20 Apr 2024 13:50:58 +0000 https://www.kahminasional.com/?p=9617 Oleh Shamsi Ali, Direktur Jamaica Muslim Center New York Hari Kamis, 18 April 2024 kemarin, saya diundang untuk menjadi salah seorang pembicara dalam sebuah diskusi panel tentang hak-hak dasar (human rights) kaum Uighur di China. Acara bertemakan “Disrupting Uighur Genocide” ini diadakan selama dua hari dengan pembahasan di semua aspek yang dianggap perlu. Sejarah Uighur, […]

Artikel Islam dan hak asasi manusia pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
Oleh Shamsi Ali, Direktur Jamaica Muslim Center New York

Hari Kamis, 18 April 2024 kemarin, saya diundang untuk menjadi salah seorang pembicara dalam sebuah diskusi panel tentang hak-hak dasar (human rights) kaum Uighur di China. Acara bertemakan “Disrupting Uighur Genocide” ini diadakan selama dua hari dengan pembahasan di semua aspek yang dianggap perlu. Sejarah Uighur, politik China dan dunia global, aspek ekonomi, hingga ke aspek media, khususnya media sosial. Saya dan beberapa tokoh agama Abrahamic (Islam, Kristen, dan Yahudi) menjadi pembicara dalam sesi yang membicarakan peranan komunitas dan tokoh-tokoh agama dalam membela hak-hak asasi kaum Uighur.

Selain aktivis, akademisi, serta tokoh-tokoh agama dan masyarakat, acara ini juga dihadiri para aktivis komunitas Uighur di Amerika, termasuk beberapa mantan korban :kamp-kamp konsentrasi China. Beberapa peserta di antaranya bahkan datang dari Eropa, seperti Jerman dan Inggris.

Yang menarik adalah mayoritas peserta yang hadir adalah komunitas Yahudi. Apalagi, acara ini dilaksanakan di 92nd Y (Lexington & 92nd Street) di Manhattan, New York. 92nd Y dikenal sebagai pusat komunitas Yahudi yang sarat dengan edukasi dan kultur. Saya sendiri pernah diundang menjadi pembicara di tempat ini dalam sebuah diskusi tentang prospek relasi Yahudi-Islam. Diskusi itulah yang sesungguhnya menjadi trigger utama diterbitkan buku kami, Sons of Abraham: Issues that Unite and Divide Jews and Muslims.

Suasana yang kental dengan keyahudian ini menjadikan presentasi saya kental dengan isu human rights (HAM) dan human dignity (karamah insaniah). Walaupun moderator berkali-kali mengingatkan segala permasalahan yang ada di dunia, kiranya setiap pembicara harus fokus pada isu-isu kemanusiaan kaum Uighur dan tidak menjalar ke mana-mana. Namun demikian, nurani saya tidak bisa dibohongi dan ditekan. Karenanya, presentasi saya sarat dengan relevansi hak-hak dasar bangsa Palestina saat ini.

Pertanyaan yang mendasar dalam diskusi panel itu adalah apa alasan utama sehingga agama/keyakinan Anda memperjuangkan HAM dan kemuliaan manusia? Lalu, apa yang seharusnya komunitas, khususnya tokoh-tokoh agama, lakukan untuk memastikan HAM dan kemuliaan manusia terjaga?

Dalam presentasi yang cukup singkat itu, saya sampaikan beberapa dasar urgensi HAM dan kemuliaan manusia menjadi sangat penting dalam ajaran Islam. Pertama, didasarkan kepada dua aspek relasi keagamaan dalam Islam, hablun minallah dan hablun minannas.

Saya melihat aspek hablun minallah merupakan penekanan pada penjagaan hak-hak vertikal (dengan pencipta), sedangkan hablun minannas menekankan penjagaan hak-hak horizontal (dengan sesama makhluk, khususnya manusia). Sehingga, beragama yang benar adalah ketika agama memproteksi kedua aspek hak-hak itu.

Kedua, diyakini bahwa setiap manusia merupakan representasi dari fitrah (kesucian) Dia Yang Mahasuci. Manusia diciptakan di atas fitrah dan terlahirkan dengan identitas dasar fitrah. Karenanya, menghargai manusia merupakan perhargaan kepada Tuhan. Merendahkannya juga merupakan perilaku merendahkan Tuhan.

Ketiga, Islam mengajarkan bahwa setiap manusia secara inheren (mendasar) diberikan kemuliaan (karamah) oleh Allah: “Sungguh Kami (Allah) muliakan anak cucu Adam (Al-Qur’an)”. Karenanya, hak kemuliaan manusia (karamah insaniah) tidak boleh diambil dan direndahkan oleh siapa pun.

Keempat, sesungguhnya semua manusia terlahir dengan jaminan kebebasan. Islam mengajarkan kebebasan sebagai dasar dari keberagamaan. Keyakinan kita kepada laa ilaaha illallah secara esensi mengajarkan bahwa supremasi dan pengagungan itu tunggal, hanya kepada Allah Swt. Tauhid adalah dasar dari segala kebebasan, termasuk kebebasan dari perbudakan sesama makhluk, kebebasan dalam keyakian agama dan ibadah, kebebasan berbicara dan berekspresi, bahkan kebebasan dari hawa nafsu diri sendiri.

Kelima, Islam juga mengajarkan hak hidup dan kepemilikan (al-milkiyah), termasuk di dalamnya hak waris. Sejujurnya semua ini menjadi keunikan Islam karena semuanya diatur secara jelas dalam agama. Satu hal yang istimewa dalam Islam bahwa kepemilikan itu mencakup untuk pria dan wanita. Hak memiliki properti wanita, misalnya, telah disyariatkan jauh sebelum wanita di Barat memilki hak itu.

Keenam, Islam juga mensyariatkan hak berasosiasi. Salah satu terjemahan dari kata asosiasi selain hak berorganisasi adalah hak manusia dalam asosiasi kebangsaan (nationality). Maka, setiap manusia sesungguhnya memiliki hak untuk memilik bangsa (belong to a nation) dengan negara yang berdaulat.

Poin terakhir inilah barangkali yang cukup mengagetkan bagi sebagian yang hadir, khususnya mereka yang beragama Yahudi dan mendukung Israel. Saya tekankan pada aspek ini bahwa hak berbangsa dan bernegara menjadi hak dasar yang sama untuk semua manusia, termasuk bangsa Palestina.

Saya cukup sadar bahwa menyebut kata Palestina dengan nuansa dukungan di sebuah tempat seperti 92nd Y bagaikan melempar sepotong daging di kandang harimau. Saya mempersiapkan diri untuk merespons jika ada umpan balik (feedback) yang boleh jadi kurang menyenangkan. Namun, hingga diskusi berakhir, tak seorang pun yang merespons, baik di kalangan panelis maupun peserta.

Konferensi dua hari yang dimaksudkan mendukung hak-hak dasar kaum Uighur itu tentu saya sangat apresiasi. Apalagi, memang komunitas Uighur adalah komunitas yang sangat terisolasi dan mengalami kejahatan yang parah. Konon kabarnya, masyarakat Yahudi banyak membela kaum Uighur karena mengingatkan mereka dengan kamp-kamp konsentrasi Nazi di Eropa ketika itu.

Sayang, ketika sudah bersentuhan dengan Israel, seolah rasa empati dan kemanusiaan menjadi tidak perlu bagi bangsa Palestina. Sebegitu istimewakah Israel?

Artikel Islam dan hak asasi manusia pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
9617
Dampak konflik Iran vs Israel dan peran Indonesia https://www.kahminasional.com/read/2024/04/20/9613/dampak-konflik-iran-vs-israel-dan-peran-indonesia/ Sat, 20 Apr 2024 12:07:22 +0000 https://www.kahminasional.com/?p=9613 Oleh Rasminto, Wakil Bendahara MN KAHMI, anggota Pusat Pendidikan Wawasan Kebangsaan Jakarta, dan dosen Unisma “Setiap senjata yang digunakan dan setiap bom yang meledak adalah sebuah penyesalan yang tak terhindarkan, tidak peduli seberapa diperlukannya.” Nukilan di atas tercetus oleh Harry S. Truman, Presiden Amerika Serikat ke-33 yang menjabat sejak tahun 1945 hingga 1953. Dia menggantikan […]

Artikel Dampak konflik Iran vs Israel dan peran Indonesia pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
Oleh Rasminto, Wakil Bendahara MN KAHMI, anggota Pusat Pendidikan Wawasan Kebangsaan Jakarta, dan dosen Unisma

“Setiap senjata yang digunakan dan setiap bom yang meledak adalah sebuah penyesalan yang tak terhindarkan, tidak peduli seberapa diperlukannya.”

Nukilan di atas tercetus oleh Harry S. Truman, Presiden Amerika Serikat ke-33 yang menjabat sejak tahun 1945 hingga 1953. Dia menggantikan Presiden Franklin D. Roosevelt setelah kematian Roosevelt pada April 1945 dan terpilih kembali untuk masa jabatan kedua pada 1948. Truman terkenal karena memimpin Amerika Serikat selama akhir Perang Dunia II dan periode setelahnya, termasuk dengan keputusannya menggunakan bom atom terhadap Jepang sebagai bagian dari upaya mengakhiri Perang Dunia II. Dia adalah presiden yang mengeluarkan perintah menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada Agustus 1945, yang mengakhiri perang dengan Jepang.

Namun, pengalaman nestapa selama Perang Dunia II tetap tidak diindahkan umat manusia berikutnya. Bagaimana saat ini, kita dipertontonkan eskalasi konflik negara zionis Israel dengan Republik Islam Iran yang semakin meningkat pasca-serangan Israel ke Kantor Konsulat Jenderal Republik Rakyat Iran di Damaskus, Suriah, pada Senin (1/4). Setidaknya 16 orang tewas akibat serangan tersebut, termasuk dua komandan senior Korps Garda Revolusi Iran (IRGC). Meskipun pihak resmi Israel tidak mengklaim bahwa mereka yang melakukan serangan itu, disinyalir karena ikut campur Iran terhadap serangan-serangan Paksi dari proksi Iran seperti Hezbollah Lebanon, Houthi Yaman, dan Hamas Palestina yang mempertahankan diri dari gempuran dan aneksasi zionis Israel yang menewaskan lebih dari 37.000 jiwa penduduk Gaza Palestina sejak serangan 7 September 2023.

Serangan terhadap Israel ini menjadi sebab utama Iran menggempur pangkalan militer di Tel Aviv pada Sabtu (13/4) lalu. Belum sepekan, serangan ratusan rudal dan pesawat nirawak ke wilayah pendudukan Israel, Jumat (19/4), Israel melancarkan aksi balasan dengan mengirimkan rudal ke Kota Ghahjaworstan di Iran, barat laut Kota Isfahan.

Duka dan nestapa perang
Perang membawa duka dan nestapa yang mendalam bagi manusia. Setiap konflik memunculkan cerita tragis yang melukai hati dan meninggalkan bekas luka yang sulit sembuh. Di balik statistik dan geopolitik, ada kisah-kisah individu yang terpisah dari kekerasan dan kehilangan yang dialami keluarga, teman, dan komunitas.

Konflik Gaza Palestina meluas menjadi konflik kawasan Timur Tengah yang melibatkan zionis Israel, Hamas Palestina, Hezbollah Lebanon, Houthi Yaman, hingga saling serang antara Israel dan Iran. Tentunya dalam setiap perang, ada anak-anak yang kehilangan orang tua, orang tua yang kehilangan anak-anaknya, pasangan yang terpisah. Ada warga sipil tidak bersalah yang menjadi korban kekerasan tak berperikemanusiaan dan prajurit yang harus menghadapi trauma perang dan konsekuensinya sepanjang hidup.

Duka dan nestapa perang juga meluas ke wilayah yang lebih luas. Infrastruktur dan ekonomi yang hancur serta masyarakat yang terpecah belah menjadi bagian dari kenyataan pahit pascaperang. Bangunan yang dihancurkan tidak hanya mencerminkan kehilangan fisik, tetapi mengingatkan kita akan kehilangan jiwa dan cita-cita yang hancur. Selain itu, perang menciptakan trauma kolektif generasi-generasi berikutnya. Anak-anak yang tumbuh dewasa di bawah bayang-bayang konflik sering kali menderita akibat trauma yang diturunkan dari orang tua dan terperangkap dalam siklus kekerasan tak berujung.

Kenestapaan perang mengajarkan kita bahwa setiap keputusan untuk berperang membawa konsekuensi yang berat bagi manusia. Setiap nyawa yang hilang adalah sebuah tragedi yang tidak dapat diukur dengan angka. Oleh karena itu, kita harus bertekad untuk mencari perdamaian dan penyelesaian damai atas konflik serta menghormati dan menghargai kehidupan setiap individu.

Dampak perang Iran versus Israel
Perang antara Iran dan Israel akan memiliki dampak yang luas dan kompleks. Tidak hanya bagi kedua negara tersebut, tetapi juga bagi kawasan Timur Tengah dan mungkin dunia secara keseluruhan. Perang ini akan mengakibatkan krisis kemanusiaan seiring adanya korban jiwa dan luka-luka di antara warga sipil, baik di Iran maupun Israel. Ini juga dapat menyebabkan pengungsian massal dan penderitaan kemanusiaan lainnya.

Konflik antara Iran dan Israel akan meningkatkan ketegangan di seluruh kawasan Timur Tengah. Negara-negara lain, seperti Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Yordania, dan Suriah, mungkin ikut terlibat atau terpengaruh dalam konflik ini. Selain itu, meskipun Iran diembargo secara perdagangan minyaknya oleh Amerika Serikat, tetapi konflik ini bakal mengganggu pasokan energi global. Sebab, Iran merupakan salah satu produsen minyak terbesar di dunia. Konflik dengan Israel dapat mengganggu pasokan minyak dari wilayah tersebut sehingga memengaruhi pasar minyak global dan harga minyak.

Dilansir dalam siaran persnya (17/4), Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji, mengungkapkan, pemerintah Indonesia perlu mewaspadai dampak konflik Iran versus Israel tersebut, utamanya berkaitan dengan pasokan minyak dunia melalui Selat Hormuz yang menghubungkan Teluk Persia dengan Teluk Oman dan Laut Arab, yang merupakan jalur pelayaran vital bagi tanker minyak pengangkut sekitar 30% minyak mentah dunia atau sekitar 21 juta barel minyak mentah per hari.

Perang antara Iran dan Israel juga akan memperkuat aliansi regional dan global, dengan negara-negara seperti Amerika Serikat, Rusia, dan Eropa berada di pihak yang berbeda. Ini dapat memperdalam perpecahan geopolitik di Timur Tengah dan sekitarnya.

Dampak bagi Israel, tentu akan sangat signifikan karena Iran menjadi lawan yang sepadan lantaran kekuatan militernya signifikan dan pernah mengancam Israel di masa lalu. Perang dapat meningkatkan ancaman terhadap keamanan Israel, termasuk serangan rudal, serangan terorisme, dan tindakan lainnya, baik di dalam negeri maupun aset lainnya di luar negeri.

Konflik Iran dan Israel menjadi kekhawatiran global akan terjadinya potensi konflik nuklir. Sebab, Iran telah mengembangkan program nuklir sarat kontroversi, yang menimbulkan kekhawatiran bagi Israel dan dunia, terutama Barat. Konflik bisa memperbesar kemungkinan penggunaan senjata nuklir atau mengaktifkan respons Israel yang bersifat pencegahan.

Eskalasi perang Iran dan Israel ini akan memperburuk instabilitas di Timur Tengah, terutama jika melibatkan produsen minyak utama, karena bisa memengaruhi ekonomi global secara keseluruhan. Penurunan pasokan minyak atau kenaikan harga minyak dapat berdampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi dan stabilitas finansial di seluruh dunia.

Konflik bersenjata di wilayah yang sudah tegang, seperti Timur Tengah ini, juga dapat memperkuat kelompok-kelompok ekstremis dan memperluas basis dukungan mereka. Ini berisiko meningkatkan radikalisasi dan terorisme di seluruh dunia. Tentunya semua dampak itu menunjukkan perang antara Iran dan Israel memiliki konsekuensi serius, baik secara regional maupun global, dan upaya untuk mencegah konflik tersebut harus diutamakan agar tak menyulut terjadinya Perang Dunia III, yang akan memporak-porandakan peradaban dunia.

Sejarah Indonesia menjaga perdamaian dunia
Sejak meraih kemerdekaannya pada 1945, Indonesia telah menempatkan perdamaian sebagai salah satu pilar kebijakan luar negeri. Sebagai negara dengan jumlah umat muslim terbesar di dunia, Indonesia mengambil peran aktif dalam berbagai forum internasional untuk mempromosikan dialog antarperadaban, toleransi, dan kerja sama antarnegara. Pada tahun 1955, Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung sehingga juga dikenal sebagai Konferensi Bandung. Konferensi ini menjadi tonggak penting dalam sejarah diplomasi dunia ketiga dan memperkuat posisi Indonesia sebagai negara yang memperjuangkan kemerdekaan, perdamaian, dan kesetaraan di antara negara-negara berkembang.

Sejak saat itu, Indonesia terus aktif dalam diplomasi perdamaian, baik melalui partisipasi dalam berbagai organisasi internasional, seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Gerakan Non-Blok, maupun Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Indonesia secara konsisten menekankan pentingnya dialog, negosiasi, dan diplomasi dalam menyelesaikan konflik serta menentang penggunaan kekuatan militer sebagai cara untuk menyelesaikan perselisihan. Ini juga tecermin dari kontribusi Indonesia pada Misi Pemeliharaan Perdamaian (MPP) PBB sejak 1957, saat mengirimkan 559 personel infantri sebagai bagian dari United Nations Emergency Force (UNEF) di Sinai. Pengiriman tersebut diikuti dengan kontribusi 1.074 personel infantri (1960) dan 3.457 personel infantri (1962) sebagai bagian dari United Nations Operation in the Congo (ONUC) di Republik Kongo, bereperan dalam misi perdamaian dalam konflik perang saudara di Darfur, Sudan, pada 2005 melalui partisipasi aktif dalam The African Union-United Nations Hybrid Operation in Darfur (UNAMID), dan berbagai konflik bersenjata lainnya di belahan dunia lainnya.

Aksi-aksi Indonesia ini sebagai upaya melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial susai mandat dari alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Komitmen tersebut senantiasa diwujudkan melalui partisipasi dan kontribusi aktif Indonesia di dalam MPP PBB hingga saat ini.

Solusi dan peran Indonesia
Sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki peran yang krusial dalam menghadapi konflik perang antara Iran dan Israel. Dalam situasi yang penuh ketegangan seperti ini, Indonesia memiliki kesempatan unik untuk memainkan peran sebagai mediator dan pembawa perdamaian.

Indonesia dapat memanfaatkan keanggotaannya di OKI dan hubungannya yang kuat dengan negara-negara muslim lainnya untuk memperjuangkan dialog damai dan solusi yang berkelanjutan dalam konflik ini. Indonesia bertindak sebagai suara bagi solidaritas dan kesatuan muslim dunia serta memperjuangkan prinsip-prinsip kemanusiaan dan keadilan.

Kontribusi Indonesia juga sudah teruji ketika membantu rakyat Palestina, yang menjadi korban konflik dan menyulut perang Iran versus Israel, dengan mengirimkan bantuan dari pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk warga Palestina di Gaza, 9 April silam. Bantuan berhasil sampai langsung ke Gaza via udara menggunakan pesawat Hercules C130 J (A-1340) milik TNI AU, yang berkolaborasi dengan tentara Yordania. Bantuan tersebut merupakan realisasi dari pernyataan Presiden RI, Joko Widodo, di Madiun pada 8 Maret lalu, bahwa pemerintah Indonesia segera mengirimkan bantuan kemanusiaan kepada warga Palestina di Gaza.

Bantuan kemanusiaan ke Gaza yang diterjunkan berupa 20 paket bantuan seberat masing-masing 160 kg, yang berangkat dari King Abdullah II (KA2) Airbase Airport (OJKA) di Zarqa, Yordania. Pengiriman bantuan dilakukan dengan metode penerjunan low cost low altitude (LCLA) dengan rute KA2-SAS-KA2. Bantuan bergerak pada pukul 11.36 waktu setempat (15.36 WIB) dan mencapai lokasi penerjunan (dropping zone/DZ) di Gaza pada pukul 12.50 waktu setempat (16.50 WIB). Tentunya realisasi ini menjadi bukti bahwa Indonesia mampu berbuat untuk meringankan duka dan nestapa warga Palestina akibat perang yang berkecamuk dan akan diuji kembali dalam konflik lanjutan tersebut melalui dukungan bantuan lainnya.

Sebagai negara yang mendukung perdamaian, Indonesia dapat menegaskan bahwa konflik tidak dapat diselesaikan dengan kekerasan, tetapi melalui dialog, negosiasi, dan kompromi. Indonesia juga dapat mendorong pihak-pihak yang terlibat agar mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan menghindari tindakan yang bisa memperburuk situasi. Selain itu, Indonesia dapat memanfaatkan hubungan diplomatiknya yang luas dengan negara-negara di Timur Tengah dan di seluruh dunia untuk memfasilitasi dialog antara Iran dan Israel.

Sebagai negara yang netral dan tidak terlibat langsung dalam konflik, Indonesia dianggap sebagai mediator yang dapat dipercaya oleh kedua belah pihak untuk membantu mencapai kesepakatan damai sehingga dampak konflik yang terjadi dapat terhindarkan.

Artikel Dampak konflik Iran vs Israel dan peran Indonesia pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
9613
Ramadan sebagai bulan transformasi (5) https://www.kahminasional.com/read/2024/03/30/9576/ramadan-sebagai-bulan-transformasi-5/ Fri, 29 Mar 2024 22:31:26 +0000 https://www.kahminasional.com/?p=9576 Oleh Shamsi Ali, Direktur Jamaica Muslim Center New York Seringkali kita mengasosiasi keutamaan Ramadan dengan bulannya. Padahal, semua rentang waktu itu, dari menit ke jam, jam ke hari, hari ke minggu dan bulan, semuanya sama di mata Allah. “Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ada 12 bulan. Empat bulan di antaranya adalah bulan-bulan Muharam (dilarang […]

Artikel Ramadan sebagai bulan transformasi (5) pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
Oleh Shamsi Ali, Direktur Jamaica Muslim Center New York

Seringkali kita mengasosiasi keutamaan Ramadan dengan bulannya. Padahal, semua rentang waktu itu, dari menit ke jam, jam ke hari, hari ke minggu dan bulan, semuanya sama di mata Allah. “Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ada 12 bulan. Empat bulan di antaranya adalah bulan-bulan Muharam (dilarang melakukan perang).”

Keutamaan bulan Ramadan ada pada bagaimana respons dan perilaku (behaviors) kita padanya. Apakah direspons secara positif dan sepenuh hati atau dibiarkan berlalu tanpa respons positif dan setengah hati dalam menjalankan amalan-amalan ritual yang ada (puasa, kiam, dan lain-lain). Apalagi, menjadikannya sebagai momentum transformasi atau perubahan mendasar dalam kehidupan nyata.

Keenam, transformasi sosial. Kita meyakini Islam bukan sekadar agama (religion). Islam bukan sekadar sistem yang penuh dengan amalan-amalan ritual pemuas batin semata. Namun, sebagai diin atau sistem dan petunjuk hidup yang sempurna dan menyeluruh. Islam hadir selain sebagai tuntunan hidup individual, juga menjadi tuntunan kehidupan sosial kolektif (jemaah).

Pada tataran ini, kehidupan sosial yang kita maksud adalah kehidupan yang menyangkut acuan/aturan dalam menjalankan kehidupan pada aspek muamalat: Islam itu selain hadir untuk menuntun manusia di dalam rumah-rumah ibadah saat Ramadan atau bulan lainnya, juga hadir untuk menuntun manusia agar menjalani hidupnya di pasar, supermarket, hingga di parlemen dan istana negara.

Sesungguhnya pada aspek muamalat inilah nilai akhlak (moral behaviors) menjadi sebuah keharusan. Kejujuran dan amanah dalam kehidupan sosial ini menjadi salah satu karakteristik orang-orang yang beriman (QS Al-Mukminun ayat 8). Kejujuran dalam berbisnis menjadi jalan kebaikan dan kemuliaan dunia-akhirat (attaajiru as-shoduuq). Demikian seharusnya Islam menjadi tuntunan dalam menjalankan kehidupan muamalat kita.

Pada tataran inilah puasa Ramadan hadir sebagai momen penting untuk melakukan transformasi itu: melakukan pembenahan kebiasaan dan perilaku muamalat ke arah yang lebih benar dan baik. Jika selama ini dalam berbisnis seringkali tidak jujur, maka bulan Ramadan adalah masa untuk melakukan self transformation, menjadi pribadi dengan karakter kejujuran, termasuk dalam niaga dan bisnis.

Koneksi rasional antara puasa dan perubahan mendasar atau transformasi sosial ini ada pada esensi puasa: menahan. Orang berpuasa berjuang menahan diri dari makan, minum, dan hal lain yang membatalkan puasa. Namun, esensi menahan (imsak) di sini adalah menahan diri dari kecenderungan hawa nafsu yang seringkali tak terkendalikan. Nafsu yang tak terkendalikan inilah yang kemudian berakibat kepada ragam transgresi (thughyaan) dalam kehidupan. Thughyaan ini pulalah yang membawa kepada ragam kerusakan (zhaharal fasaadu) dan penderitaan (jahiim) dalam kehidupan.

Dengan puasa di bulan Ramadan, seorang muslim melakukan kontemplasi/perenungan serta introspeksi (muhasabah), termasuk dalam perilaku sosialnya (social behaviors) yang dilakukan selama ini: apakah sudah sesuai dengan ajaran Allah dan Rasul-Nya dan bermanfaat bagi dirinya dan orang-orang di sekitarnya atau sebaliknya, justru melenceng dari ajaran dan tuntunan Rasul-Nya bahkan membahayakan bagi dirinya dan lingkungannya?

Diakui atau tidak, kita hidup dalam dunia yang penuh dengan thughyaan. Semua itu disebabkan oleh kerakusan hawa nafsu yang tak terkontrol. Berbagai pelanggaran, baik hukum maupun etika (moral), diakibatkan oleh kerakusan itu.

Pada tataran nasional, kita melihat kerakusan-kekuasaan itu, misalnya, terwujud dengan kecenderungan membangun dinasti melalui perilaku nepotisme dan pelanggaran etika. Semua ini masuk dalam kategori pelanggaran muamalat yang harus ditransformasi. Jika tidak, maka akan menjadi norma yang berakhir pada karakter bangsa.

Pada tataran global, thughyaan juga terjadi hampir dalam segala skala kehidupan. Secara ekonomi, dunia kapitalis menghalalkan segala cara dengan ragam manipulasi alam demi memenuhi kerakusan hawa nafsunya. Selain semakin memperbesar jurang pemisah antara yang kaya dan miskin, dunia maju (norther nations) dan dunia ketiga (southern nations), juga semakin memperparah kerusakan lingkungan yang semakin mengkhawatirkan.

Di sinilah Islam dan puasa Ramadan harus menjadi momentum untuk melakukan perenungan dan transformasi. Semua bermula dari penataan hati dan jiwa yang berdampak positif pada perilaku dan karakter manusia. Dengan menata hati dan memperkuat spiritulitas melalui puasa Ramadan, hawa nafsu akan secara efektif terkendalikan untuk diarahkan kepada nilai dan orientasi positif konstruktif.

Ini pula salah satu makna dari firman Allah: “Dan barang siapa yang takut akan maqaam (kebesaran) Tuhannya dan menahan diri dari dorongan hawa nafsunya, maka sesungguhnya jannah yang menjadi tujuan akhirnya” (An-Nazi’at). Jannah di sini selain surga di akhirat kelak, juga kedamaian dan kebahagiaan di dunia yang sementara ini. Semoga!

Artikel Ramadan sebagai bulan transformasi (5) pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
9576
Ramadan sebagai bulan transformasi (4) https://www.kahminasional.com/read/2024/03/26/9539/ramadan-sebagai-bulan-transformasi-4/ Mon, 25 Mar 2024 20:15:30 +0000 https://www.kahminasional.com/?p=9539 Oleh Shamsi Ali, Direktur Jamaica Muslim Center New York Umat Islam meyakini bahwa Islam adalah agama yang mencakup segala aspek dan lini kehidupan manusia. Menyentuh kehidupan material-fisika, batin-rohaniah, hingga ke pemikiran dan intelektualitas. Islam juga mencakup kehidupan individual (fardi) dan kolektif (jama’ai). Intinya, Islam adalah agama yang syamil, kaamil, dan mutakaamil (sempurna, lengkap dan saling […]

Artikel Ramadan sebagai bulan transformasi (4) pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
Oleh Shamsi Ali, Direktur Jamaica Muslim Center New York

Umat Islam meyakini bahwa Islam adalah agama yang mencakup segala aspek dan lini kehidupan manusia. Menyentuh kehidupan material-fisika, batin-rohaniah, hingga ke pemikiran dan intelektualitas. Islam juga mencakup kehidupan individual (fardi) dan kolektif (jama’ai). Intinya, Islam adalah agama yang syamil, kaamil, dan mutakaamil (sempurna, lengkap dan saling melengkapi), sebagaimana sering diekspresikan oleh para ulama kita.

Kelima, transformasi akliah. Salah satu hal penting yang menjadi perhatian Islam adalah aspek akliah (pemikiran, intelektuliatas, dan keilmuan) manusia. Bahkan, sesungguhnya sisi ini, dalam ajaran Islam, menjadi fondasi bagi semua segmen kehidupan. Keimanan (keyakinan) pun, dalam pandangan Islam, mutlak terbangun di atas keilmuan yang benar. Hanya dengan keilmuan yang benar, akidah dan implementasinya dalam ubudiah dan muamalat akan benar dan diterima di sisi Allah Swt.

Di awal seri tulisan ini ditekankan bahwa akliah menjadi fondasi terjadinya transformasi dalam segala aspek kehidupan manusia karena sesungguhnya esensi terpenting dari akliah adalah mindset (cara pandang) kemanusiaan kita. Cara pandang yang benar akan terjadi upaya perubahan mendasar ke arah kehidupan yang benar pula. Hitam putihnya arah hidup (life orientation) pada umumnya diwarnai cara pandang seseorang.

Dalam perspektif Islam, sesungguhnya hal ini begitu sesuatu yang baru. Rasulullah saw sendiri memulai tugas mulia kerisalahan (kerasulan) dengan perintah membaca (iqra). Iqra di sini bukan sekadar membaca huruf-huruf Al-Qur’an, melainkan “buka pikiranmu, perluas wawasanmu, jauhkan pandanganmu, dan perdalam pemahamanmu”.

Dalam dunia keilmuan, sebenarnya iqra menjadi fondasinya. Membaca adalah langkah pertama dari perjalanan panjang keilmuan. Maka, segalanya bermula dari bacaan, yang dalam bahasa Al-Qur’an, memakai beberapa bentuk terminologi. Selain iqra, juga memakai kata tilawah (utlu maa uhiya ilaika min Kitaabi Rabbik). Kedua kata itu memiliki makna “membaca” dengan konotasi yang berbeda.

Semua konotasi bacaan, baik qira’ah maupun tilawah, ini menjadi hal penting untuk ditransformasikan pada bulan Ramadan. Dari membaca huruf-huruf Al-Qur’an, buku-buku, dan literasi, hingga pada pengembangan keilmuan dan pemikiran yang sophisticated (canggih). Memang diakui umat Islam mengalami keterbelakangan yang sangat di semua tingkatan qira’ah dan tilawah itu.

Literasi umat Islam sangat rendah. Dunai Islam masih mengalami illiterasi yang sangat rendah. Indonesia sebagai negara Islam terbesar dunia, konon kabarnya tingkat pendidikannya masih sangat rendah. Rendahnya pendidikan itu menjadikan mindset masyarakat sangat pendek (sempit), yang berdampak dalam karakter dan pilihan-pilihan hidupnya. Itu tampak ketika pemilihan presiden (pilpres), misalnya, masyarakat lebih terbuai bantuan sosial (bansos) ketimbang ide-ide besar untuk perubahan yang lebih mendasar.

Secara umum, dalam dunia keilmuan dan pemikiran, dunia Islam jauh tertinggal. Kerap kali kebanggaan umat menjadi sekadar historical pride (kebanggan masa lalu): pernah di masa lalu umat ini mencapai puncak ketinggian dalam keilmuan dan peradaban. Kini, dengan segala ketidaksenangan umat kepada Amerika dan dunia Barat, diakui bahwa universitàs-universitas terbaik dunia maupun research (penelitian) dan inovasi tinggi masih ada di negara-negara itu.

Intinya, Ramadan merupakan momentum terbaik untuk melakukan perubahan mendasar dalam cara pandang, keilmuan, dan pemikiran yang akan berdampak pada karakter dan pilihan hidup kita. Di bulan inilah diturunkan Al-Qur’an sebagai “peta perjalanan hidup”, yang semuanya bermula dari iqra. Sehingga, bulan Ramadan memang harus menjadi bulan perenungan (reflection) dan perubahan yang mendasar menuju cara pandang, keilmuan, dan pemikiran yang lebih berkemajuan.

Umat akan mampu mengubah ragam cara pandang yang masih sering terkungkung oleh rigiditas hanya dengan transformasi akliah. Dengan transformasi akliah pula umat akan mampu bangkit dalam keilmuan dan pemikiran yang akan menjadi jalan berkembang suburnya inovasi dan karya.

Ilmu, inovasi, dan karya inilah yang disebut tsamaraat (buah-buah) keimanan sebagai terjemahan dari Islam yang rahmah bagi alam semesta. Semoga! (Bersambung)

Artikel Ramadan sebagai bulan transformasi (4) pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
9539
Ramadan sebagai bulan transformasi (3) https://www.kahminasional.com/read/2024/03/18/9510/ramadan-sebagai-bulan-transformasi-3/ Sun, 17 Mar 2024 20:57:06 +0000 https://www.kahminasional.com/?p=9510 Oleh Shamsi Ali, Direktur Jamaica Muslim Center New York Semua amalan ritual yang ada di bulan Ramadan (puasa, tarawih, tilawah, ragam tasbih, dan zikir) harusnya mengantar pada situasi kehidupan sosial yang lebih baik. Perubahan itulah yang kita maksud dengan transformasi atau perubahan mendasar (foundational change). Tiga hal mendasar telah disampaikan terdahulu. Perubahan kualitas iman dari […]

Artikel Ramadan sebagai bulan transformasi (3) pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
Oleh Shamsi Ali, Direktur Jamaica Muslim Center New York

Semua amalan ritual yang ada di bulan Ramadan (puasa, tarawih, tilawah, ragam tasbih, dan zikir) harusnya mengantar pada situasi kehidupan sosial yang lebih baik. Perubahan itulah yang kita maksud dengan transformasi atau perubahan mendasar (foundational change).

Tiga hal mendasar telah disampaikan terdahulu. Perubahan kualitas iman dari iman yang bersifat pasif menjadi iman yang berkarakter aktif. Juga bahwa Ramadan hendaknya menjadi momentum terbaik untuk melakukan transformasi hati dan jiwa. Hati dan keadaan kejiwaan (mental state) inilah yang kemudian menentukan terjadinya transformasi yang ketiga, yaitu pentingnya membangun akhlak karimah atau perilaku yang baik (mulia).

Keempat, Ramadan harus menjadi bulan untuk merekatkan kembali hubungan kekeluargaan. Berbicara tentang keluarga, ini tentu yang paling esensial adalah unit keluarga terkecil. Biasanya di Amerika disebut dengan immediate family members. Jika di Amerika, mereka ini bisa disponsori izin tinggal, misalnya. Pasangan suami-isteri atau orang tua-anak, merekalah yang masuk ke dalam kategori ini.

Makna transformasi keluarga di bulan Ramadan adalah mencoba merajut kembali relasi kekeluargaan yang rentang tercabik-cabik karena banyak faktor. Salah satunya adalah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), khususnya di bidang telekomunikasi dan informasi.

Kita sadar bahwa kemajuan iptek tidak selamanya bersahabat dengan aspek kemanusiaan kita. Sebaliknya, boleh saja membawa pada hal-hal yang tidak dikehendaki (undesirable).

Kemajuan alat komunikasi, khususnya media sosial, benar-benar menjadikan dunia kita terdisrupsi (mengalami gangguan) secara mendasar. Tidak saja terlupakan, seringkali nilai-nilai kemanusiaan (human values) itu, yang seharusnya menjadi pegangan kehidupan manusia, tergantikan oleh inovasi keilmuan dan teknologi.

Salah satu nilai yang terabaikan dengan kemajuan alat komunikasi (means of telecommunications) adalah kerekatan relasi antaranggota keluarga. Di sini terjadi fenomena paradoks. Asumsinya, alat-alat komunikasi menjadikan komunikasi antarmanusia, khususnya keluarga, menjadi lebih dekat. Namun, yang terjadi justru sebaliknya: kerenggangan dan seringkali miskomunikasi antarmanusia, termasuk antaranggota keluarga.

Renggangnya komunikasi dan miskomunikasi yang terjadi ini menjadikan satu nilai mengecil bahkan terasa hilang. Nilai itu dikenal dalam agama dengan silaturrahim (hubungan rahim). Rahim yang dimaksudkan pada kata itu adalah karakter relasi yang penuh kasih sayang (rahmah). Dengan kemajuan iptek, khususnya di bidang telekomunikasi, menjadikan relasi antarmanusia, termasuk keluarga, kehilangan nilai rahmah.

Saya melihat bahwa cara komunikasi kita dalam dunia saat ini sangat berbeda bahkan sangat jauh dari nilai-nilai komunikasi masa lalu. Ambillah contoh bagaimana momen-momen koneksi kekeluargaan itu begitu kental di masa lalu melalui santapan makanan bersama: orang tua dan anak, suami-istri, bahkan keluarga jauh. Sesuatu yang sederhana, tetapi sangat bermakna dalam mengekspresikan relasi antaranggota keluarga.

Situasi itu kini telah minim bahkan tergantikan. Suami dan istri masing-masing sibuk dengan dirinya dan alat komunikasinya. Orang tua dan anak juga demikian. Masing-masing sangat tergantung pada alat komunikasi yang ada di tangannya. Akibatnya, tidak saja terjadi gap komunikasi, tetapi nilai relasi rahim menjadi minim dan gersang. Hubungan antaranggota keluarga pun semakin gersang dan renggang.

Di sinilah Ramadan hadir untuk memungkinkan terjadinya transformasi itu. Ambillah satu bentuk amalan yang dijadikan kembali sebagai tradisi: makan di satu meja bersama seluruh anggota keluarga di waktu sahur. Kemudian, dilanjutkan dengan salat Subuh berjamaah bersama di masjid atau di rumah jika masjid memang jauh. Tradisi ini akan dengan sendirinya merekatkan kembali relasi kekeluargaan.

Sekiranya waktu dan kesempatan itu ada, hendaknya di rumah-rumah keluarga muslim ada halakah keluarga selama Ramadan. Di halakah ini masing-masing anggota keluarga berkesempatan mengomunikasikan isi hati dan kepala. Di sini akan terjadi silatul fikr (menyambung ide dan pikiran) selain silaturahmi.

Sesungguhnya pembiasaan makan bersama dengan anggota keluarga akan membawa dampak positif untuk terbangunnya komunikasi positif bagi anggota keluarga, sesuatu yang telah terdisrupsi secara mendasar dengan kemajuan iptek selama ini. Sekali lagi, Ramadan menjadi momen yang tepat untuk mereparasi itu kembali. Semoga. (Bersambung)

Artikel Ramadan sebagai bulan transformasi (3) pertama kali tampil pada KAHMI Nasional.

]]>
9510